Menggenggam Kebenaran Hinggal Liang Lahat
Oleh: Ustadz Abrar Rifai (Ponpes Baabul Khairat Malang)
Saat mendengar meninggalnya Ustadz Tengku, saya sedang berada di Parapat, di tepi Danau Toba. Tiga jam kemudian saya sudah masuk kota Medan.
Di kota tempat bermukim Ustadz Tengku ini kami bermalam. Kami jumpa kawan-kawan di sini. Ada ramai kawan yang menyambut hangat.
Saya telah berniat, sesampainya di Medan mau menulis Ustadz Tengku. Tapi rupanya yang saya lakukan adalah tulis hapus, tulis hapus hingga beberapa kali.
Apalagi anak bungsu saya, agak sakit, badannya panas. Ia terus rewel. Mungkin karena kecapekan setelah 16 hari berjalan (Trip Jawa-Sumatera).
Maka saya memutuskan masuk hotel untuk beristirahat total. Rencana masuk Aceh, saya tunda dulu.
KH. Tengku Zulkarnaen adalah pelajaran bagi semua orang yang mengaku da'i. Bahwa pendakwah itu bukan hanya berceramah menyenangkan orang, tapi ia memang menyampaikan kebenaran.
Ustadz Tengku telah menuntaskan tugasnya, beliau tak pernah jeda sepanjang kiprahnya sebagai dai untuk hanya menggenggam kebenaran dan menyampaikannya kepada segenap orang.
Berhadap-hadapan dengan rezim, tersebab kebenaran yang diyakini. Menuai hujatan dan cemoohan dari para penjilat tersebab keteguhan yang dipertahankan.
Ustadz Tengku tidak seperti sekumpulan manusia yang mengaku du'at, tapi banyak beekompromi dengan hal yang tak sepatutnya, demi suatu tujuan politik.
Ustadz Tengku di masa mudanya pernah suka menyanyi dan bermain gitar. Tapi itu bukanlah aib. Justru itu adalah senyatanya perjuangan diri, melepaskan kesukaan untuk memilih jalan juang.
Tak mudah melakukan itu, kecuali mereka yang memang benar-benar serius dan berazam kuat!
Dalam satu ceramahnya, Ustadz Tengku pernah salah ketika men-tasrif satu kata Arab. Tapi sejauh yang saya ketahui sebagai guru bahasa Arab, beliau salah bukan karena tidak tahu. Apalagi tidak paham.
Ustadz Tengku hanya tersilap, sebagaimana banyak orang silap ketika berbicara. Saya pun sering kali silap. Mereka yang menghina Ustadz Tengku itu pun bukan tak pernah silap!
Ustadz Tengku banyak dihujat dan dihina orang-orang, bukan karena kesalahannya. Apalagi kalau setakat salah tasrif. Tapi lebih karena sikapnya yang memilih berseberangan dengan perilaku rezim yang diayakininya salah.
Setelah kepergian KH. Tengku Zulkarnaen, rasanya kita belum mendapatkan ganti seperti beliau. Kecakapannya berceramah, keakrabannya dengan berbagai lintas harakah dan manhaj, satu di antara ciri yang tak mudah ditiru.
Terlebih keberaniannya mengatakan yang benar itu benar, yang salah itu salah, tak banyak orang yang mempunyai nyali.
Ustadz Abdul Shomad menyebut bahwa rasa takut Kiai Haji Tengku Zul telah habis untuk Allah. Sehingga ia tak punya lagi sisa rasa takut kepada manusia.
Itulah yang kita saksikan sampai nyawa melepas raga beliau.
Duka mendalam untuk Ustadz Tengku tak cukup kata untuk merangkainya. Tak sanggup jari menuliskannya.
Semoga Allah memberikan kemuliaan kepada Ustadz Tengku di sisi-Nya. Mengampuni segenap salahnya dan menerima segenap amal dan juang beliau.
(Medan, 30 Ramadhan 1442 H)