Berita ini betul-betul 'menguatkan imun'. Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) pimpinan Boni Hargens menobatkan Menteri BUMN Erick Thohir (ET) sebagai menteri terbaik Kabinet Jokowi. Boni Hargens -Eks Komisaris LKBN Antara itu- menyatakan Erick terdepan dalam hal terobosan, gagasan, dan kecekatan. LPI menilai SELURUH atribut leadership ET cukup baik.
Kalau narasinya begini, layak rasanya pimpinan LPI itu menjadi komisaris BUMN. Saya pikir Istaka Karya (BUMN yang bergerak di bidang konstruksi) tempat yang cocok. Menurut dokumen eksklusif yang saya pegang berupa surat Dirut Istaka Karya tertanggal 7 Juni 2021 ke Menteri PUPR, BUMN karya itu minta dukungan Kementerian PUPR karena hampir bangkrut, terutama karena harus membayar kewajiban kepada 821 kreditur sesuai putusan PKPU sebesar Rp 601 Miliar yang sudah jatuh tempo. Bukan begitu, Pak Menteri PUPR? Perlu kita buka suratnya di sini?
Tapi hasil survei LPI itu ada blundernya juga. Bukan tidak mungkin masyarakat justru berpikir, di tengah pandemi seperti ini, ET adalah menteri terbaik dalam kabinet seorang presiden yang buruk. Ini 'penghinaan' buat Lord Jokowi. Arah angin boleh diterka, jika atribut leadership ET disebut seluruhnya baik (suatu hal yang tidak ada di diri Lord), apakah berarti ET bakal sangat layak jadi capres/cawapres 2024?
Biar waktu yang menjawab.
Saya dapat informasi, pagi tadi, ada rapat Pupuk Indonesia yang membahas nasib anak usaha PT Rekayasa Industri (Rekind). Ada kaitannya juga dengan pertanyaan anggota DPR kepada menteri terbaik dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR mengenai rencana akuisisi Rekind oleh Pertamina. Akuisisi itu mandek karena masih belum sejalan antara dewan komisaris Pertamina yang dipimpin Ahok dan direksi pimpinan Nicke Widyawati.
Materi rapat Pupuk Indonesia cukup mencengangkan. Ternyata ekuitas Rekind negatif sampai Rp1,9 triliun. Salah satu penyebabnya adalah adanya hapus buku (impairment) proyek sebesar Rp1,735 triliun.
Dari jumlah Rp1,735 triliun itu, sebesar Rp1,4 triliun adalah dari proyek pembangunan pabrik amoniak Banggai dengan PT Panca Amara Utama (PAU). Saya sudah tulis berkali-kali tentang sengketa Rekind vs PAU di status-status sebelumnya.
Ini petaka sekaligus ujian buat menteri terbaik. Sebagai Menteri BUMN, yang mewakili negara sebagai pemegang saham mayoritas di Pupuk Indonesia dan pemegang saham langsung di Rekind, ET harus berhadap-hadapan dengan kakaknya, Boy Thohir, yang menjadi Komisaris PAU. PAU dikendalikan oleh PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA), di mana Boy Thohir memegang 3,61% saham sekaligus menjabat komisaris.
Perwakilan pemegang saham negara vs kakak sendiri.
Ekuitas negatif jangan dianggap main-main. Apalagi Pupuk Indonesia mendapatkan subsidi langsung negara sebagai salah satu sumber pendapatan. Ia juga emiten obligasi, artinya ada unsur publik di situ. Apalagi juga ada penyertaan saham langsung pemerintah/NKRI di Rekind sebesar 4,97%.
Ekuitas negatif berarti modal negara sudah kemakan. Ada potensi kuat kerugian negara di situ, persis seperti yang disebutkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Atas Pengendalian Biaya dan Manajemen Proyek Tahun 2016, 2017, dan 2018 pada PT Rekayasa Industri No. 15/AUDITAMA VII/PDTT/06/2020 tanggal 10 Juni 2020 (screenshot terlampir).
BPK mencatat 4 potensi kerugian negara: 1) pencairan performance bond oleh PAU sebesar US$56 juta; 2) sisa tagihan belum dibayar PAU sebesar US$10,78 juta; 3) retensi yang masih ditahan US$50,7 juta; 4) Change Order (CO) yang belum disepakati US$18 juta.
Saya catat menteri terbaik melakukan beberapa 'manuver'. Dibuat kesepakatan antara Rekind dan PAU berupa Perjanjian Penyelesaian Terhadap Supplemental Agreement tanggal 12 Agustus 2020. Intinya jangan ada gugat-menggugat ke jalur hukum.
Lalu dilakukan penyajian kembali (restatement) Laporan Keuangan Pupuk Indonesia Tahun 2020. Laba 2019 sebesar Rp3,71 triliun di-restatement menjadi Rp2,99 triliun. Ada penghapusan (write-off) pekerjaan dalam penyelesaian kontrak konstruksi dari pelanggan yang tidak tertagih.
Sekarang, menteri terbaik mau apa lagi? Ekuitas Rekind negatif, ada potensi kerugian negara.
Kalau menteri terbaik suka membanggakan bahwa ia yang mendorong kasus Jiwasraya dibawa ke jalur hukum untuk dituntaskan, harusnya kasus dugaan kerugian negara Rekind/PAU ini juga dibawa ke jalur hukum.
Ekuitas Jiwasraya negatif, Rekind juga. Jiwasraya ada audit BPK, Rekind juga. Kerugian Jiwasraya mencapai triliunan rupiah, Rekind juga.
Jangan sampai karena ada faktor hubungan kakak-beradik antara menteri terbaik dan Komisaris PAU, urusan bisa selesai dengan jabat tangan di meja makan keluarga tanpa ada proses peradilan.
Awasi saja manuver-manuver selanjutnya. Dorongan agar Pertamina mengakuisisi Rekind secepatnya akan menguat. Berita akan diredam atau dibikin yang baik-baik saja. Lobi akan dilakukan gencar sana-sini.
Tujuannya apa? Ya, itu tadi. Biar Pertamina yang membereskan urusan ekuitas negatif Rekind itu. Nanti bisa kita saksikan bersama di mana posisi Ahok dalam hal ini.
Tapi pertunjukan yang besar bagi masyarakat adalah melihat hukum diperlakukan sama bagi setiap warga negara.
Jika Nenek Minah yang kedapatan mencuri 3 butir kelapa untuk makan dalam kondisi lapar, diadili di pengadilan, mengapa bos-bos Pupuk Indonesia, Rekind, PAU tidak?
Memangnya negara ini punya nenek, Lu--mengutip istilah Ahok.
Salam Menteri Terbaik.
(Agustinus Edy Kristianto)