[PORTAL-ISLAM.ID] Aktivis Antikorupsi Ferry Amsari menyinggung sejumlah pertanyaan aneh di dalam tes wawasan kebangsaan yang diadakan KPK untuk para pegawainya. Diketahui dalam tes kebangsaan itu, penyidik senior KPK Novel Baswedan tak lulus bersama dengan 75 pegawai lainnya.
Sementara 1.000 lebih pegawai lainnya dinyatakan lulus dalam tes tersebut. Ferry lantas menyinggung sejumlah pertanyaan aneh dan janggal, dan sebenarnya tak bersinggungan dengan profesi para pegawai KPK.
Dari pertanyaan tes kebangsaan itulah, Novel Baswedan tak lulus. “Mungkin ada pertanyaan soal bagaimana doa Qunut. Mungkin yang seribu sekian lulus karena itu memang dari dulu mereka hafal doa Qunut karena keyakinannya. Sementara yang 75 orang mungkin tak menghafal doa Qunut,” kata Ferry di Apa Kabar Indonesia, dikutip Sabtu 7 Mei 2021.
Selain itu, ada pula pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya sangat personal. Padahal sebelum tes kebangsaan KPK itu, mereka sudah melewati berbagai macam tes sebelumnya. Apalagi, tes KPK sebelum tes saat ini dinilai jauh lebih sulit, rumit, dan detail ketimbang tes yang diperuntukkan pada PNS.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, ada lagi sejumlah pertanyaan janggal di dalam tes kebangsaan KPK untuk alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Salah satunya kemudian yakni ditanya Islamnya Islam apa. Lalu ada yang juga ditanya kenapa belum menikah, apaka masih ada hasrat atau tidak. Sontak para pegawai KPK heran atas maksud pertanyaan tersebut. Di mana pertanyaan-pertanyaan itu meluncur saat sesi wawancara.
Bahkan ada juga pertanyaan aneh di dalam tes, yakni kalau anaknya nikah beda agama, bagaimana. Tercatat ada 1.349 pegawai KPK yang mengikuti asesmen itu. Mereka merupakan pegawai yang direkrut KPK secara independen melalui program ‘Indonesia Memanggil’.
Tes kebangsaan KPK sengaja hapus kelompok Novel
Sementara itu dari info yang berembus kencang, tes ini sengaja dirancang untuk menggembosi kelompok Taliban di KPK, termasuk Novel Baswedan di dalamnya. Kelompok Taliban sendiri dikenal cukup strategis berperan di dalam KPK, karena mereka juga sebagian besar menguasai serikat pekerja.
Menurut Ferry, seolah pertanyaan tes yang ditujukan memang sengaja dirancang agar sebagian orang untuk tak lulus. Padahal di dalam UU sendiri tidak diatur tes kebangsaan ini sebagai syarat alih status menjadi ASN.
“Integritas teman-teman KPK sudah dinilai sebelumnya, wawasan kebangsaan tak relevan bagi seseorang, termasuk cara pandang politik, termasuk kesolehan seseorang. Masa ada pertanyaan apakah Anda setuju dengan program pemerintah. Tentu mereka tidak boleh menjawab kalau mereka punya integritas.”
“Sebab kalau ternyata program pemerintah itu dikorupsi, konflik kepentingan. Serba salah, menjawab salah karena mereka harus hati-hati, tak dijawab dibilang melawan, disebut kelompok Taliban,” katanya.
Maka itu, Ferry kemudian mencium gelagat aroma busuk di balik pertanyaan-pertanyaan aneh di tes tersebut. Padahal KPK sendiri diakui dunia menjadi terbesar di Asia, dan menjadi contoh bagi sejumlah negara seperti Malaysia.
Yang pasti, katanya, jika mengacu pada UU, alih status ini di UU tidak dibicarakan syaratnya mesti lulus tes wawasan kebangsaan. Ini mengacu pada UU nomor 19, bukan 30.
Dengan begitu, akan terlihat apakah KPK sebenarnya sudah menjalankan UU atau belum. Dan jika KPK bergerak di luar ketentuan, patut dicurigai jika tes ini apakah benar atau hanya sekadar rekayasa belaka.
“Kalau kita lihat tes ini kan Perkomnya atas arahan pimpinan, kok pimpinan KPK menentang UU, kenapa proses seleksi tak terbuka, seperti seleksi yang lain. Kalau prosesnya tak benar, maka dalam hukum administrasi negara, tak benar itu,” kata dia.[hops]