Bubarkan BPIP karena Telah Menjadi Duri dalam Daging Pemerintahan Jokowi
Oleh: KH Anwar Abbas*
Presiden Joko Widodo tanggal 16 juli 2021 untuk kesekian kalinya sudah mengingatkan para menterinya supaya harus memiliki sense of crisis di tengah situasi pandemi COVID-19 saat ini. Dalam pernyataan ini intinya presiden meminta para menteri dan pimpinan dari setiap badan dan lembaga supaya benar-benar serius dan fokus untuk menghadapi dan mengatasi pandemi COVID-19 yang sudah 1,5 tahun melanda negeri ini, yang telah benar-benar membuat kehidupan rakyat menjadi sulit dan susah nyaris dalam segala dimensinya.
Untuk itu presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan sesuai dengan amanat konstitusi yang dipikulkan di pundaknya di mana negara dan pemerintah bertugas melindungi rakyat, mencerdaskan dan mensejahterakan mereka, secara finansial telah menggelontorkan ratusan kalau tidak bisa dikatakan ribuan triliun rupiah bagi menghadapi dan mengatasi persoalan COVID-19 ini dan dampaknya.
Seperti diketahui sampai dengan tanggal 13 agustus 2021 total kasus infeksi COVID-19 di negeri ini sudah berjumlah 3.774.155 kasus, korban meninggal 113.664 dan pasien yang sembuh 3.247.715. Akibat dari kehadiran COVID-19 ini dunia pendidikan dan ekonomi kita benar-benar terpukul.
Dunia pendidikan kita tidak bisa berjalan sesuai dengan yang kita harapkan karena para peserta didik belum bisa hadir secara fisik di sekolah dan hanya bisa belajar secara daring dan itu jelas-jelas sangat merepotkan dan menimbulkan banyak masalah karena banyak orang tua yang tidak bisa membelikan anaknya HP, atau ada HP tapi mereka tidak mampu membeli pulsa atau adanya masalah yang terkait dengan jaringan sehingga education and teaching learning process tidak bisa berjalan dengan baik dan maksimal.
Begitu pula dalam bidang ekonomi dan bisnis. Ekonomi dan usaha rakyat terutama mereka-mereka yang berada di lapis bawah benar-benar terpukul karena untuk mengurangi jumlah orang yang terkena COVID-19 pemerintah telah membuat kebijakan PSBB dan PPKM di mana masyarakat diminta untuk tetap di rumah dan menjauhi kontak fisik dengan orang lain sehingga mereka tidak bisa bekerja ke luar rumah.
Akibatnya orang-orang yang berprofesi sebagai tukang ojek, sopir taksi, dan angkot serta pedagang kaki lima serta orang-orang yang bekerja dengan upah harian benar-benar kehilangan pendapatan. Untuk menolong mereka Pemerintah memang telah menggelontorkan bantuan sosial tapi hal itu jelas tidak memadai dan pembagiannya juga tidak merata dan banyak yang tidak tepat sasaran serta banyak yang tidak mendapat dan tidak kebagian padahal mereka sangat-sangat membutuhkan.
Dalam bidang usaha boleh dikatakan selain dalam bidang kesehatan dan obat-obatan serta beberapa bidang usaha lainnya banyak bidang usaha yang sangat terpukul seperti dunia penerbangan, hotel, usaha wisata, ritel, dan lain-lain.
Apalagi mereka-mereka yang berada di usaha mikro dan ultra mikro yang jumlahnya sekitar 63.350.222 pelaku atau 98,68% dari total pelaku usaha yang ada. Menurut kementerian koperasi 88% dari mereka sudah tidak lagi memiliki kas dan tabungan.
Jadi masalah yang kita hadapi sekarang ini sebagai bangsa jelas sangat-sangat berat karena kita selain sudah mengalami krisis dalam bidang kesehatan dan ekonomi kita juga mengalami banyak masalah dalam bidang pendidikan dan sosial. Bila pemerintah dan masyarakat tidak bisa mengatasinya secara baik dan bersama-sama maka dia akan bisa menimbulkan dampak baru berupa krisis sosial di mana pencurian, perampokan, dan pembegalan bisa terjadi di mana-mana.
