Coba Ibu Mensos Tri Rismaharini berhenti dulu ngomel-ngomelnya. Teliti dulu rencana penyaluran bansos via fintech mulai 17 Agustus 2021. Kelihatannya terobosan tapi bagi saya itu BISNIS MENGGIURKAN.
"Melalui fintech, penyaluran bansos menjadi lebih akurat, efektif, dan efisien. Sehingga menutupi kekurangan penyaluran bansos secara MANUAL yang terkadang tidak tepat sasaran," kata Risma, Jumat (23/7/2021).
Fintech-nya siapa saja, tidak disebut. Tapi kabarnya LinkAja (Telkom), salah satunya, dan akan ditambah fintech swasta.
Ketua Umum Dewan Pengurus Aftech Pandu Patria Sjahrir mengatakan mekanisme penyaluran bansos melalui fintech akan mirip dengan penyaluran dana Kartu Prakerja. "Pemanfaatan platform fintech yang disinergikan dengan E-WARUNG dapat membantu Kemensos untuk menyalurkan bantuan secara langsung dan tepat sasaran. Bahkan, fintech dapat melacak aktivitas penggunaan dana yang diberikan."
Dana bansos itu jumbo. Tapi lihat dua jenis ini yang kemungkinan pakai fintech. Program Keluarga Harapan (PKH) Rp42,37 triliun untuk 10 juta keluarga (40 juta orang); Kartu Sembako Rp49,89 triliun untuk sekitar 18,8 juta keluarga (75,2 juta orang).
1. Hati-hati membaca pernyataan Pandu. Dia dalam posisi tidak bebas kepentingan. Dia keponakan Menko Marives Luhut Pandjaitan (Koordinator PPKM); pemegang saham Bukalapak; Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satu tempat Bukalapak akan IPO; Komisaris GoTo; dan Komisaris Utama Sea Group Indonesia (Shopee dan Garena);
2. Lebih berhati-hati lagi kalau dia bicara e-Warung. Pemain terbesar e-Warung itu Bukalapak (selain Go-To, GrabKiosk, Warung Pintar, dan LinkAja). Dia punya jaringan 7 juta warung (MITRA) di Indonesia. Dia pegang riset Frost & Sullivan yang memperkirakan pandemi Covid-19 akan mempercepat penggunaan teknologi UMKM dari saat ini yang hanya 16%. Dia sudah hitung dengan dorongan pemerintah yang kuat untuk mempromosikan digitalisasi, ecommerce di kota tingkat 2 dan tingkat 3 akan naik. Dia sudah prediksi pasar e-warung/O2O (Online to Offline) 2025 mencapai US$55,4 miliar (Rp775 triliun);
3. Lihat Prospektus Bukalapak. Satu dari tiga segmen pendapatan Bukalapak adalah pendapatan mitra. Tahun 2020 naik 169,9% dari tahun sebelumnya, yaitu Rp198,8 miliar. Itu didapat dari KOMISI penjualan produk fisik oleh pedagang dan principal FMCG (Fast-Moving Consumer Goods) ke Mitra di platform Mitra Bukalapak; dan KOMISI atas penjualan produk oleh mitra kepada pelanggan; serta penyediaan layanan logistik ke mitra;
4. Penyaluran bansos selama ini tidak manual juga. Lihat Permensos 20/2019 tentang Penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai. Di situ sudah ada e-warong, yaitu agen bank, pedagang dan/atau pihak lain yang telah bekerja sama dengan Bank Penyalur (Himbara) dan ditentukan sebagai tempat penarikan/pembelian Bansos oleh penerima bansos bersama bank penyalur. Penerima WAJIB belanjakan seluruh dana bantuan di rekening e-wallet untuk beli barang di e-warong. Tidak bisa ditarik tunai.
Buat apa lagi pakai Bukalapak dkk. Coba pikir.
Masalahnya, nanti mau pakai e-warung yang ini atau punyanya Bukalapak? Memang warungnya beda? Hitungan saya lebih dari 70% jaringan warung di Indonesia dikuasai jaringan Bukalapak, GoTo dkk.
Mau tahu gak e-Warung, uang digital dll, itu konsep bisnis yang di belakangnya ada permainan taipan (tak usah saya sebut), kira-kira 2010 muncul, bahkan sampai ada pembicaraan khusus Temasek soal ini. Dulu mau masuk lewat Kartu Halo, Indomaret, dan warung-warung. Ada peran seorang Deputi Gubernur BI juga.
5. Tidak usah jadikan penyaluran Prakerja sebagai tolak ukur. Siapa bilang Prakerja sukses.
Prakerja cuma mengakali dana bantuan pelatihan Rp1 juta/orang di rekening virtual untuk membeli video pelatihan di platform digital (Bukalapak dkk), di mana ada komisi/biaya jasa 15% untuk platform digital. Setelah beli video pelatihan dan isi survei baru dapat Rp600 ribu/bulan selama 4 bulan, setelah menyambungkan rekening di BNI, OVO, Gopay, Dana, yang mana memerlukan upgrade ke aplikasi premium dan verifikasi data (upload KTP + foto), yang artinya platform mendapatkan data pelanggan/users baru yang nantinya bisa dimonetisasi termasuk untuk ditawari pinjol! Belum lagi ada biaya administrasi untuk transfer/transaksi.
Data users dan aktivitas transaksi itu akan dikalikan dengan pengali tertentu untuk ditawarkan sebagai valuasi ketika mau IPO/divestasi, dan digembar-gemborkan di media dan saluran milik grup media Anda sendiri atau blocking iklan supaya masyarakat percaya Anda hebat;
6. Tidak usah aneh-aneh beristilah, benahi saja e-warung dan mekanisme penyaluran yang ada, tidak usah libat-libatkan fintech swasta penanaman modal asing itu. Kalau ada yang korup, ya ditindak. Macam Mensos lama dari banteng itu.
Jika tidak, ya begini ceritanya: negara taruh uang di fintech tersebut (mirip dengan memberikan pinjaman tanpa bunga ke mereka). Disalurkan ke masyarakat dalam bentuk rekening e-wallet. Masyarakat beli barang di e-warung jaringan fintech itu sendiri. Duitnya putar-putar di situ saja.
Fintech dapat komisi penjualan pemasok barang dari pedagang/prinsipal ke warung. Dapat juga komisi dari penjualan warung ke masyarakat. Dapat juga dari layanan logistik prinsipal ke warung.
Kebijakan dipegang, data prinsipal/pemasok barang dipegang, data warung dipegang, data penerima bansos dipegang, duit dipegang, sistem IT dipegang... kurang apa lagi berkah dari pandemi buat fintech?
Tinggal atur pembagian 'gizi' pejabat-pejabat buat proteksi kebijakan supaya model bisnis ini licin.
Kebangetan betul, bansos masih diolah juga, bos.
Bu Mensos, jangan libatkan mereka dalam penyaluran bansos ini.
Lihat contoh Prakerja. Betapa menjijikkan cara mengambil keuntungannya.
Awas partnership. Kita yang partner, mereka yang sip!
Salam Cuan Pandemi.
*Tambahan:
Ada yang bilang: "Agustinus tidak pernah percaya niat baik pemerintah."
Jawab: "Tidak! Saya tidak percaya niat. Saya percaya bukti."
(Agustinus Edy Kristianto)