[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung dengan terpidana Habib Rizieq Shihab dkk. Dalam dua perkara tersebut Habib Rizieq divonis 8 bulan penjara dan denda Rp20 juta.
Terkait hal ini, pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, langkah JPU tersebut terkesan hanya ingin memanjang-manjangkan persoalan.
"Terlihat betul JPU sangat bernafsu mengandangkan Habib Rizieq. Karena kenapa? Sebenarnya kalau kita melihat fakta-fakta persidangan, kebetulan saya menjadi saksi ahli, baik di Megamendung, Petamburan maupun di RS Ummi. Sesungguhnya kita tahu bahwa banyak fakta yang tak terbukti. Banyak fakta yang tidak bisa membuktikan tuntutan dari JPU," kata Refly melalui unggahan video di akun youtube-nya, Senin (31/5/2021) malam.
Refly menjelaskan, sebagai contoh, tudingan Jaksa terkait penghasutan yang akhirnya majelis hakim tidak menggunakan Pasal 160 penghasutan tersebut. Demikian penggunaan pasal-pasal lainnya termasuk Undang-undang Organisasi Masyarakat atau Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017, juga tidak digunakan oleh Majelis Hakim.
"Nah satu-satunya yang digunakan dalam keputusan Hakim adalah Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Undang-undang ini kita sebut dengan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) yang dalam sidang pun saya mengatakan unsurnya tak terpenuhi juga. Tentunya, rupanya hakim tentu tidak mau melihat JPU atau penegak hukum yang barangkali instrumen-instrumen kekuasan kehilangan muka. Kemudian tetap dihukum walaupun hukumannya ringan," katanya.
Refly kemudian memandang, apabila JPU banding dengan perspektif bahwa Habib Rizieq telah melakukan kejahatan dalam protokol kesehatan. Maka sesungguhnya sangat aneh. Sebab banyak pihak yang melakukan pelanggaran prokes yang sama namun tidak diseret ke pengadilan sebagaimana perlakuan terhadap Habib Rizieq.
"Ya termasuk Presiden Jokowi misalnya, yang terbaru Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak. Dan banyak pihak lainnya termasuk menantu dan putra Presiden Jokowi sendiri yang disebutkan secara blak-blakan secara jelas oleh Habib Rizieq dalam pembelaanya (pledoi-pledoinya)," katanya.
Untuk itu, Refly menilai kasus Megamendung dan Petamburan seharusnya sudah selesai dengan menerima keputusan Majelis Hakim. Sehingga energi JPU tidak dihabiskan untuk mengejar Habib Rizieq dengan pasal-pasal yang dinilainya sangat konyol.
"Saya sebenarnya berharap (selesai) ya dan ini ideal. Ya Habib Rizieq kalau pun dihukum ya dihukum dalam 8 bulan itu ideal. Setelah itu silakan dia mungkin bisa dibebaskan, tapi ya kita tahu JPU tidak bertindak mandiri ya. Mungkin dia bertindak atas perintah. Kita tidak tahu mudah-mudahan ujungnya baik ya," ujar pria asal Sumatera Selatan itu.
Sebelumnya, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Timur Alex Adam Faisal mengatakan, JPU telah mengajukan banding untuk perkara nomor 221, 222, dan 226. Perkara nomor 221 merupakan berkas untuk terdakwa Habib Rizieq dalam kasus kerumunan saat acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya.
Sedangkan perkara nomor 222 merupakan berkas untuk lima mantan petinggi Front Pembela Islam (FPI), yaiti Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Al Habsyi dan Maman Suryadi dalam kasus sama.
Sementara perkara 226 merupakan berkas untuk Rizieq dalam kasus kerumunan warga di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Megamendung Markaz Syariah, Megamendung, Kabupaten Bogor.
"Tanggal 28 Mei 2021, Jaksa (Penuntut Umum) menyatakan banding terhadap perkara 221, 222, 226," kata Alex Adam Faisal saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (31/5/2021).
(Sumber: Sindonews)