Pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo beberapa kali menjadi sasaran kritik media asing, khususnya dalam penanganan pandemi penyakit akibat virus corona atau Covid-19.
Gelombang kritik ini mulai tinggi sejak wabah virus corona merebak ke berbagai belahan dunia pada Februari tahun lalu. Berikut beberapa di antaranya:
The New York Times
Pada 11 Februari 2020, gelombang skeptis media asing dimulai dengan pemberitaan The New York Times (NYT) bertajuk "Indonesia Has No Reported Coronavirus Cases. Is That the Whole Picture?".
Dalam berita itu, NYT melaporkan bahwa pakar kesehatan mempertanyakan kebenaran Indonesia belum melaporkan satu pun kasus, sementara negara Asia lainnya sudah.
Indonesia memang belum mengonfirmasi kasus virus corona pertama hingga awal Maret. Sementara itu, negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, sudah mencatat kasus pertama pada akhir Januari.
Pada 28 Mei, dalam artikel berjudul "'It's Too Late': In Sprawling Indonesia, Coronavirus Surges", NYT juga menggarisbawahi kemungkinan penularan Covid-19 di Indonesia bisa menjadi tidak terkendali.
Saat itu, pemerintah sudah menerapkan pembatasan sosial, tapi penambahan infeksi virus corona di Indonesia kian cepat hingga melampaui 20 ribu kasus dan lebih dari 1.440 kematian.
Namun, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa pembatasan sosial nasional harus dilonggarkan untuk menyelamatkan ekonomi.
"Jika orang tidak makan dan mereka sakit, itu akan menjadi lebih buruk," kata Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan sejumlah media asing.
Namun, NYT menyoroti fakta bahwa rumah sakit di Indonesia tidak mampu menyediakan jenis perawatan sebagaimana yang ditawarkan negara lain. Pembatasan perjalanan yang diberlakukan pada akhir April pun belum diterapkan dengan ketat karena banyak celah.
Dalam berita itu, pemerintah Indonesia diharapkan seharusnya sudah dapat mengantisipasi, terutama setelah melihat negara-negara tetangga mencatat peningkatan kasus corona. Namun, sejumlah pejabat Indonesia malah bertindak seolah-olah negaranya kebal virus corona.
Presiden Jokowi akhirnya mengakui bahwa pemerintah memang tidak mengungkapkan kondisi sebenarnya kepada publik untuk menghindari kepanikan.
Tak sampai di situ, pada 31 Juli, NYT juga melansir tulisan bertajuk "In Indonesia, False Virus Cures Pushed by Those Who Should Know Better". Dalam tulisan itu, NYT menyoroti kekacauan informasi yang disampaikan oleh pemerintah dan influencer (buzzer).
Menurut NYT, pemerintah mengalami kesulitan menyampaikan pesan berbasis sains yang konsisten tentang virus corona dan Covid-19 di tengah ketidakstabilan akibat pandemi.
Disebutkan pula, Presiden Jokowi awalnya meremehkan pandemi dan menyampaikan pesan beragam. Pada Maret, dia mengakui sudah menyesatkan publik tentang virus itu untuk mencegah kepanikan.
Dia juga dianggap lamban dalam menutup bisnis, sekolah, dan membatasi perjalanan, tapi dengan cepat mencabut pembatasan, bahkan ketika kasus terus meningkat.
Pada Mei, Jokowi mengatakan Indonesia harus belajar hidup dengan virus tersebut. Namun, sebulan kemudian, dia mengancam akan memecat menteri kabinet karena tidak berbuat lebih banyak untuk mengendalikan pandemi.
The Guardian
Pada 12 Juli, The Guardian dalam tulisan berjudul "Indonesia is failing to control coronavirus outbreak, say experts" menyebutkan bahwa Indonesia gagal mengendalikan wabah virus corona.
Para ahli mengatakan bahwa kegagalan ini akibat kurang pengujian, komunikasi buruk pemerintah, ditambah promosi obat palsu.
Selain itu, The Guardian juga menyoroti keadaan di mana staf medis bekerja tanpa henti, pembatasan di beberapa daerah terus dilonggarkan.
SBS News
Pada 12 Februari, SBS News lewat artikelnya berjudul "Australian experts doubt Indonesia's claim of being coronavirus free" mempertanyakan klaim Indonesia soal tak ada warga negara yang terjangkit virus corona.
Chief Medical Officer Australia Brendan Murphy juga mengaku sangat terkejut karena kala itu Indonesia belum melaporkan kasus corona.
"Seharusnya ada alasan untuk khawatir, mungkin ada kasus yang tak terdeteksi," katanya.
The Sydney Morning Herald
Pada 28 Februari, The Sydney Morning Herald (SMH) memuat artikel berjudul "Morrison questions Indonesia's coronavirus-free status".
Dalam berita itu, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mempertanyakan laporan bahwa Indonesia belum menemukan satu pun kasus virus corona hingga akhir Februari.
Namun, Morrison berkata, "Saya tidak bermaksud (tidak sopan). Indonesia memiliki sistem kesehatan yang berbeda dengan Australia. Dan kami memiliki kapasitas yang berbeda untuk memberikan jaminan tersebut."
Kemudian pada 19 Juni, SMH dalam artikel berjudul "The world's next coronavirus hotspot is emerging next door" menyebutkan Indonesia dapat menjadi hotspot virus corona berikutnya.
Dalam artikel itu, koresponden SMH untuk Asia Tenggara, James Massola, menyatakan bahwa Indonesia sedang mengalami kekalahan dalam perang melawan virus corona (Covid-19) saat negara lain di Asia Tenggara sukses mengurangi jumlah infeksi.
Tulisan itu menyinggung soal kebijakan pemerintah yang melonggarkan pembatasan kendati tren infeksi terus meningkat.
Menurutnya, pemerintah Indonesia buruk dalam menangani pandemi. James kemudian menyinggung soal keterlambatan pemerintah Indonesia hingga menyatakan kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret.
Menurut artikel itu pemerintah Indonesia punya dua pilihan, yaitu mengambil langkah lebih tegas untuk menghentikan penyebaran, termasuk meningkatkan tes dan memberlakukan lagi lockdown, atau terus kikuk seiring penambahan korban jiwa.
(Sumber: CNN)