[PORTAL-ISLAM.ID] LHOKSUKON – Majelis Hakim PN Lhoksukon, Aceh Utara dua hari lalu, Senin (14/6/2021), menggelar sidang kasus menjemput puluhan warga etnis Rohingya di tengah laut pada Tahun 2020.
Agenda sidang pembacaan amar putusan terhadap tiga terdakwa.
Masing-masing, Faisal Afrizal (43), nelayan asal Desa Matang Bayu Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.
Kemudian Abdul Aziz (31) warga Desa Gampong Aceh Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur dan Faisal Afrizal (43) Desa Matang Bayu Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.
Hakim menyebutkan terdakwa melanggar Pasal 120 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian Juncto Pasal 55 KUHPidana.
Tiga terdakwa dalam kasus itu dihukum masing-masing 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsidair satu bulan kurungan.
Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Fauzi SH dalam sidang pamungkas kasus itu yang diadakan secara virtual.
Ketiga terdakwa mengikuti sidang tersebut di Lapas Kelas IIB Lhoksukon, Aceh Utara yang terpaut sekitar dua kilometer dari PN.
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Simon SH mengikuti sidang tersebut di Kantor Kejari Aceh Utara di Lhoksukon.
Kasus tersebut juga melibatkan dua pria lainnya, yaitu Adi Jawa dan Anwar.
Kini pria tersebut sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)
Diberitakan sebelumnya, puluhan warga Imigran Rohingya, yang terdampar di perairan Aceh.
Akhirnya ditolong para nelayan untuk dievakuasi ke daratan Pantai Lancok Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara, pada 25 Juni 2020.
Mereka diangkut oleh tiga nelayan dengan kapal motor ke Perairan Lancok kemudian mereka dipindahkan ke Lhokseumawe.(Tribunnews)
Pendapat Pengamat Internasional
Pengamat Internasional alumni Universitas Lille Prancis, Bakhtiar Bakhtiar menyebut hukuman 5 tahun bagi nelayan itu adalah kejahatan. Harusnya negara mengapresiasi warga ini.
"Hukuman 5 tahun penjara terhadap nelayan Aceh itu kejahatan. Sesuai UNCLOS 1982, SAR 1979, SOLAS 1974, menyelamatkan pengungsi di laut yang nyawa mereka terancam adalah WAJIB. Kewajiban pertama jatuh pada pundak negara. Jadi, nelayan Aceh tsb telah menjalankan kewajiban negara," kata Hasmi Bakhtiar di akun twitternya, Kamis (17/6/2021).
"Dalam beberapa kasus penyelamatan pengungsi di Eropa, kadang suatu negara UE (Uni Eropa) harus keluar dari hukum negaranya kemudian memakai hukum UE agar nyawa manusia ini tertolong dan yang menyelamatkan lepas dari jeratan hukum negara setempat. Seharusnya negara apresiasi para nelayan ini," ujar Hasmi.