Soal kepakaran ilmu agama, ulama NU tidak diragukan lagi kepakarannya. Sudah ngelotok lah. Tapi kelakuan NU struktural bikin para ulama NU seolah ulama king, ulama yang manja seolah minta belas kasihan penguasa.
Siaran Pers Kementerian BUMN Nomor PR-70/S.MBU. /11/2020 berisi tentang kerjasama Kementerian BUMN dengan NU. Para ulama dari kalangan Nahdliyin akan dilibatkan untuk mengisi ceramah dan kajian di berbagai masjid yang terdapat di seluruh perkantoran BUMN. "Kami melibatkan peran aktif NU agar Islam ramah ala NU dapat mewarnai pemahaman keagamaan di lingkungan seluruh BUMN," jelas Menteri BUMN, Erick Thohir di Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Sampai disini nggak ada masalah. Terserah Erick lah mau bekerjasama dengan ormas mana. Tapi apa yang dimaksud Erick dengan Islam ramah ala NU? Memangnya ada Islam ramah ala Muhammadiyah? Atau ala ormas lain? Ramah terhadap apa? Terhadap siapa? Kalau ada ormas yang membubarkan pengajian, ormas itu ramah terhadap nilai apa? Kalau ramah terhadap kemaksiatan, kezaliman apakah boleh disebut Islam ramah, Rick?
Sudahlah. Jangan bebani Erick dengan pertanyaan yang sulit. Dia lagi sibuk ngurusin akhlak di BUMN. Entah apa yang dia maksud, sementara konon kabarnya dia membiarkan para komisaris BUMN rangkap jabatan bahkan sampai ada yang puluhan jabatan. Nilai akhlaknya diletakan dimana?
Kembali ke soal kerjasama Erick dengan NU. Hitung saja berapa jumlah BUMN, berapa jumlah masjid di BUMN. Sebanyak itulah para ulama NU, para dai akan mendapatkan job dengan mudah sambil lenggang kangkung seraya melambaikan tangan kepada para ulama yang mereka tuduh radikal radikul. Para ulama yang mereka tutup jalan dawahnya dengan tuduhan membersihkan BUMN dari ajaran radikal. Maka kalau mau bangsa ini utuh, NKRI harga mati, saya Indonesia, saya pancasila, maka pilihlah NU. Hanya ulama NU yang bebas dari radikal radikul. Bahasa proposalnya seperti itu. Kata lain dari proposal adalah menjajakan diri sambil mengharapkan sesuatu.
Pemilihan penceramah di sebuah masjid tidak bisa lepas dari DKM masjidnya. Maka mulailah dihembuskan -entah dari mana- kalau DKM Masjid di BUMN banyak yang radikal radikul. Salah satu indikasi radikal radikul adalah mengundang UAS! Maka nggak heran DKM Masjid di PLN Jakarta mendadak membatalkan kedatangan UAS. Bayangkan, UAS yang waktu itu sering mengisi ceramah di institusi TNI dan Polri dan juga DPR dianggap ulama yang radikal radikul. Jangan-jangan karena kepopuleran UAS terus meroket, maka untuk menghentikannya adalah dengan melemparkan tuduhan radikal radikul!
Tapi bagi pegawai KPK, tuduhan terhadap UAS itu nggak berlaku. Bulan November 2019 Pegawai KPK mengundang UAS berceramah di KPK. Besoknya dunia medsos geger. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memeriksa sejumlah pegawai KPK yang berperan sebagai inisiator mendatangkan Ustaz Abdul Somad (UAS) ke KPK untuk mengisi kajian setelah shalat dzuhur.
Pak Agus seperti kebakaran uban. Tuduhan Taliban talibun saja bikin dia sensi, apalagi kalau dituduh radikal radikul. Maka untuk menghilangkan hantu radikal radikul yang sudah terlanjur memasuki tubuh pegawai KPK, Pak Agus mengundang ulama NU, Gus Muwafiq. Pak Agus bilang,
"Oleh karena itu pimpinan mengundang Gus Muwafiq tujuannya untuk supaya seluruh pegawai KPK menyadari itu, memperkuat integritas dan selalu hidup dalam toleransi yang kuat kemudian selalu tegaknya NKRI," katanya sambil menggaruk ubannya padahal tidak gatal.
