[PORTAL-ISLAM.ID] Amsterdam – Sekitar 570 sarjana dan pendidik Belanda telah menandatangani petisi online yang meminta pemerintah mereka untuk memutuskan semua hubungan dengan Israel sebagai cara untuk mencapai perdamaian yang adil.
Cendekiawan dan pendidik, salah satunya adalah Kylie Thomas yang menjabat sebagai profesor di Institut Belanda untuk Studi Perang, Holocaust dan Genosida, mengungkapkan solidaritas mereka dengan rakyat Palestina di seluruh dunia dan kecaman atas perampasan dan pendudukan kolonial Israel yang tanpa henti.
“Kami adalah cendekiawan dan pendidik di pendidikan tinggi Belanda dan kami menentang perampasan, pendudukan, dan serangan yang dilakukan pada orang-orang Palestina oleh pasukan Israel,” kata Kylie dalam pernyataannya, demikian dikutip dari WAFA, Selasa (25/5/2021).
Mereka menyerukan untuk memutuskan semua hubungan negara mereka (Belanda) dengan Israel sebagai sarana untuk mencapai perdamaian yang adil serta untuk penerapan semua resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Palestina.
“Kami menyerukan kepada pemerintah Belanda untuk memastikan bahwa keadilan dicapai bagi warga Palestina dan mereka diberikan hak penuh mereka. Ini adalah satu-satunya cara bagi orang Israel dan Palestina untuk hidup damai,” ujarnya.
Petisi itu menyerukan kepada pemerintah Belanda untuk mengambil tindakan agar mencapai perdamaian yang adil dengan memutus semua hubungan ekonomi, politik, dan militer dengan Israel, sampai seluruh lapisan masyarakat Palestina mendapatkan haknya.
“Kami juga meminta penerapan berbagai resolusi PBB yang memenuhi tujuan ini, termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri dan kembalinya pengungsi Palestina,” katanya.
Para penandatangan juga mengecam penggunaan istilah ‘konflik’ untuk menyebut situasi di Palestina sebagai “kebingungan berbahaya”.
“Persepsi bahwa ini adalah konflik antara dua sisi yang setara adalah kebingungan yang berbahaya; Ini mengalihkan dari kenyataan bahwa orang-orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan militer, yang dirampas rumah mereka, dan yang hidup sebagai warga negara kelas dua dalam sistem segregasi, yang digambarkan sebagai apartheid oleh Btselem dan Human Rights Watch. Kebrutalan dan diskriminasi inilah yang menjadi penyebab meningkatnya kekerasan yang sedang terjadi,” jelasnya.
Dukungan solidaritas itu juga diungkapkan kepada akademisi dan pelajar Palestina, ratusan di antaranya ditempatkan di tahanan Israel tanpa pengadilan atau dakwaan.
“Kami ingin menyampaikan dukungan dan solidaritas kami kepada akademisi dan pelajar Palestina, yang kebebasan dan haknya terus dilanggar. Selama 10 tahun terakhir, lebih dari 400 siswa telah ditangkap dan ditahan oleh pasukan Israel. Seringkali mahasiswa ini ditahan di tahanan militer tanpa diadili dengan tuduhan menjadi anggota kelompok politik terlarang,” tulis mereka dalam petisi tersebut.
Mereka mencatat, ada banyak laporan tentang para tahanan yang mengalami berbagai bentuk penyiksaan. Sarjana Palestina telah menjadi sasaran pelecehan, dan akademisi yang tinggal di luar negeri dilarang memasuki Israel.
“Sebagai akibat dari pelanggaran ini kami berjanji untuk mematuhi seruan rekan Palestina kami untuk memboikot institusi akademis Israel. Hal ini dibenarkan atas dasar hubungan formal antara universitas Israel dan militer Israel, serta lembaga negara lain yang membentuk arsitektur pendudukan,” ungkapnya.
Mereka menunjukkan bahwa dukungan mereka terhadap hak-hak Palestina adalah bagian dari dukungan mereka yang lebih luas untuk dekolonisasi.
“Sebagai cendekiawan di Belanda, bekas kekuasaan kolonial, kami menganggap bahwa dukungan kami untuk hak-hak Palestina merupakan bagian integral dari proses dekolonisasi yang lebih luas. Kami mengadvokasi kesetaraan bagi semua orang, mengakhiri semua rasisme, dan mengakhiri semua kekerasan kolonial. Ini adalah tujuan yang tidak terpisahkan dengan pengajaran dan beasiswa kami. Atas dasar ini kami membela rakyat Palestina dan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri,” pungkasnya. (MINA)