Oleh: Ahmad Khozinudin (Advokat Muslim)
"Karena itu, jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap." [Joko Widodo, 20/7/2021]
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat COVID-19, hingga tanggal 25 Juli 2021. Dengan catatan, jika ada penurunan kasus maka akan dilakukan pelonggaran pada tanggal 26 Juli 2021.
Jokowi mengklaim setelah dilaksanakan PPKM darurat hingga 20 Juli 2021, terlihat dari data bahwa penambahan kasus dan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit mengalami penurunan. Jokowi menyebut pemerintah selalu memantau dan memahami dinamika di lapangan. Pemerintah, menurutnya juga mendengar suara-suara masyarakat yang terdampak dari PPKM.
Padahal, jika merujuk data belum ada korelasi positif antara pengurangan mobilitas masyarakat dengan pemberlakuan PPKM Darurat dengan penurunan kasus infeksi dan korban kematian. Itu artinya, PPKM Darurat belum menunjukkan hasil untuk mengerem atau setidaknya mengurangi jumlah korban kematian.
Pada 2 Juli 2021 (sehari sebelum pemberlakuan PPKM Darurat) data menunjukkan ada 2.228.938 kasus, dengan 59.534 orang diantaranya menjadi korban meninggal dunia. Pada 19 Juli 2021 (sehari sebelum PPKM Darurat pertama berakhir), jumlah kasus melonjak dengan angka 2,91 juta kasus, 74.920 diataranya meninggal dunia. Itu artinya, dalam periode PPKM darurat awal ada penambahan 700.000 an kasus, dengan tambahan korban sebanyak 21.386 orang meninggal dunia.
Per 19 Juli kasus harian mencapai 34.257 dengan rata rata kasus 7 hari terakhir sebanyak 49.154 kasus. Angka ini jauh lebih besar ketimbang periode sebelum PPKM Darurat diberlakukan. pada tanggal 2 Juli terdapat 25.830 kasus per hari dengan rata rata kasus 7 hari terakhir sebanyak 22.296 kasus.
Itu artinya, soal penurunan kasus pada periode PPKM Darurat yang dikatakan Jokowi hanyalah klaim semata, tanpa merujuk data.
Adapun soal Jokowi selalu memantau lapangan, semestinya paham apa yang harus dilakukan sehingga mampu membuat rencana dan program yang terukur sehingga tidak ada ungkapan 'jika' pada tanggal 26 Juli ada pelonggaran. Semestinya, pemerintah tegas jika penanganan butuh waktu tambahan secara saintis, ditambah berdasarkan kajian fakta dan data.
Jangan mengulur ulur PPKM Darurat dengan tambahan waktu yang tidak dapat dipastikan kapan kepastian akan berakhir. Ketidakpastian ini, akan menyebabkan rakyat dan dunia usaha tidak bisa membuat rencana dan program yang fixd untuk melakukan pemulihan akibat dampak dari PPKM Darurat.
Dan yang paling penting, jika memang Jokowi mendengar aspirasi rakyat sebenarnya sangat sederhana. Rakyat ingin dijamin kebutuhan dasar nya sebagaimana diatur dalam pasal 55 UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Mau PPKM Darurat sebulan atau dua bulan, rakyat akan taat asal diberi makan.
Problemnya, pemerintah hanya fokus membatasi kegiatan masyarakat tanpa memikirkan kebutuhan dasar mereka. Tak peduli dirumah makan atau tidak, yang penting jangan keluar rumah.
Aspirasi tentang jaminan kebutuhan dasar rakyat ini yang tak pernah difikirkan, baik di periode PPKM Darurat pertama juga pada saat perpanjangannya. Sehingga, rakyat tetap khawatir dengan perpanjangan PPKM Darurat ini.
Terlihat, pemerintah tidak profesional dan terkesan membuat kebijakan yang sifatnya coba-coba. Padahal, rakyat sudah banyak yang menjadi korban keganasan Covid-19.(*)