Mengapa Keparahan Gelombang Baru Covid-19 Tak Merata di Dunia?
Munculnya varian baru Covid-19, seperti Delta, telah menyebabkan lonjakan kasus di sejumlah negara. Tak terkecuali Indonesia yang dalam kurun sebulan mengalami kenaikan hingga 400%. Dari rata-rata sepekan 8 ribu kasus per hari pada pertengahan Juni menjadi 40 ribuan kasus pada pertengahan Juli 2021.
Varian baru ini sangat gampang menular, bahkan hanya dengan saling berpapasan. Berdasarkan studi tim peneliti gabungan dari WHO, London School of Hygiene and Tropical Medicine, dan Imperial College London, tingkat penularan varian Delta 97% lebih tinggi dibandingkan varian aslinya. Ini sekaligus yang tercepat dibandingkan varian baru lainnya.
Meski tidak mampu sepenuhnya menahan penularan, vaksinasi menjadi faktor penting untuk mengurangi keparahan serta kematian akibat Covid-19. Di tanah air, seperti dilansir dari sejumlah pemberitaan sekitar 80% pasien yang dirawat di Wisma Atlet belum pernah divaksinasi. Bahkan sekitar 90% kasus meninggal tidak mendapatkan vaksin sebelumnya.
Hal ini dapat terlihat juga dari kasus di sejumlah negara, seperti di Belanda, Israel, Inggris, Amerika Serikat, dan Spanyol. Negara-negara tersebut telah melakukan vaksinasi terhadap lebih 40% warganya. Meskipun kasus di sejumlah negara tersebut mengalami peningkatan, tetapi tingkat kematiannya rendah.
Inggris misalnya, dalam sebulan terjadi kenaikan sekitar 380% dari pertengahan Juni ke pertengahan Juli. Begitu juga dengan Belanda dan Spanyol yang rata-rata kasus sepekannya masing-masing naik 535% dan 319% pada periode yang sama. Bahkan Israel mengalami lonjakan rata-rata kasus hingga 3.656%.
Sementara di Amerika Serikat rata-rata kasus sepekan naik 83% dalam sebulan. Kendati demikian, total tambahan harian rata-rata kasusnya mencapai lebih 25 ribu. Demikian pula di Inggris yang hampir mencapai 35 ribu kasus, sedangkan di Spanyol mendekati 21 ribu kasus per hari.
Kendati kasusnya meningkat, tetapi angka kematian di negara-negara tersebut cenderung turun. Bahkan rasio kematian akibat Covid-19 per 1 juta penduduk ada di bawah 1%. Penurunan tersebut seiring semakin banyaknya warga yang mendapatkan vaksinasi.
Sebaliknya di negara-negara yang tingkat vaksinasinya rendah, angka kematiannya tinggi. Sebagai contoh, Indonesia yang baru menyuntikkan dua dosis vaksin kepada 5,7% penduduknya per 14 Juli 2021, angka kematiannya mencapai 3,3% per 1 juta penduduk. Demikian pula tingkat kematian di Brasil sebesar 6,0%, Rusia (5,1%), Afrika Selatan (6,2%), dan Malaysia (3,2%).
Dari perbandingan data di dua kelompok negara tersebut, dapat menunjukkan bahwa vaksinasi menjadi “game changer” penanganan pandemi Covid-19. Meski tidak mampu sepenuhnya menahan laju kasus seiring adanya varian baru virus corona, tetapi vaksinasi dapat mengurangi tingkat keparahan sehingga mampu menekan angka kematian.
Hal ini yang terlihat di negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi. Seperti kata Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) Dr Rochelle Walensky pada akhir Juni 2021, “hampir setiap kematian akibat corona, khususnya pada orang dewasa, dapat dicegah (dengan vaksin).”
Hal yang sama disampaikan oleh peneliti senior dari Johns Hopkins Center for Health Security Dr Amesh Adalja. Menurut Amesh, seluruh vaksin yang ada saat ini jauh lebih baik dibandingkan perkiraan awal.
“Seluruh alasan Anda mengikuti vaksinasi adalah agar tak mengalami penyakit serius akibat Covid-19,” kata Amesh sebagaimana dilansir dari CNN.
Sementara di Indonesia, masa PPKM Darurat saat ini hanya sekadar mengulur waktu mencegah lonjakan kasus yang lebih besar. Tanpa vaksinasi, upaya untuk menanggulangi pandemi akan sulit dilakukan.
Harapannya rencana pemerintah menyuntikkan 1 juta vaksin per hari dapat segera terealisasi. Dengan demikian target minimal 70% penduduk bisa segera tervaksinasi demi mencapai kekebalan kelompok (herd immunity). Pada akhirnya tingkat keparahan akibat Covid-19 bisa dihindari, sehingga mencegah kematian sia-sia warga negara.
(Sumber: KataData)