Dulu saya pernah bilang jangan anggap main-main pengangkatan Abdee Slank sebagai Komisaris Independen Telkom. Bukan masalah gitar atau konten, masalahnya adalah dia nanti akan jadi Komite Audit.
Betul kan. Berdasarkan pengumuman di bursa tanggal 9 Juni 2021, Komite Audit terbentuk. Abdee jadi anggota. Ketuanya adalah Bono Daru Adji (mantan Managing Partner Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners/AHP).
Makanya bagi saya pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir yang menyebutkan bahwa musisi naik kelas dengan menjadi Komisaris BUMN adalah pernyataan yang cenderung melecehkan musisi (secara tidak langsung).
Persoalannya bukan karena perbedaan strata antara musisi dan komisaris melainkan siapa saja asal memenuhi syarat independen, berintegritas, dan kompeten menjalankan tanggung jawab sebagai komisaris, dia naik kelas.
Berarti supaya Abdee naik kelas, dia harus menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan baik sebagai Komite Audit. Tugasnya berat. Selain menelaah laporan keuangan, hasil audit internal, manajemen risiko, ketaatan terhadap peraturan, dia juga wajib menelaah potensi benturan kepentingan di tubuh Telkom (Peraturan OJK No. 55/POJK.04/2015).
Berhubung lagi ramai tentang gerak liar harga saham-saham perusahaan teknologi/digital, pertanyaannya adalah apakah tiupan balon Bank Jago (ARTO) ada hubungannya dengan ‘investasi’ Telkomsel di PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek)?
Sebelum jauh melangkah, coba kita cek fakta yang terdekat saja dulu. Bagaimana bisa Ketua Komite Audit PT Telkom (Bono Daru Adji) adalah managing partner kantor hukum yang menjadi konsultan hukum Gojek ketika melakukan merger dengan Tokopedia (Mei 2021). Padahal ia nanti memimpin pemeriksaan terhadap keuangan Telkom yang di dalamnya ada transaksi antara Telkomsel (perusahaan terkendali Telkom) dan Gojek sebesar Rp6,4 triliun (16 November 2020 dan 21 Mei 2020).
Coba saja surati OJK karena ini berpotensi melanggar Pasal 21 Ayat (2) huruf d Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014. Komisaris Independen tidak boleh mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha emiten.
Belum lagi jika kita tarik ke atas tentang potensi benturan kepentingan antara Menteri BUMN (sebagai wakil pemegang saham negara di Telkom) dan Boy Thohir (kakak) sebagai Komisaris Gojek.
Tapi, ya, saya tahu dalihnya: anak perusahaan BUMN bukanlah BUMN. Karena bukan BUMN maka bukan termasuk keuangan negara. Makanya BPK tidak bisa mengaudit. Jika pun ada kerugian, bukan berarti korupsi melainkan business loss (kerugian bisnis).
Tamengnya saat ini adalah Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung No. 10/2020: kerugian yang timbul pada anak perusahaan BUMN/BUMD yang modalnya bukan bersumber dari APBN/APBD atau bukan penyertaan modal dari BUMN/BUMD dan tidak menerima/menggunakan fasilitas negara, bukan termasuk kerugian keuangan negara.
Makanya saya intip ada uji materiil di MK yang baru tahap pemeriksaan pendahuluan (26/PUU-XIX/2021) yang diajukan Muhammad Helmi Kamal terhadap UU BPK. Mantan Presdir Dana Pensiun Pertamina itu merasa dirugikan haknya karena divonis korupsi padahal menurut dia Dapen Pertamina bukanlah keuangan negara.
Tapi capeklah kita berdebat di area situ. Saya ingat pengalaman kritik Kartu Prakerja. Duit Rp5,6 triliun biaya pelatihan yang terang-terang dari APBN, yang kemudian ditaruh sebagai saldo virtual di rekening para peserta, lalu ditransfer langsung ke rekening perusahaan platform digital untuk membayar pembelian video pelatihan saja dianggap bukan uang negara tapi uang peserta! Aneh kan Indonesia.
Kita pakai pikiran awam saja. Dipakai apa duit Rp6,4 triliun itu (kira-kira) oleh Gojek? Ini area gelap. Gojek masih perusahaan privat. Kita tidak bisa akses laporan keuangannya. Bahkan kita tidak bisa pastikan apa jenis transaksi antara Telkomsel dan Gojek itu.
