Oleh: K.H. Athian Ali M. Da’i, Lc., M.A.
Kecenderungan untuk berbuat baik dan buruk ada pada setiap diri manusia. Keberadaan kedua kecenderungan tersebut merupakan ujian hidup per detik yang harus dihadapi manusia dalam mengarungi kehidupan ini.
Berbahagialah mereka yang berhasil memenangkan pertarungan ini dengan mengembangkan kecenderungan baiknya. Sementara celakalah mereka yang kalah dalam perjuangan ini dengan membiarkan kecenderungan buruk menguasai dirinya (Q.s. As Samsy : 7-10).
Karenanya, salah satu bukti bahwa kita benar-benar mencintai seseorang, di antaranya dengan tidak membiarkan yang bersangkutan melakukan kesalahan. Karena kesalahan yang dilakukan seseorang apalagi jika yang bersangkutan seorang pemimpin, tidak hanya merugikan dirinya saja, tapi juga akan merugikan sekian banyak rakyat yang dipimpinnya. Itulah sebabnya, mengapa Rasululloh SAW memperingatkan Iewat sabdanya : “Sebaik-baik jihad adalah menyatakan yang benar kepada pemimpin yang berbuat salah”
Sayangnya tidak semua orang menyadari hal ini. Tidak sedikit yang malah mengira jika orang- orang-orang yang mengkritiknya adalah mereka yang membencinya, lalu menyikapi orang yang melakukan kebaikan tersebut dengan mendzaliminya.
Terhadap mereka yang berniat baik namun malah didzalimi, Alloh SWT berpesan agar tetap istiqamah dalam kebaikan dengan membalas ketidakbaikan yang dilakukan seseorang dengan tetap berbuat baik kepadanya (Q.S. Fush sholat 34. AI mu’minun 96)
Tentu saja untuk memiliki prinsip dan sikap yang mulia seperti ini tidaklah semudah mengucapkannya. la hanya mungkin dimiliki oleh orang-orang yang sabar (Q.S Fush sholat 35).
Terkait hal ini, ada kisah yang sangat menarik untuk kita camkan bersama. Suatu ketika Rasululloh SAW berkunjung ke rumah Abu Bakr Ash Shiddiq, R.A. Ketika mereka berdua sedang asyik berbincang, tiba-tiba datang seorang Araabi (pria pegunungan) yang langsung mencaci-maki Abu Bakr. Mendengar itu Abu Bakr tidak memperdulikannya, sementara Rasululloh pun nampak tersenyum. Si pria kembali memaki dengan makian yang lebih keras lagi. Namun Abu Bakr tetap tidak melayaninya dan Rasululloh pun nampak semakin tersenyum. Jengkel karena makiannya diacuhkan, maka pria tersebut kembali memaki Abu Bakr untuk ketiga kalinya dengan makian yang lebih dahsyat lagi. Kali ini Abu Bakr yang dikenal sangat penyabar itu akhirnya terpancing juga dengan membalas makian pria tersebut. Yang terjadi kemudian Rasululloh pergi tanpa pamit dan tanpa mengucapkan salam. Tentu saja ini membuat Abu Bakr sebagai tuan rumah merasa bersalah dengan kepergian tamu yang sangat dimuliakannya dengan cara seperti itu. Beliau pun lari mengejar dan lalu berujar : Ya Rasululloh jangan engkau biarkan saya tersiksa seperti ini, mohon kiranya Engkau berkenan menjelaskan apa kesalahan saya? Rasululloh SAW pun berujar, wahai Abu Bakr, ketika kita sedang berbincang-bincang lalu datang seorang pria memakimu dan kamu tidak menghiraukannya, maka
saya melihat para malaikat berebutan ingin berada di sekelilingmu untuk membelamu di hadapan Alloh SWT. Itulah yang membuat mengapa saya tersenyum.
Ketika si pria itu kembali memakimu dan kamu tetap tidak membalasnya, maka saya melihat semakin banyak malaikat yang berada di sekelilingmu, membuat saya semakin tersenyum gembira melihatnya. Tapi ketika si pria itu untuk ketiga kalinya memakimu dan akhirnya kamu membalasnya, saya melihat semua malaikat pergi dan yang ada di sisimu kali ini lblis , sama dengan iblis yang menyertai pria itu sejak ia datang. Akhirnya saya pun memilih untuk pergi, karena tidak mungkin bagi saya berada dalam satu majelis yang ada iblisnya. Itulah sebabnya mengapa saya pergi tanpa mengucapkan salam, karena saya tidak mungkin mengucapkan salam kepada lblis!
Allohu Akbar ! Betapa berat untuk menyampaikan apalagi menegakkan kebenaran. Boleh jadi kita pun pernah tergelincir ketika menghadapi orang yang sudah dikuasai lblis dengan menghadirkan lblis juga
bersama kita.
Agar tidak terjadi hal seperti itu, mari kita simak, camkan dan renungkan nasihat Imam Asy Syafi’i rohimahulloh : “Berusahalah dalam hidup ini agar engkau selalu membenci perilaku orang yang salah, tetapi jangan pernah engkau membenci orang yg melakukan kesalahan. Engkau harus marah saat melihat kemaksiatan, tapi berlapang dadaIah atas para pelaku kemaksiatan.
Engkau boleh mengkritik pendapat yang berbeda, namun tetap menghormati orang yang berbeda pendapat, karena tugas kita dalam kehidupan ini adalah menghilangkan penyakit bukan membunuh orang yang sakit”.
*Ketum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)/ Ketum ANNAS Pusat