[PORTAL-ISLAM.ID] Dosen Hukum Kesehatan dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Dr. M Nasser. SpKK, FINSDV, FAADV, menganggap pidana yang menjerat Direktur Rumah Sakit Ummi, Andi Tatat dan Habib Rizieq Shihab tak layak.
"Saya tidak bermaksud menggurui ruang persidangan ini, tapi akal sehat sebagai orang yang belajar ilmu hukum dan mencoba mengembangkan narasi hukum kesehatan, memang logika hukumnya belum masuk," kata Nasser saat bersaksi di Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Timur, Selasa, 11 Mei 2021.
Ahli hukum kesehatan itu menjelaskan, dokter atau kepala rumah sakit memang bisa dipidana. Dalam hukum, kata dia, dikenal sebagai pidana korporasi rumah sakit, seperti beroperasi tanpa izin. Tapi jika syarat berupa izin itu terpenuhi, pidana tak bisa diterapkan secara individu.
"Kecuali Pasal 80 Undang-Undang Praktik Kedokteran (Nomor 29 tahun 2004), direktur rumah sakit yang mempekerjakan dokter atau dokter gigi, yang tidak memiliki izin praktik diancam penjara maksimal 10 tahun. Setahu saya hanya itulah pidana untuk rumah sakit, itu pun hanya untuk direktur rumah sakitnya," kata Nasser.
Dalam konteks pidana yang menjerat Andi Tatat, yakni menyampaikan ke publik bahwa kondisi Rizieq Shihab baik-baik saja saat dirawat di rumah sakitnya padahal diduga positif Covid-19, Nasser juga menyampaikan pendapatnya. Menurut dia, Andi Tatat tak layak dipidana menyampaikan 'berita bohong' karena perbuatan seperti itu. (Jaksa Penuntut Umum mendakwa direktur RS Ummi dan Habib Rizieq dengan pasal menyebar berita bohong tes PCR).
Nasser memulai penjelasannya dengan mengatakan bahwa pada saat itu belum ada hasil PCR terhadap Habib Rizieq Shihab, melainkan hanya tes antigen. Tes antigen memang dilakukan tim Mer-C di kediaman Habib Rizieq sebelum eks pimpinan FPI itu masuk ke RS Ummi Bogor.
Menurut Nasser wajar saja bila dokter atau kepala rumah sakit tak sepenuhnya percaya dengan hasil antigen untuk menyatakan bahwa Habib Rizieq positif Covid-19 saat itu juga. Karena tingkat kepercayaan terhadap antigen hanya 50:50.
"(Tes antigen) yang dagangnya lebih menonjol daripada manfaat dan khasiatnya," kata Nasser.
Barulah pada 8 Februari 2021, kata Nasser, Kementerian Kesehatan memberi penjelasan tentang manfaat tes antigen itu. Yaitu, ujar Nasser, untuk tracking, screening dan diagnosa di tempat yang tidak ada tes PCR.
"Jadi kalau kejadian November 2020 (saat Andi Tatat menyampaikan kondisi Habib Rizieq), tentu saja pada saat itu isi pikiran dokter apalagi kepala rumah sakit menganggap ini (tes antigen) tidak akurat untuk menggambarkan pemeriksaan yang seharusnya disampaikan ke publik."
Dalam sidang itu, M Nasser dihadirkan sebagai saksi dari pihak Habib Rizieq Shihab. Sebelumnya, pihak Habib Rizieq telah menghadirkan saksi ahli lainnya yaitu pakar hukum tata negara Refly Harun untuk kasus kerumunan Megamendung.
(Sumber: Tempo)