Dari Twit Habib Abubakar Assegaf:
1. Kita sering mendengar ungkapan dari tokoh-tokoh NU “Bahwa Aqidah Ahlussunnah waljamaah” (Aswaja) tidak akan kokoh jika tidak diwadahi dalam jam’iyyah/ormas, tentunya yang dimaksud disini adalah NU.
2. Saya tidak dalam posisi menyalahkan para pembuat penyataan ini, namun sayangnya narasi-narasi seperti ini justru menimbulkan “ta’assub” (fanastisme berlebihan) yang tidak semestinya, hingga keluar kalimat: “kalau ga NU salah semua”.
3. Padahal “Ta’assub” semacam ini justru ditentang/dilarang oleh pendiri NU sendiri Hadrotusyyekh KH Hasyim Asy’ari Rahimahullah dalam risalahnya.
Abubakar Assegaf
4. Yang menggelitik hati saya “Benarkah tanpa NU Ahlussunah waljamaah akan runtuh?” Dengan memberi contoh apa yang terjadi di Timur Tengah?
5. Apakah konflik yang terjadi di Timur Tengah itu karena Ahlussunah waljamaah tidak punya ormas? Atau karena faktor lain? Politik misalnya?
6. Lalu saya kembali bertanya, apa yang kita rasakan saat ini? Apa kita merasakan kehadiran NU sebagai penyelamat Aqidah ummat? Sebagai pemersatu untuk izzul Islam walmuslimin sebagaimana cita-cita para pendirinya?
7. (Maaf) yang saya rasakan saat ini jam’iyyah yang didirikan para ulama’ 2 yang mahfudzin itu kini telah sering dikeluarkan dari khittohnya karena ulah para oknum yang menjadi penumpang gelap dan menjadikannya hanya sebagai alat kepentingan duniawi semata.
8. Setidaknya semoga saja NU masih bersih dari oknum-oknum yang menyusupkan pemahaman-pemahaman menyimpang, seperti liberalisme, syiah, dst.
9. Saya disini ingin menyampaikan: Salah seorang ulama besar KH Achmad Qusyairi bin Siddiq, mertua KH Abdul Hamid (Mbah Hamid) Pasuruan Rahimahullah, ternyata salah satu ulama yang menolak bergabung di NU.
10. Berikut ini penolakan KH Ahmad Qusyairi bin Siddiq untuk gabung di NU yang beliau sampaikan dalam beberpa bait syiirnya: (dan ini mungkin jarang tersampaikan)
11. [Terjemahan] Aku meminta maaf kepada orang-orang yang disebut ulama di sebuah perkumpulan yang disebut 'Nahdhatul Ulama'.
Karena aku bukan termasuk mereka, demi Allah, bahkan aku bukan orang yang pantas disebut ulama.
12. Karena, sejatinya ulama adalah khusus orang-orang seperti yang disifati oleh Allah dengan sifat khosyyah dan taqwa, dengan kata 'innama' (hanya).
Itu permohonan maaf dari Ibnu Shiddiq kepada para ulama dan disetujui oleh banyak kiai-kiainya yang mulia.
13. Terjemah bait-bait syiir itu tidak saya kurangi/tambahi. Adakah yang berani menyatakan beliau salah karena tidak mau gabung di NU? Atau ada yang berani meragukan ke Aswajaan beliau karena tidak gabung di NU? Ada yang berani meradikalkan beliau?
14. Perhatikan bait-bait syiir beliau, disana ada tawadhu’ (iya), tapi saya juga merasa di syiir keengganan beliau bergabung di NU juga ada satir tajam yang tersirat walau dengan bahasa yang halus (Ta’ridh) semacam sindiran.
15. Mungkinkah disitu ada mukasyafah tentang kondisi pengurus NU sekarang? Wallahu A’lam. Semoga tidak ada yang salah faham dengan #Thread (tulisan) saya ini, tapi justru menjadikannya sebagai bahan renungan bersama untuk reposisi NU ke Khittohnya kembali sebagai rumah besar Ahlussunah waljamaah.
16. Dan sebagai “Jam’iyyah diniyyah Ijtima’iyyah” yang bersih dari isme-isme dan dari para penumpang gelap yang memanfaatkannya untuk kepentingan pragmatis
والله الموفق حتى نفيق ونلحق بالفريق
[Twit @abubakarsegaf 05/06/2021]