Di Laporan Keuangan TLKM 2020 disebut “Obligasi Konversi Tanpa Bunga”; di Jawaban TLKM ke bursa disebut “Perjanjian Investasi” dan “Penyertaan Modal”; di Akta PT AKAB sudah terjadi peralihan/pencatatan kepemilikan saham atas nama Telkomsel Seri P sebanyak 89.125 lembar/Rp44,56 miliar. Yang mana yang betul? Ini saham atau obligasi? Apa tujuannya tanpa bunga?
Tapi yang jelas setelah suntikan pertama pada 16 November 2020 sebesar US$150 juta, Gojek tancap gas melakukan aksi. Sampai hari ini kita dibuat tercengang. ARTO yang harga IPO-nya tahun 2016 cuma Rp132, sekarang sudah Rp14.075/lembar. Perusahaan yang selalu rugi sejak berdiri ini punya kapitalisasi pasar Rp195 triliun. Pertanyaannya adalah Gojek masuk di harga berapa?
Gojek masuk di Rp1.150 pada 18 Desember 2020. Dia pakai kendaraan PT Dompet Karya Anak Bangsa (Gopay). Gopay dikendalikan oleh PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (+90%). Pemegang saham Gopay selain PT AKAB adalah Nadiem Makarim sang Mendikbud.
Jadi di ARTO, Gopay punya 21,4% (2,9 miliar lembar). Kekayaan dia sekarang berarti sekitar Rp40 triliun!
Pengendali ARTO adalah PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia. Saham mayoritas dikuasai Jerry Ng.
Suntikan kedua Telkomsel sebesar US$300 juta pada 21 Mei 2021. Selanjutnya kita tahu terjadi merger Gojek-Tokopedia menjadi GoTo.
Panjang dan ruwet. Meskipun jika di berita-berita kita nikmati yang bagus-bagusnya saja: ekonomi digital masa depan, inklusi keuangan, potensi profit… Kenaikan pesat ARTO adalah sentimen positif masuknya GoTo di situ.
Jika sentimen dianggap sebagai faktor yang memberikan nilai tambah pada kekayaan perusahaan, berarti bisa kita anggap sentimen adalah aset. Telkomsel bisa jadi cuma sebuah nama warnet di kampung kecil jika ia bukan anak perusahaan BUMN Telkom.
Bagi saya situasi permainan belakangan ini sudah sangat parah. Orang tidak lagi punya moral dan rasa malu.
Hari ini ada berita pejabat BUMN cuci uang US$3,7 juta lewat perusahaan cangkang di Singapura. Uang itu ditransfer ke rekening pejabat anak usaha BUMN dengan keterangan “Gift From God Father”.
Ada pejabat Kemenkeu menjadi Komisaris Antam sekaligus dia trading saham Antam. Dia beli di 2.500, jual beberapa hari kemudian Rp2.850 (Februari 2021).
Komisaris Utama TLKM tidak tanggung-tanggung merangkap pula (per hari ini) Komisaris Astra. Astra juga pemegang saham Gojek.
Bisa jadi ada banyak contoh serupa…
Jadi keuangan negara itu apa? Apa manfaatnya buat masyarakat dengan adanya aturan yang menegaskan keuangan anak BUMN bukan keuangan negara? Aturan itu cuma berguna buat para pemain/pelaku. Dipakai celah untuk mengakali uang negara.
Perlu ada perubahan mindset dan aturan. Definisi ‘keuangan negara’ sudah tidak bisa lagi menampung lihainya permainan. ‘Keuangan negara’ harusnya diartikan lebih luas tidak sekadar uang, penyertaan saham, tapi menyangkut hal-hal lain seperti fasilitas, jaminan, jabatan, akses informasi, networking, reputasi, brand… sebagai keseluruhan yang disebut kekayaan negara. Sebab nyatanya itu semua bisa diperdagangkan di dunia nyata.
Kembali ke Abdee, karena tantiem di Telkom besar (mungkin tembus Rp20 miliar), saya pikir dia harus bertindak keras terhadap korupsi dan penyelewengan di Telkom, supaya bisa disebut naik kelas.
Jangan malah larut dalam permainan.
Salam Ikan Cupang.
(By Agustinus Edy Kristianto)