[PORTAL-ISLAM.ID] Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Sunanto, secara tegas tidak setuju terkait wacana tiga periode kepemimpinan presiden.
Cak Nanto, demikian ia biasa disapa, menganggap Presiden Joko Widodo akan menjadi sosok negarawan jika berkomitmen nyata menolak wacana jabatan tiga periode.
“Bangsa Indonesia hari ini defisit negarawan. Jokowi akan menjadi negarawan jika tetap memegang teguh sikapnya untuk cukup dua periode saja,” kata Cak Nanto melalui keterangan tertulis, Minggu (27/6/2021).
Bagi Cak Nanto, Indonesia sudah seharusnya belajar banyak pada sejarah masa lalu yang kelam dengan kepemimpinan oligarki Presiden Soeharto selama 32 tahun. Dirinya tak ingin matinya demokrasi kembali terjadi dalam wajah yang baru.
“32 tahun Pak Harto berkuasa, lantas apa yang terjadi? Demokrasi mati, fundamental ekonomi rapuh, oligarki tumbuh subur. Mereka yang kaya adalah mereka yang berada di lingkaran Soeharto,” ungkap Cak Nanto.
Alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta itu lantas mengutip keteladanan dari sosok Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang memahami makna dan amanat konstitusi serta mengamalkannya.
Menurut Cak Nanto, Gus Dur telah memberi contoh untuk menempatkan konstitusi di atas hasrat pribadi.
“Pendidikan politik ala Gus Dur ini memberikan contoh bahwa seorang negarawan itu harus siap menerima dan melepaskan,” pungkasnya.
Diketahui, Sekretariat Nasional Jokowi-Prabowo Subianto (JokPro) 2024 telah resmi dilaunching pada Sabtu 19 Juni 2021 yang bermarkas di Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Gerakan relawan ini dimotori oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari yang didapuk sebagai penasehat JokPro 2024.
Komunitas ini merupakan wadah dari beberapa pihak yang menyambut baik gagasan Presiden Jokowi bisa menjabat tiga periode. Tujuannya agar tidak terjadi polarisasi masyarakat seperti di Pilpres 2019.
Bahkan kata Qodari, masalah polarisasi di tahun 2024 itu kecenderungannya akan semakin menguat, lebih kuat dibandingkan 2014 dan 2019.
Tak ada jalan lain selain menggabungkan dua tokoh merupakan representasi terkuat masyarakat Indonesia yaitu Prabowo dan Jokowi, sehingga polarisasi itu tidak terjadi. (endra/fajar)