Dan bila itu terjadi dan kita tidak bisa mengendalikannya maka dia akan bisa menyeret negeri ini ke dalam krisis politik di mana rakyat turun ke jalan dan menggugat bahkan mungkin meminta pemerintah supaya mundur.
Dan kalau itu terjadi maka bencana dan malapetaka besar akan semakin menganga di depan kita, karena para investor tidak akan ada yang mau berinvestasi karena stabilitas dalam negeri tidak ada, sehingga akibatnya pengangguran dan kemiskinan tentu akan semakin meningkat dan itu semua bisa-bisa memicu dan membuat negeri ini menjadi kacau, pecah, dan porak poranda. Untuk itu sebagai bangsa yang memiliki ideologi pancasila yang selama ini telah merekat persatuan dan kesatuan di antara kita, maka tentu kita harus berjuang keras untuk mengimplementasikan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut serta semangat yang ada dalam UUD 1945 agar kita dapat mengatasi masalah yang sangat berat ini dengan sebaik-baiknya.
Untuk itu kita benar-benar dituntut agar bisa melakukan gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan yang benar-benar bersifat positif dan produktif terkait dengan masalah besar yang kita hadapi tersebut secara bersama-sama supaya kita bisa membawa bangsa ini dapat keluar secepatnya dari ancaman COVID-19.
Kita melihat bahwa persoalan ini tidak akan bisa selesai dalam waktu yang cepat dan singkat untuk itu kita harus bisa memikirkan dan melakukan langkah-langkah bagaimana kita tetap bisa memberlangsungkan dunia pendidikan kita secara baik, agar tugas negara untuk mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat tetap bisa terlaksana. Dan itu caranya bukan dengan melakukan lomba karya tulis tentang: Hormat bendera menurut hukum Islam dan menyanyikan lagu kebangsaan menurut hukum Islam seperti yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Oleh karena itu sebagai sebuah lembaga yang berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepadanya sudah seharusnya BPIP membantu Presiden dengan melakukan hal-hal yang benar-benar berarti dan bermakna terutama dalam mengatasi krisis yang ada. Tetapi yang kita lihat selama ini apa yang mereka lakukan apakah itu berupa pemikiran dan pandangan serta kegiatan benar-benar tidak mendukung visi misi pemerintah dan bangsa.
Apa yang mereka lakukan? Jangankan akan membuat negeri ini menjadi lebih aman dan bersatu serta percaya terhadap Pancasila dan UUD 1945, tapi malah lebih banyak membuat gaduh dan memancing keresahan serta perpecahan di antara warga bangsa, seperti pernyataan kepala BPIP yang mengatakan bahwa agama adalah musuh terbesar pancasila dan mengimbau umat beragama untuk menempatkan konstitusi di atas kitab suci dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dia tidak tahu bahwa pasal 29 ayat 1 UUD 1945 jelas-jelas mengatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi keberadaan BPIP ini lebih besar mudaratnya dari manfaatnya. Bahkan dengan kehadirannya dia telah banyak merusak citra pemerintah terutama citra dari diri Presiden Jokowi sendiri.
Untuk itu menurut saya BPIP sudah waktunya untuk dibubarkan agar negeri ini aman tentram dan damai.
Adapun dana yang selama ini dipergunakan untuk menggaji pimpinan dan karyawan serta biaya operasional dari badan tersebut bisa dialihkan untuk membiayai hal-hal yang lebih penting dari itu, sehingga keinginan presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan serta keinginan kita sebagai bangsa untuk secepatnya bisa keluar dari berbagai krisis yang multidimensi ini tanpa ada retak dalam kehidupan kita sebagai bangsa dapat segera terwujud dan tercapai. Terima kasih.
14 Agustus 2021
*Penulis adalah Ketua PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum MUI
(Sumber: Kumparan)