Hari ini, sudah tidak penting lagi sebuah negara punya flag carrier. Alias punya maskapai penerbangan nasional. Silahkan cek sendiri datanya, sudah banyak negara-negara besar yang tidak lagi memilik 100% kepemilikan atas perusahaan penerbangan. Bahkan banyak yang 0% saja. Ayo, cari sendiri sana datanya, sebelum ikutan komentar.
Buat apa sih negara punya penerbangan nasional? Punya perusahaan listrik nasional okelah, punya perusahaan telekomunikasi nasional baiklah, punya perusahaan minyak nasional juga masuk akal. Penerbangan? Boleh jadi hanya berkisar 45-50% saja penduduk Indonesia yang pernah terbang. Dan dari angka itu, paling hanya 20% saja penduduk Indonesia yang pernah naik Garuda. Sisanya? Mereka tidak pernah diuntungkan sama sekali dengan keberadaan maskapai nasional tsb.
Lantas buat apa Indonesia punya maskapai nasional?
Iya kalau perusahaan ini memberikan keuntungan. Ngasih duit ke negara. Catat baik-baik, bahkan sejak jaman Merpati dulu, yang ada malah lebih banyak menghabiskan waktu, tenaga, pikiran juga uang untuk maskapai nasional ini. Lebih-lebih, coba tengok laporan keuangan Garuda sekarang. 70 trilyun utangnya telah jatuh tempo dari total 140 trilyun. Siapa yang akan bayar utang sebanyak itu? Kalau Garuda ditalangin, dibantu, itu duit siapa loh? Belum lagi, coba cek: Garuda itu tiket paling mahal. Duh, percuma punya maskapai nasional, tiket paling muahal. Kagak ada gunanya untuk akses dan keadilan terbang. Mahal iya.
Coba jumlahkan semua uang negara yang pernah diberikan ke Merpati, Garuda selama dua perusahaan ini berdiri. Ayo, silahkan ditotal. Itu tidak sedikit. Mau ditambah berapa banyak lagi? Seolah negara ini kaya sekali. Mending uang itu buat pendidikan, kesehatan, dkk.
Punya maskapai penerbangan nasional atau tidak, itu sama sekali tidak ada korelasinya dengan kebanggaan, lah, negara-negara raksasa di luar sana santai saja tidak punya maskapai nasional. Jadi kurang bangga mereka? No way. Mereka serahkan urusan itu ke perusahaan swasta saja. Biarkan kompetisi berjalan. Yang bobrok, silahkan mati. Yang kuat, bisa bertahan hidup.
Jadi, dalam situasi kecamuk utang Garuda 70 trilyun yang jatuh tempo ini, tolong berhentilah menjual kecap soal kebanggaan punya maskapai nasional. Di dunia ini, tinggal negara-negara berkembang saja yang maksa punya 80% lebih saham di perusahaan penerbangan nasional. Sebagian besar negara sudah sejak lama menjual saham2nya tsb. Bye.
Karena sekali lagi, siapa sih penduduk Indonesia yang pernah naik Garuda? Karena jika hanya 20%, kenapa jadinya 100% penduduk Indonesia harus ikut mikirin utangnya yang 70 trilyun jatuh tempo Mei 2021? Pikirkanlah sebelum pejabat2 heroik sekali menyelamatkannya.
Pun sama, saat pejabat-pejabat heroik sekali menalangi ini, itu. Sesekali pikirkanlah, itu perusahaan hanya bermanfaat bagi segelintir orang, kok kenapa 250 juta penduduk Indonesia harus ikut nalangin?
[fb Tere Liye]