[PORTAL-ISLAM.ID] Terdakwa Habib Rizieq Shihab mengajukan banding dalam dua kasus yang menjeratnya, yaitu kasus kerumunan Petamburan (vonis 8 bulan penjara) dan kasus RS Ummi (divonis 4 tahun penjara). Sementara pihak Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding pada kasus kerumunan Megamendung dimana Habib Rizieq hanya divonis denda Rp 20 juta (tanpa penjara).
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta telah menurunkan tiga hakim untuk menentukan nasib Habib Rizieq di tingkat banding.
Dilansir detikcom, berdasarkan website PT Jakarta, Jumat (30/7/2021), tiga hakim akan mengadili Habib Rizieq, yaitu Sugeng Hiyanto, Tony Pribadi, dan Yahya Syam. Ketiganya merupakan hakim tinggi senior yang sudah puluhan tahun mengadili berbagai perkara.
Sugeng dilahirkan di Banjarnegara pada 3 Mei 1960. Dia sudah malang melintang di berbagai pengadilan di Indonesia. Seperti Ketua Pengadilan Negeri (PN) Nunukan (2006), hakim PN Semarang (2009-2011), Ketua PN Samarinda (2013-2015), hakim tinggi PT Makassar (2017-2019), dan masuk ke Jakarta sebagai hakim tinggi pada Maret 2019 hingga hari ini.
Saat berdinas di PN Semarang, Sugeng menjadi ketua majelis kasus perusakan dan pengeroyokan dalam kerusuhan yang terjadi di Temanggung pada 8 Februari 2011. Dalam kerusuhan itu, sejumlah fasilitas umum dirusak dan dibakar massa. Di antaranya gedung PN Temanggung, dua gereja, dan satu sekolah Kristen. Selain itu, enam motor dan tiga mobil yang ada di area gereja dibakar.
Oleh Sugeng, tujuh terdakwa kerusuhan Temanggung divonis 5 bulan penjara.
Saat di Samarinda, Sugeng menjadi ketua majelis gugatan warga negara yang tergabung dalam Gerakan Samarinda Menggugat (GSM). Warga menggugat Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur Kaltim, Wali Kota Samarinda, dan DPRD Samarinda terkait aktivitas tambang batu bara di Samarinda dan dampak yang ditimbulkannya.
Hasilnya, Sugeng dan dua anggota majelis hakim menilai tergugat telah lalai untuk menyediakan lingkungan yang sehat bagi warga negaranya.
"Tergugat telah lalai untuk menyediakan lingkungan yang sehat untuk kepentingan umum. Memerintahkan tergugat untuk menyediakan lingkungan hidup yang sehat," ujar Sugeng pada Juli 2014.
Adanya korban jiwa warga Samarinda akibat tenggelam di kolam bekas tambang yang tidak direlokasi hingga banjir lumpur di sejumlah wilayah di Samarinda menjadi pertimbangan majelis hakim. Sementara itu, tergugat membela diri dengan menyebut curah hujan yang sangat tinggi. Menanggapi putusan itu, juru bicara penggugat Merah Johansyah menyambut baik putusan majelis hakim. Namun dia akan segera meminta salinan putusan lengkap dari majelis.
"Artinya warga Samarinda berhak menggugat pemerintah apabila hak-haknya dirampas. Kita akan meminta segera salinan putusan yang lengkap agar kita tahu bagian gugatan mana yang tidak dikabulkan. Ini sejarah, kita warga Samarinda sudah bosan dengan debu, bosan dengan banjir. Kita akan tagih putusan ini dilaksanakan tergugat atau tidak sesuai dengan jaminan konstitusi. Sekali lagi ini sejarah buat kita semua," kata Merah.
Adapun Tony menjadi hakim tinggi PT Jakarta sejak Desember 2020 dan sebelumnya adalah hakim tinggi PT Pekanbaru.
(Sumber: Detikcom)