Intinya gini, kalau ada ulama yang dituduh radikal radikul terlanjur berceramah di instansi pemerintah atau BUMN, maka untuk membersihkan kuman penularan radikal radikul harus disemprot disinfektan ulama NU. Soal apakah ceramah Gus Muwafiq didengar serius oleh pegawai KPK atau malah diketawain dalam hati, bagi Gus Muwafiq bukan hal yang penting, yang penting ... tahu sendiri deh.
Tapi seksi rohani islam BUMN tetap saja nggak mau ngerti bagaimana lelahnya NU Struktural berjuang agar ulama NU bisa mengisi kajian agama Islam di seluruh BUMN. Menjelang Ramadhan kemarin, Pelindo malah mengundang ulama yang jadi “musuh” para ulama NU, yang selalu membidah bidahkan ajaran NU. Geger lagi. Bisa dipastikan para ustadz “sunah” yang terlanjur sudah dijadwal mengisi pengajian ramadhan Pelindo dibatalkan semua. Sebagai gantinya, akan didatangkan sebagai …taraaaaaaa…siapa lagi kalau bukan ulama NU! Ulama yang sudah pasti NKRI harga mati, ulama saya pancasila saya Indonesia.
Berarti biang keroknya adalah rohis di masing-masing BUMN dan instansi pemerintah. Rohis juga harus orang NU! Maka dimulai dari tes CPNS KPK dengan dalih tes kebangsaan, selipkan juga pertanyaan, apakah calon PNS itu NU atau bukan. Caranya? Jawab pertanyaan, apakah sholat subuh pakai qunut atau nggak? Kalau pakai qunut berarti NU, berarti pancasilais. Kalau nggak pakai qunut berarti bukan NU, kalau bukan radikal radikul pasti ngeyelan ngeyelun.
Kalau sudah DKM Masjid di BUMN dan instansi pemerintah orang-orang NU, Rohis PNS juga orang-orang NU, seandainya BUMN masih saja ngundang UAS, UAH, apalagi Ustadz Basalamah bersaudara. Sungguh terlaaaluuuu....
Sebagaimana ratapan Lembaga Dakwah PBNU yang mewek gara-gara Kepolisan Air dan Udara ngundang Ustadz Khalid Basalamah berceramah. Padahal Kapolri sudah terlanjur ngasih angin surga, Polisi harus belajar kitab kuning! Kitab kuning kan ciri khas NU. Artinya jelas, kalau polisi mau ngundang penceramah, harus dari NU, nggak boleh yang lain! Tapi kenapa malah ngundang Ustadz Khalid Basalamah yang dulu pernah diusir Banser? Duuuuh...
Memangnya kurang apa para da’i NU? Pertanyaan bagus. Mungkin kurang populer, ceramahnya membosankan karena yang dibahas bukan soal agama tapi semacam penataran pancasila. Coba saja putar rekaman ceramah-ceramah Gus Muwafiq. Temanya seragam. Kalau nggak NKRI harga mati, ya soal anti radikal radikul. Entahlah.
Tentu saja Gus Baha adalah pengecualian. Gus Baha nggak perlu ditolongin dibukakan pintu gerbang masjid BUMN, kepakarannya dalam ilmu tafsir qur’an, kesederhanaannya, membuat dia banyak disukai tenpa sekat kubu ini kubu itu. Karena memang Gus Baha nggak pernah mengejek ulama yang berada di kubu lain. Dia juga nggak mengumbar radikal radikul.
Tentu saja NU punya banyak Gus Baha Gus Baha lain, yang mungkin saja merasa nggak enak hati ceramah di masjid BUMN hasil dari menyingkirkan ulama lain, atau dapat ketebelece alias jalan pintas, rasa keterpaksaan Rohis BUMN mengundangnya karena takut dituduh radikal radikul.
NKRI harga mati, radikal-radikul ada harganya.
(Penulis: Balyanur)