Itikad Baik Taliban dan Kecurigaan Kita
Oleh: Ustadz Abrar Rifai
Taliban tidak ada bubungan apapun dengan ISIS. Bahkan Taliban itu anti ISIS. Kalau ada orang yang mencoba menghubungkan Taliban dengan ISIS, pastikanlah bahwa orang tersebut adalah tolol!
Garis perjuangan keduanya berbeda, ISIS berjuang mewujudkan Khilafah Internasional, dengan cara mereka yang penuh kekejian. Sedang Taliban hanya ingin menggenggam kedaulatan negaranya, tanpa ada rencana dan aksi apapun untuk kemudian menyerang negara-negara lain.
Taliban tidak pernah menyerang warga sipil, sedang ISIS main hantam rata semua orang yang tidak menyokong mereka.
Pun, yang tidak bisa dipungkiri dari berbagai kenyataan dan komentar banyak tokoh, seperti Nick Carter Kepala Staf Pertahanan Inggris dan Jusuf Kalla mantan Presiden Indonesia, yang menyatakan bahwa Taliban sekarang sudah berbeda dari Taliban dulu.
Dalam banyak berita yang dilansir media online, pun kita baca bagaimana Taliban telah memberikan pernyataan bahwa mereka akan memberikan pengampunan kepada semua elemen di Afghanistan yang berseberangan dengan mereka.
Taliban telah menyerukan kepada segenap warga Afghanistan untuk tidak panik. Bahkan Taliban pun meminta semua pegawai pemerintah untuk terus bekerja.
Termasuk janji Taliban yang akan mengakomodasi perempuan dalam pemerintahan baru mereka. Tentu ini adalah sikap moderat yang harus kita sokong bersama.
Maka karenanya, Inggris sudah berkomunikasi dengan Taliban. Inggris sudah memberikan pernyataan bahwa mereka akan memberikan ruang kepada Taliban untuk membentuk pemerintahan. Demikian juga China.
Bahkan Inggris melalui Nick Carter telah menyeru dunia untuk bersikap yang sama dengan negaranya. Sebab, “Mungkin Taliban ini adalah Taliban yang berbeda dari yang diingat orang tahun 90-an,” kata Carter seperti dilansir Reuters dan dikutip CNN Indonesia.
Walau memang, kalau terkait ideologi (Islam), Taliban tidaklah berubah, mereka adalah penganut Islam Politik yang ingin mengintegrasikan negara dan agama.
Tapi menilik pengalaman mereka memerintah dengan sangat konservatif pada tahun 90-an, mereka tentu telah belajar banyak. “Kalau soal ideologi, keyakinan, tidak ada bedanya, tapi kalau kita hitung berdasarkan pengalaman, kedewasaan dan wawasan, pasti banyak perbedaan,” kata Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban.
Adapun kaitannya dengan Indonesia, sebenarnya tak ada kaitan apa-apa. Walau sebagai negara, tentunya Pemerintah tetap harus bersikap.
Tapi sebagai orang Indonesia, kita tidak boleh menjadikan kemenangan Taliban di Afghanistan sebagai propaganda baru untuk menyerang kelompok kelompok yang dianggap serupa dengan Taliban.
Seperti misalnya ketika KH. Said Aqil Siradj, Ketua PBNU, yang menyebut bahwa kemenangan Taliban telah menjadi motivasi kebangkitan semangat kelompok radikal di Indonesia.
Begitu juga Nasir Abbas, mantan anggota JI yang menyebut bahwa kemenangan Taliban telah menjadi euforia di kalangan jihadis Indonesia.
Pernyataan Kiai Said dan Nasir di atas disampaikan dalam acara Webinar yang berbeda, tapi keduanya dilaksanakan oleh NU.
Seperti yang diberitakan CNN Indonesia, pernyataan Kiai Said disampaikan pada saat menjadi pembicara dalam Webinar: Langkah Nyata Merajut Kebinekaan NKRI, yang disiarkan NU Channel pada 20/08/21.
Sedang pernyataan Nasir Abbas disampaikan saat menjadi pembicara pada Webinar: Kemenangan Taliban di Afghanistan dan Implikasinya, yang diadakan Lakpesdam PBNU pada 19/08/21.
Kalaupun toh memang yang disampaikan Kiai Said dan Nasir Abbas mengandung kebenaran, sudah menjadi kewajiban Pemerintah Jokowi untuk mengantisipasi hal tersebut.
Kita sebaiknya, tidak perlu menyampaikan sikap kekhawatiran yang berlebihan. Apalagi kalau hal tersebut kemudian menjadi propaganda baru, yang justru menjadikan kita semakin tidak fokus menyelesaikan persoalan sendiri.(*)