Rumitnya Timur Tengah, Hamas, Iran dan Saudi
Ada tiga kampung bertetangga. Satu kampung (Kampung A) sangat makmur dan berlimpah harta. Satu kampung miskin (Kampung B), tidak memiiki apa-apa, selain semangat dan harapan hidup. Sisanya satu kampung (Kampung C), bisa buat senjata, tapi katakanlah, semua penduduknya sesat dan menyesatkan.
Suatu ketika datang kampung lain merebut dan menjajah Kampung B. Di tengah situasi sulit, Di mana tak ada kampung lain membantu, datang uluran senjata dari Kampung C. Sementara itu, tetangganya Kampung A, yang paling diharapkan, justru memperkuat musuh, dengan mengeluarkan seruan, bahwa kelompok-kelompok yang melawan penyerang itu “teroris”. Padahal pemimpin Kampung A ini dikenal suka menghajikan orang.
Ini adalah sebuah kerumitan. Bagaimana kita menjelaskan hal ini?
Ada penjelasan sangat menarik dari Hamas setelah kehadirannya di Iran:
“Iran selalu mendukung kelompok-kelompok perlawanan bersenjata Palestina dengan senjata dan uang dan tidak pernah meminta imbalan politik apa pun sebagai imbalannya,” kata Mahmud al-Zahar, juru bicara Hamas mengomentari bantuan Iran pada gerakan ini dikutip Xinhua, 8 Januari 2020.
Dengan penjelasan ini, Hamas ingin menegaskan hubungannya hanya kepentingan pragmatis, bukan ideologis.
Jika hubungan Hamas dan Iran dituduh gerakan ini tercemar Syiah, lantas bagaimana menghubungkan sejuknya hubungan "Amerika dan Israel" dengan "Saudi" ketimbang dengan saudara Muslimnya di Palestina?
Apa yang dilakukan Hamas dengan dekat dengan IRGC (Korps Garda Revolusi Iran) memang menjadi dilema. Hamas tidak hanya perlu diberi masukan, tapi juga dibantu secara riil. Sebagaimana juga Saudi harus diingatkan agar lebih tanggap persoalan.
Iran jelas berusaha menjadikan Palestina sebagai kampanye untuk meraih ideologinya. Namun lebih dari itu yang kita harapkan adalah kesadaran pemimpin Negara Arab untuk peka terhadap permasalahan Palestina dan masalah keumatan.
(Hidayatullah)