[PORTAL-ISLAM.ID] GAZA - Bercampur antara sambutan rakyat dan keramahan resmi, dan dengan indikasi-indikasi politik tersembunyi, Gaza menerima kedatangan Mayor Jenderal Abbas Kamel, mewakili Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, Senin (31/5/2021).
Kunjungan kepala Intelijen Mesir ini dilakukan setelah 4 kali kunjungan bolak-balik ke Gaza yang dilakukan oleh delegasi keamanan Mesir sebagai bagian dari upaya untuk menetapkan gencatan senjata antara pendudukan penjajah Israel dan perlawanan Palestina.
Dimensi politik hadir dalam kunjungan pertama Abbas Kamel sejak dia menjabat sebagai kepala intelijen Mesir. Selain sebagai kepala aparatur terpenting di Mesir, dia adalah mantan direktur kepresidenan dan wakil pribadi al-Sisi. Oleh karena itu, kunjungan tersebut dipandang sebagai pembukaan politik dengan Gaza dan Hamas, setelah hubungan baik yang dibangun dalam beberapa tahun terakhir dalam kerangka keamanan.
Abbas Kamel tiba di Gaza melalui pos perlintasan Beit Hanoun/Erez, dan bertemu dengan pimpinan Hamas dan ketua gerakan di Gaza, Yahya Sinwar. Sinwar menyambut kedatangan Kamel, sebelum mengadakan pertemuan komprehensif dengan faksi-faksi Palestina.
4 masalah dibahas dalam pertemuan
Sumber-sumber terkait menegaskan bahwa ada empat masalah yang dibahas baik dalam pertemuan tersendiri dengan Hamas maupun dalam pertemuan yang diperluas dengan faksi-faksi Palestina. Yaitu menstabilkan gencatan senjata, menata internal Palestina, merekonstruksi Gaza, dan masalah pertukaran tawanan.
Dalam konteks ini, Khalil al-Hayya, wakil ketua Hamas di Gaza, mengatakan dalam konferensi pers setelah pertemuan dengan Abbas Kamel, "Kami membahas beberapa masalah, yang paling penting adalah keharusan mewajibkan penjajah Israel untuk menghentikan agresinya di Gaza, Yerusalem, Sheikh Jarrah dan semua wilayah Palestina, agar mengendalikan kekerasan para pemukim pendatang Israel terhadap rakyat Palestina, dan agar mencabut blokade atas seluruh Gaza.
Al-Hayya menambahkan bahwa pembicaraan dengan Abbas Kamel membahas "penataan internal Palestina dan menyetujui strategi nasional untuk berdiri di hadapan dunia dengan visi strategis untuk mengambil kembali hak-hak kami."
Pengorbanan besar yang dilakukan oleh Gaza, selama pertempuran 'Saif al-Quds' yang meletus pada 10 Mei 2021 lalu, dalam rangka untuk membela al-Quds. Agresi berhenti setelah berlangsung selama 11 hari. Jalur Gaza telah mempersembahkan 258 syuhada, termasuk 66 anak-anak, 39 wanita, dan 17 orang tua. Di samping itu hampir dua ribu orang terluka. Serta penghancuran besar-besaran pada rumah, sarana dan prasarana. Sementara itu sebanyak 13 orang Zionis tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Denyut rakyat
Terlepas dari pentingnya dimensi politik dari kunjungan tersebut, dan harapan untuk itu, warga Gaza, yang dengan hangat menerima kedatangan delegasi Mesir, menantikan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka, termasuk penderitaan parah yang mereka alami di gerbang perlintasan Rafah, gerbang perlintasan Gaza-Mesir yang menghubungkan masyarakat Gaza dengan dunia luar.
Ahmed Rashad, warga Gaza berusia 48 tahun kepada koresponden Pusat Informasi Palestina mengatakan bahwa perjalanan menjadi lebih mudah dari sebelumnya ke dan dari Mesir melalui gerbang penyeberangan Rafah, tetapi ada beberapa kendala, yaitu lamanya jam tunggu yang dihabiskan mereka yang melakukan perjalaman melalui perlintasan, yang membebani mereka yang melakukan perjalanan.
Kasus perjalanan ke dan dari Gaza sebagian besar merupakan kasus darurat, karena perjalanan yang dilakukan adalah untuk tujuan pengobatan, pendidikan atau pekerjaan, dan Anda jarang menemukan orang yang bepergian untuk pariwisata atau hal-hal sekunder, seperti yang terjadi di sebagian besar negara di dunia.
Warga Gaza yang lain, Iman (seorang wanita), mengatakan bahwa perjalanan melalui penyeberangan Rafah adalah siksaan yang nyata dan kenyataan itu tidak berlebihan. Dia menambahkan, "Saya tidak dapat menggambarkan kepada Anda keadaan saat-saat ketika saya membawa putri saya yang sakit dari Bandara Kairo ke penyeberangan Rafah, kami merasakan kepahitan, kematian dan penghinaan dalam segala bentuk dan warnanya."
Dia mengatakan, "Jika Mesir ingin mendukung Gaza, maka harus membuka penyeberangan Rafah dan memberikan kemudahan yang nyata. Agar mengakhiri dan menghilangkan semua hambatan dan prosedur ketat yang dibuat di jalan mereka yang melakukan perjalanan selama perjalanan yang pada dasarnya memang sudah sangat berat."
Naim, pemuda berusia 28 tahun yang sedang menyelesaikan studi di universitas internasional, ini setuju bahwa dia tidak melihat jalan yang sulit untuk dilalui seperti halnya perjalanan dari Mesir ke Gaza dan sebaliknya, akibat langkah-langkah keamanan yang ketat. Dia menggambarkan langkah-langkah tersebut sebagai "berlebihan" dan bertujuan untuk mempermalukan orang-orang Palestina.
Pemuda Palestina ini menyerukan pentingnya para pemimpin perlawanan bersama dengan para pemimpin Mesir dan kepala intelijen Mesir, menyepakati tentang mekanisme dan strategi perjalanan baru untuk mengakhiri penderitaan yang sudah berlangsung selama bertanun-tahun dialami mereka yang melakukan perjalanan dari Gaza ke Mesir atau sebaliknya. (PIP)