PDIP Partai Terbersih?
By Asyari Usman
Tiba-tiba PDIP menjadi partai terbersih di Indonesia. Begitulah hasil survei yang dikeluarkan oleh Puspoll, beberapa hari lalu. Entah kapan lembaga ini terbentuk, tapi baru pertama kali namanya terdengar.
Survei ini menanyakan tentang partai-partai politik yang dianggap bersih dari korupsi dan pro-pemberantasan korupsi.
Hasil survai Puspoll menempatkan Banteng pada posisi 15.7%, Gerindra 10%, dan PKS pada tingkat 7.8%. Dahsyat sekali. Dari posisi partai terkorup, PDIP menjadi partai terbersih. Yang menjadi pertanyaan, sejak kapan PDIP bersih dari korupsi? Dan sejak kapan pula mereka pro-pemberantasan korupsi?
Sebaliknya, selama ini publik mencap Banteng sebagai partai terkorup sesuai fakta OTT (operasi tangkap tangan) KPK.
Dari 41 kepala daerah yang kena OTT selama 6 tahun pemerintahan Jokowi, 14 orang berasal dari PDIP. Artinya, 34% kepala daerah yang kena OTT selama 6 tahun ini adalah kader PDIP (14 dari 41). Ini baru kepala daerah (gubernur-bupati-walikota). Belum lagi di level menteri dan kementerian.
Ada kasus korupsi bansos yang dilakukan oleh Juliari Batubara. Ada pula Harun Masikhu (HM) yang belum juga ditemukan. Bisa dibayangkan berapa orang yang akan diseret oleh HM kalau dia ditangkap. Pasti banyak dan besar-besar. Kalau tidak, tak mungkin dia sulit sekali ditangkap setelah 500 hari berlalu.
Dari angka 34% di atas, dapat pula dikatakan bahwa probabilitas (kemungkinan) kader PDIP melakukan korupsi mencapai 34:100. Ini ‘corruption rate’ yang sangat tinggi.
Wajar pula untuk disimpulkan bahwa kemungkinan besar banyak kader PDIP yang melakukan korupsi tapi tidak terdeteksi. Itulah yang bisa disarikan dari probabilitas 34:100 itu.
Nah, hari ini Puspoll mengangkat PDIP ke level terbersih. Dari mana alur logika yang dipakai? Bukankah publik akan curiga terhadap hasil survai seperti ini?
Kita menjadi ingin bertanya: apakah para pengelola Puspoll tidak berkonsultasi dulu dengan pimpinan PDIP sebelum mengeluarkan hasil yang sangat fantastis itu? Seharusya tanyakan dulu kepada mereka apakah memang benar temuan Puspoll. Sebab, hasil yang sangat indah itu menjadi beban bagi mereka meskipun dari satu sisi sangat menyenangkan.
Lihat saja reaksi publik dalam dua-tiga hari ini. Semuanya mempertanyakan predikat “terbersih” itu.
Atau, jangan-jangan definisi “terbersih” itu bermakna lain? Bukan kinerja, tetapi dari segi fisik. Misalnya, terbersih ruang kantornya, terbersih toiletnya, terbersih halaman parkirnya, terbersih mobil-mobil mewah mereka, dlsb.
Jika itu yang dimaksud, bisa saja. Tapi, itu pun perlu survei dalam rentang waktu panjang sebelum menyimpulkan hasilnya “terbersih” untuk berbagai fasilitas tadi.
Jadi, Puspoll harus menelaah kembali temuan survei tentang PDIP itu. Apakah tidak mungkin terjadi “salah ketik” atau “salah input”. Atau malah para operator Puspoll sendiri sempat terpukau dan mabuk ketika melihat para petinggi PDIP yang keren-keren dan banyak duit.
Kita tunggu klafirikasi Puspoll tentang apa yang terjadi. Di mana letak ‘error’-nya. Apakah disebabkan responden survei hanya para penghuni kantor-kantor PDIP? Atau, mungkinkah para pengelola Puspoll tidak tahu perkembangan PDIP selama 6-7 tahu belakangan ini?
(Penulis wartawan senior)