[PORTAL-ISLAM.ID] Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan laporan pertumbuhan ekonomi nasional kuartal II/2021, hasilnya ekonomi nasional tumbuh 7,07 persen di kuartal II/2021 berdasarkan year on year.
Namun, di sisi lain pemerintah malah hendak menambahkan utang negara di luar negeri sebesar Rp 515 triliun. Kebijakan penambahan utang itu dinilai kontradiktif dengan pernyataan BPS di mana ekonomi nasional saat ini meningkat.
Menyikapi hal tersebut, Ekonom Senior Fuad Bawazier menyampaikan pemerintah perlu memperhatikan peringatan BPK beberapa waktu yang lalu ihwal bahanya gagal bayar utang lantaran pertumbuhan pendapatan negara yang menciut.
“Sementara pertumbuhan utang negara meroket. Sudah agak lama Pemerintah gali lubang yang semakin dalam untuk tutup lubang lama. Sepertinya Menteri Keuangan (Sri Mulyani) tidak punya ide selain bikin utang,” ucap Fuad kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (11/8).
Dia menambahkan pemerintah sempat ide baru dengan mengeluarkan rencana kebijakan memajaki sembako, jasa pendidikan dan jasa kesehatan sebesar 12 persen untuk menutupi utang negara.
"Ide ini sudah dikirimkan ke DPR dalam bentuk revisi RUU KUP (Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan) yang kabarnya akan dibahas dalam tahun ini. Melihat isinya yang mengatur macam-macam pajak, cukai, dan tax amnesty, serta pidana perpajakan dan lain-lain maka judul RUU KUP yang diajukan oleh Pemerintah itu tidak tepat,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah mendorong adanya omnibus law perpajakan, bukan malah membuat kebijakan pajak yang menyentuh rakyat kecil.
"Tapi mungkin karena kemarin Omnibus Law Cipta Kerja banyak dicibir, jadi tidak lagi pakai istilah Omnibus law? Tapi jelas RUU KUP itu jenisnya Omnibus law karena isinya macam-macam,” urainya.
“Dengan RUU KUP ini pemerintah ingin menambah pemasukan negara untuk meningkatkan kemampuannya bayar utang, tapi lagi-lagi rakyat kecil yang akan memikul beban utang itu,” tandasnya.[rmol]