Kasihan Rektor UI, akhirnya ia menjadi bulan-bulanan netizen karena terlanjur berkubang bersama para peculas dalam pekatnya kekuasaan yang memuakkan.
Sejatinya jabatan rektor adalah posisi terhormat. Apalagi pada kampus setenar UI. Tapi karena sang rektor dipaksa untuk berdiri bersama rezim, maka saat rezim mengajaknya masuk belukar, ia pun ikut serta.
Dimana-mana, ketika ada pelaku kesalahan, itu pelakunya yang dihukum. Atau disuruh berhenti melakukan kesalahan, atau setidaknya dia minta maaf karena telah melakukan kesalahan. Baik kesalahan yang disengaja ataupun tidak disengaja.
Tapi dalam pelanggaran statuta yang dilakukan Rektor UI, ini bukan rektornya yang disanksi atau setidaknya diharuskan memperbaiki kesalahan, semisal disuruh melepas salah satu, pilih mau jadi komisaris atau tetap jadi rektor, malah aturannya diubah agar bisa rangkap jabatan.
Kayak di negara ini gak ada orang lain aja, kenapa harus maksa satu orang menjabat pada dua posisi yang secara aturan tidak boleh dirangkap.
Kan masih ada Ade Armando, ada Abu Janda, Kaka Slank dan sederet penyokong rezim lainnya yang pada belum dapat jabatan.
Menunjuk satu nama dari nama-nama di atas atau di luar nama itu, tentu lebih baik, daripada mengubah aturan yang sudah baku, demi untuk memanipulasi kesalahan yang terlanjur dilakukan.
Asal-asalan melakukan revisi atau perubahan aturan semacam ini, seakan menjalankan Negara seperti membuat skenario FTV atau ketoprak humor aja!
Maka, tak heran jika orang seperti Ridwan Hanif aja berkomentar, ”Rektor UI kalau nerobos lampu merah, aturannya yang diubah, merah jadi jalan, hijau berhenti.”
“Rektor UI lewat perlintasan KA, kereta apinya yang berhenti,” tulis netizen yang lain.
Seorang lainnya menulis, “Rektor UI kalau parkir sembarangan, rambunya yang dipindah!”
Dan sejumlah cuitan para netizen, yang sebenarnya semua itu ditujukan sebagai bentuk protes kengawuran yang dilakukan oleh orang-orang terhormat di Negeri ini.
Tenang aja Pak Rektor, serangan kepada Anda masih belum seberapa kok, dibandingkan serangan kepada presiden sokongan Anda.
Pak Jokowi aja, dikatain plonga plongo, klemar klemer, bapak bipang, hingga mahasiswa Anda ada yang menyerang Jokowi sebagai: The King of Lip Service.
Kalau Pak Rektor, eh Pak Komisaris... Ups, pak rektor dan pak komisaris sabar, apalagi mau masuk got di Depok, siapa tahu kelak Bapak bisa jadi Presiden.
(By Abrar Rifai)