[Catatan Agustinus Edy Kristianto]
Butuh berapa banyak lagi semboyan supaya negara ini makmur di bawah pemerintahan Jokowi?
Revolusi Mental belum kelar, ada lagi BERAKHLAK.
Sebegitu mendesak-kah?
Ini bukan "akhlak" dalam pengertian budi pekerti tapi akronim dari akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif.
Diluncurkan oleh Jokowi (Selasa, 27 Juli 2021) sebagai core values bagi ASN dengan employer branding ASN "Bangga Melayani Bangsa" (terang saja bangga, digaji dan fasilitas, dapat kedudukan di masyarakat).
Twibbon langsung ramai beredar terutama di kalangan orang pemerintahan dan BUMN dengan tampilan foto masing-masing: Satu Tahun Akhlak BUMN.
Melihat fenomena itu, rasanya semriwing. Apalagi sambil menyaksikan Worldometers yang menampilkan jumlah kematian akibat Covid-19 di Indonesia tembus 2000 dalam 24 jam; dan headline The Telegraph: 'I am now a kid with no parents': Indonesia faces surge in orphans in wake of Covid crisis.
Teaser-nya: "There are fears about the fate of the unknown numbers of children who have lost parents as the pandemic rages."
Media dan NGO internasional (Save the Children) beberapa hari ini menyoroti nasib anak-anak Indonesia yang rentan selama pandemi. Kehilangan orang tua yang meninggal, kekurangan gizi, tidak mendapat layanan kesehatan layak, putus sekolah...
Mana ada media waras mengangkat besar-besar soal Akhlak ini, kecuali blocking iklan!
Saya muak maka saya ingin menginisiasi core values lain: BEJAT. Akronim dari Beriman, Empati, Jujur, Amanah, dan Terpercaya.
Sama seperti Akhlak Award, bisa diadakan juga BEJAT Award.
Begini. Selama pandemi, ada segelintir orang yang tak bisa berhenti memuaskan ambisi dan bersikap munafik. Siapa saja yang membaca status-status saya sebelumnya pasti tahu bahwa AKHLAK yang digembar-gemborkan itu ada motif proyek konsultannya.
Akhlak Award digagas oleh Ary Ginanjar Agustian, pemilik ESQ Group dan ACT Consulting, karibnya Ketua Tim Pelaksana KPC-PEN/Menteri BUMN Erick Thohir. Itu sangat bias. Pemenangnya adalah BUMN-BUMN yang menjadi klien ACT Consulting sendiri. Ada 55 klien ACT Consulting, 90%-nya adalah BUMN dan anak perusahaannya.
Penerima terbanyak adalah grup Telkom: PT Telkom Indonesia, PT Telkomsel, Mitratel, Telin, Dapen Telkom, Telkom Akses, PT PINS Indonesia. Penghargaan khusus jatuh kepada Pupuk Indonesia Holding (kategori induk usaha) dan Telkomsel (kategori anak usaha).
Sekarang, barang itu berhasil tembus Istana. Menempel di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Jangan harap perubahan akhlak yang sejati akan terjadi selama itu sebatas proyek konsultan.
Kita perlu melakukan dekonstruksi. Ada tujuan menempatkan dalam top of mind orang Indonesia bahwa Menteri BUMN adalah pelopor/terdepan dalam urusan akhlak. Itu akan bermanfaat untuk mengelabui Anda semua pada 2024.
Cerdik betul sebagai strategi pembentukan persepsi publik. Apalagi semboyan itu dimakan oleh Presiden.
Padahal sodorkan fakta saja. Pelopor akhlak sejati tidak akan membiarkan perusahaan publiknya (Mahaka Group/ABBA dan MARI) tidak menyerahkan Laporan Keuangan 2020 dan 2021 (Q1), dalam kondisi modal negatif. Tidak akan membiarkan konflik kepentingan dengan kakaknya terjadi dalam proyek-proyek BUMN.
Saya senang betul melihat keluarga Akidi Tio menyumbang Rp2 triliun tanpa gemerlap perayaan Istana dan diawali pidato presiden, hanya dengan styrofoam sederhana bertuliskan Rp2 triliun. Sangat bersahaja.
Jumlah uang itu hampir setara dengan jumlah yang dikeluarkan negara untuk komisi platform digital Kartu Prakerja.
Bandingkan dengan don-don yang seolah dipelihara negara. Diberi jabatan, diberi ruang publikasi, diberi akses kebijakan, dimasukkan media sebagai orang terkaya, terlihat mentereng dan menjadi pujaan orang... Semua 'ideal' itu, terima kasih keluarga Akidi Tio, berantakan! Berkeping-keping seperti remah-remah roti.
BEJAT Award perlu disuarakan sebagai perlawanan terhadap kemunafikan para pejabat negara. Perlu disuarakan sebagai upaya untuk mengembalikan ketulusan demi ketulusan itu sendiri.
BEJAT Award mendekonstruksi jargon Akhlak Award. Menurunkannya sebatas semboyan belaka yang akan berakhir pada proyek demi proyek konsultan SDM berikutnya, proyek penyesuaian alat tulis kantor, proyek sosialisasi, dan utak-atik jabatan komisaris BUMN...
Kita akan katakan bahwa jargon Akhlak orang-orang itu keliru-nalar dan makan tuannya sendiri. "1 Tahun Akhlak BUMN" itu secara logika berarti baru satu tahun BUMN memiliki akhlak. Itu pun akhlak rekayasa. Selebihnya, maaf, bejat.
BEJAT juga akan mengajarkan kepada anak-anak Presiden Jokowi, jadilah setulus merpati seperti keluarga Akidi Tio. Tak perlu meniru 'akhlak palsu' dengan merintis karier yang mirip dengan sang mentor: bermain saham, jadi eksekutif perusahaan, punya klub sepakbola, dan sedikit sentuhan infotainment.
Ingat BEJAT, ingat pejabat itu!
Salam BEJAT.
(Agustinus Edy Kristianto)