[PORTAL-ISLAM.ID] Senin kemarin, mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara menjalani sidang pleidoi atau pembacaan nota pembelaan dalam lanjutan sidang dugaan suap bansos COVID-19 di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam sidang tersebut, Juliari memohon untuk mendapat vonis bebas dari majelis hakim.
"Permohonan saya, permohonan istri saya, permohonan kedua anak saya yang masih kecil-kecil serta permohonan keluarga besar saya kepada majelis hakim Yang Mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan," kata Juliari, Senin (9/8/2021), dikutip dari Antara.
Sidang pembacaan pleidoi ini dilakukan secara daring. Juliari serta sebagian penasihat hukumnya menjalani sidang dari gedung KPK. Sementara JPU, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum Juliari ada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Putusan majelis Yang Mulia akan teramat besar dampaknya bagi keluarga saya, terutama anak-anak saya yang masih di bawah umur dan masih sangat membutuhkan peran saya sebagai ayah mereka," ucap Juliari.
Juliari meyakini bahwa hanya majelis hakim yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarganya yang sudah menderita.
"Tidak hanya dipermalukan tapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Badai kebencian dan hujatan akan berakhir tergantung dengan putusan dari majelis hakim," ujar Juliari.
Ia pun mengaku menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat perkara yang menjerat-nya tersebut.
"Sebagai seorang anak yang lahir saya dibesarkan di tengah keluarga yang menjunjung tinggi integritas dan kehormatan dan tidak pernah sedikit pun saya memiliki niat atau terlintas saya untuk korupsi," kata Juliari.
Dituntut 11 Tahun
Sebelumnya dalam sidang tuntutan, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara dengan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Jaksa meyakini Juliari telah menerima suap Rp 32,48 miliar terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Jaksa juga menuntut agar Juliari dijatuhi hukuman uang pengganti Rp 14,5 miliar dan pencabutan hak politik selama empat tahun setelah menjalani pidana pokok.
"Menuntut supaya majelis hakim, yang memeriksa dan mengadili, memutuskan, menyatakan, terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa Ikhsan Fernandi saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (28/7/2021).
Jaksa menilai Juliari terbukti menerima Rp 32,48 miliar dari 109 vendor penyedia bansos. Sebanyak Rp 1,28 miliar di antaranta diterima dari Harry van Sidabukke dan Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar M. Keduanya sudah lebih dulu divonis penjara.
Dalam tuntutan itu, jaksa mementahkan keterangan tiga orang dekat Juliari yang menyebut politisi PDIP itu tidak pernah menerima uang komisi (fee) dari vendor bansos.
Jaksa menegaskan, dalam persidangan telah terungkap fakta adanya penyerahan uang dari Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso kepada Juliari melalui Eko Budi Santoso, Kukuh Ary Wibowo, dan Selvy Nurbaity.
Kukuh Ary Wibowo adalah tim sukses dan tenaga ahli Juliari saat menjadi anggota DPR. Kukuh kembali menjadi tim teknis mensos yang dijabat Juliari. Sementara Selvy Nurbaity adalah sekretaris pribadi Juliari di perusahaan, saat menjadi anggota DPR, dan mensos.
Jaksa Azis melanjutkan, Juliari telah menentukan adanya fee Rp 10 ribu per paket bansos untuk kepentingan pribadinya atau setidaknya target sejumlah Rp 35 miliar.
Juliari juga telah menerima laporan penerimaan fee tersebut dari Adi dan Matheus. Karena itu, uang tunai Rp 14.567.925.635 yang disita KPK dari Matheus adalah hasil pengumpulan fee tersebut.
Jaksa pun meyakinkan hakim bahwa perbuatan Juliari itu tercela dan ironi karena terjadi di tengah penderitaan masyarakat kecil yang terkena dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.(*)