KARTU VAKSIN
Oleh: Joko Intarto
Apakah kartu ini akan menjadi modus baru menggarong uang hasil utang? Sudah terlalu banyak kartu abal-abal. Dompetnya tebal. Uangnya tidak ada.
Begitulah suara kekhawatiran masyarakat. Yang tertangkap dari banyak status di media sosial. Satu-satunya media aspirasi yang bisa dikelola sendiri.
Kekhawatiran itu tidak berlebihan. Tidak mengada-ada. Banyaknya proyek kartu-kartuan selama ini memang menyisakan banyak pertanyaan. Single identitas number yang digembar-gemborkan saat kampanye calon presiden beberapa tahun yang lalu itu berfungsi apa tidak?
Jangan-jangan kartu vaksin ini juga akan melahirkan modus kejahatan baru? Embrionya sudah terungkap. Polisi berhasil menangkap pelaku pemalsuan kartu vaksin.
Kartu vaksin bisa dipalsukan? Sangat mudah. Selama kartu yang dipahami adalah selembar kertas atau selembar plastik, maka kartu itu sangat gampang dipalsukan. Modalnya cukup aplikasi photoshop dan digital printer.
Kartu vaksin tidak perlu dicetak. Cukup seperti sekarang saja. Kartu itu bisa diperlihatkan dengan membuka mobile apps pedulilindungi.id.
Tidak perlu ada anggaran baru yang harus dikeluarkan pemerintah. Input data sudah dilakukan tenaga administrasi pada saat vaksinasi.
Kartu vaksin digital itu lebih aman. Susah dipalsu.
Memang ada kabar, ada orang di Tangerang tidak bisa ikut vaksinasi gara-gara nomor induk kependudukannya dipakai orang lain untuk vaksinasi. Ternyata KTP orang itu dipinjamkan ke orang lain untuk vaksinasi. Kebetulan yang memakai seorang WNA.
Dalam kasus tersebut, kartu vaksin yang terbit bukan kartu palsu. Itu kartu asli. Data peserta vaksinnya yang tidak akurat. Petugas screening-nya yang tidak cermat saat mencocokkan foto dengan wajah asli.
Saya termasuk yang setuju dengan ide kartu vaksin. Tetapi, saya menentang konsep kartu vaksin yang dicetak. Sebab hanya buang-buang biaya dan hanya memperkaya perusahaan kartu saja.
Sekali lagi saya setuju kartu vaksin hanya yang versi digital. Konfirmasi fisiknya dengan dua langkah: cocokkan data di kartu vaksin pada layar handphone dengan NIK di KTP dan foto KTP dengan wajah asli.
Saya sudah menikmati manfaat kartu vaksin versi digital itu saat naik kereta api dari Jakarta ke Semarang awal bulan Juli lalu. Petugas di Stasiun Gambir meminta saya memperlihatkan kartu itu dari aplikasi, langsung di layar handphone.
Konsep kartu vaksin di aplikasi pedulilindungi.id itu menurut saya lebih ideal. Bisa diimplementasikan pada berbagai kartu identitas dan kartu member lainnya.
Jumlah pengguna handphone di Indonesia hampir dua kali lipat jumlah penduduk dewasa. Mungkin sekarang sudah lebih banyak lagi karena anak-anak sekolah juga menggunakannya untuk belajar secara daring.
Lucunya, dalam berbagai pelayanan pemerintah, aparat pemerintah masih mewajibkan fotokopi kartu. Sepertinya, ini kebodohan yang sengaja dipelihara. Entah untuk siapa.(jto)