Jangan Hanya Menjadi Orang yang "Mendengar" tapi Jadilah Orang yang "Mendengarkan"
Kehadiran team dari KSP (Kantor Staf Presiden) yang cukup mendadak, Rabu (26/5/2021), menjadi tanda tanya besar bagi MUI Sumbar tentang apa misi yang dibawa.
Rupanya menurut pimpinan rombongan adalah dalam rangka "mendengar" berbagai masukan dan kritikan.
Ketua Umum MUI Sumbar (Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa) ketika menyampaikan berbagai masukan dan kritikan, mengawali pembicaraan dengan mengutip firman Allah swt:
{الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ}
"...yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal". (QS. al-Zumar 39:18)
Beliau pun menyampaikan, bahwa sesuai petunjuk ayat tersebut, jangan hanya sekadar mendengar tapi jadilah orang yang benar-benar mendengarkan dan mengikuti yang terbaik dari apa yang didengar.
Kalau tidak demikian, nanti bisa bersikap "angguakkan nan dek urang, lalukan nan dek awak".
Banyak hal yang perlu didengar dan diserap oleh KSP dan juga oleh pengambil kebijakan di negara ini.
Terutama tentang sikap masyarakat Minangkabau yang telah menjadi prinsip dalam kehidupan bernegara.
Prinsip-prinsip itu telah menempatkan masyarakat Minangkabau sebagai pejuang dan pembela Negara dalam segala situasi dan kondisi.
Agama Islam merupakan jati diri yang tak bisa dilepaskan dari masyarakat Minang dan itu dengan perjuangan dimasukkan menjadi prinsip bernegara yang termaktub dalam berbagai perundang-undangan di negeri ini.
Karena itu tidak ada sedikitpun keraguan bahwa membangun agama berarti membangun bangsa.
Karena itu, berbagai narasi yang memandang sinis agama seolah-oleh sebagai penghambat kemajuan bahkan ada yang menganggapnya sebagai ancaman keutuhan, HARUS DIAKHIRI!
Cukup sudah tuduhan-tuduhan tak beralasan yang dialamatkan kepada Sumatera Barat terutama masyarakat Minangkabau.
Jangan ada lagi narasi yang melukai dan membully bila kita ingin bersama dalam suatu ikatan kebangsaan.
Sikap merasa berkuasa dan hanya memandang dari sisi kekuasaan sehingga melahirkan kebijakan tak sensitif terhadap kondisi real umat, jangan diteruskan lagi.
Terkait moderasi beragama, perlu diingat bahwa MUI pernah meluruskan bahwa yang perlu dijabarkan itu adalah "Wasathiyyatul Islam" bukan "Islam Wasathiy". (dalam Rakernas di Mandalika)
Itu bukan sekedar perbedaan dalam istilah tapi membawa pengertian dan pemahaman yang berbeda.
Karena itu "moderasi beragama" yang sekarang dilahirkan cenderung berisi konsep-konsep pluralisme beragama dan memuat konsep toleransi bagaikan "sawah tak berpematang" sehingga tak ada batas mana sawah kita dan mana sawah orang lain sehingga sudah merancah saja kemana-mana.
Di samping itu juga melahirkan kaburnya batas-batas yang jelas antara ikhtilaf (perbedaan) dan inhiraf (penyelewengan).
Sebenarnya Islam itu punya anti body tersendiri dalam ajarannya.
Bila dia difahami dan diamalkan secara utuh, dia akan mampu berinteraksi bahkan menjawab dinamika perkembangan yang ada.
Jadi, tak perlu membuat-buat konsep tersendiri dalam menyikapi berbagai macam persoalan yang berkembang termasuk masalah "kebangsaan" karena rentan ditunggangi.
Kekhawatiran yang muncul, tak lebih dari kedangkalan melihat kondisi umat dan juga dipengaruhi oleh sekulerisme radikal yang harus dihentikan.
Apalagi konsep itu dijalankan oleh orang-orang yang tidak bersesuaian antara sikap dan pernyataan.
Mereka bersembunyi dibalik narasi dan tulisan sedangkan implementasi tak bersesuaian.
Salam hal ini, para ulama akan membuat kesimpulan bukan hanya dari konsep yang tertulis dan terucap tapi juga fakta yang diperbuat.
"Lisanul maqal, lisanul kitabah" dan "lisanul hal/waqi'" menjadi satu kesatuan dalam menimbang program moderasi tersebut.
Saran MUI Sumbar, bicarakan secara mendalam dengan Majelis Ulama dan evaluasi secara mendalam langkah-langkah dakwah dan kembalikan kepada konsep mendasar dalam ajaran Islam.
Terkait Palestina, umat Islam di Indonesia sangat memahami ikatan persaudaraan yang telah terjalin dan bantuan umat di Tanah Air tentu akan tertuju kepada para pejuang yang terdepan membela hak-hak rakyat Palestina.
Negara dalam hal ini, mesti hadir dalam semangat itu.
Jangan biarkan orang perorang merusak semangat itu karena itu adalah peran yang harus dijalankan oleh umat dan bangsa kita.
Berbagai masukan dari Ketua-ketua MUI Sumbar seperti "berhentilah melakukan kriminalisasi ulama", "jangan teruskan RUU BPIP karena persoalan mendasar tidak akan terjawab dengan merevisi draft tsb" dan "jangan ada kebijakan-kebijakan yang mengarah kepada adu domba antar umat baik internal maupun eksternal".
Terakhir, kami berpesan agar komunikasi dan interaksi seperti ini, diintensifkan agar terjalin rasa dan pemahaman.
Mari bersama kalau memang ingin merawat kebersamaan !!!
(Sumber: Fb Buya Gusrizal, 26/5/2021)