Membaca Ganjar
Ganjar tidak diundang acara Konsolidasi PDIP. Padahal acara digelar di Semarang Jawa Tengah dimana Ganjar semestinya sebagai tuan rumahnya.
Ya, Ganjar Pranowo yang juga kader PDIP adalah gubernur Jawa Tengah. Bahkan seringkali kegiatan partai apapun mengundang kepala daerah setempat. Apalagi ini kader sendiri. Di sisi lain semua kader eksektif maupun legislatif diundang dalam acara tersebut. Kecuali Ganjar.
Tidak berhenti di situ, Bambang Pacul ketua DPD PDIP Jawa Tengah sekaligus ketua pemenangan pemilu DPP PDIP secara eksplisit menyampaikan alasan Ganjar tidak diundang. Sebabnya karena terlalu ambisi untuk nyapres. Ganjar dinilai kemajon.
Maka ramailah media dengan pemberitaan tersebut. Ada yang membandingkan peluang Ganjar dibandingkan dengan Puan, siapakah yang lebih berpeluang untuk mendapatkan restu. Tidak sedikit yang terkesan menyayangkan. Dan seterusnya.
***
Membaca fenomena Ganjar ini, kita bisa menggunakan pendekatan berpikir jaringan sosial. Dimana kebenaran adalah konstruksi jaringan atau kebenaran ada pada masing-masing jaringan.
Bagi PDIP hangatnya pemberitaan pro kontra Ganjar nyapres ini jelas menguntungkan. Satu sisi akan meningkatkan atensi publik kepada PDIP dan kader-kadernya. Auto meningkat popularitas dengan biaya murah. Bahkan tanpa biaya.
Di sisi lain ini juga mendinamisir potensi yang dimiliki partai untuk semua bergerak. Disamping Ganjar da Puan, ada juga Risma yang masing-masing juga punya supporter dan sumber daya untuk bergerak. Toh tahun 2024 juga bisa dibilang masih lama.
Mendinamisir internal partai, apalagi sebesar PDIP sangat dibutuhkan. Agar semua kekuatan yang dimiliki bisa tumbuh berkembang. Wong konflik di Partai Demokrat saja juga malah mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya.
Artinya kejadian tidak diundangnya Ganjar itu justru memicu soliditas masing-masing tim. Tentu ujungnya juga akan membesarkan partai.
Kalau toh nanti Ganjar yang akan diberikan restu, kenapa diperlakukan seperti itu. Bisa jadi itu juga satu strategi. Agar Ganjar bisa meraup simpati publik lebih luas, utamanya non PDIP. Kasihan Pak Ganjar ya, diperlakukan seperti itu.
Meski bisa juga, ini adalah teguran serius agar Ganjar tidak kemajon. Agar Mbak Puan juga punya kesempatan untuk maju. Toh restu sepenuhnya ada di tangan ibu.
Apalagi Ganjar tidak sekedar bekerja untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas dirinya. Namun sebagai tokoh potensial, sepertinya ia juga mulai membangun komunikasi dengan kandidat-kadindat lain. Terlebih memang Ganjar dikenal sebagai pribadi yang luwes.
Case ini juga bisa memberikan sinyal kepada siapa saja yang hendak membangun kolaborasi dengan Ganjar bahwa belum ada kepastian loh. Entah itu partai politik, bakal calon wakil presiden, calon sponshor dan seterusnya. Meski popularitas Ganjar paling tinggi. Jadi jangan buru-buru berspekulasi.
Jadi dalam satu peristiwa pasti tidak bisa single tafsir. Akan ada banyak kemungkinan tafsirnya. Apalagi sebuah peristiwa politik.
Lalu apa tafsirnya bagi kita sebagai rakyat kebanyakan. Tafsirnya adalah jangan bosan untuk terus selalu obah. Karena yang obah seperti Ganjar saja belum tentu dapat restu dari "Mamah". Apalagi kita, rakyat biasa. Seperti pepatah Jawa, ora obah ora mamah.
Selamat Senin.
SElalu meNINgkat
(By Setiya Jogja)