Mencela Perkara Yang Halal
UAS bercerai, kalian ramai. UAS menikah, kalian gerah. Sebenarnya apa sih kerjaan kalian selain mem-bully dan nyinyir?
Tentang perceraian, seluruh ulama Islam telah sepakat bahwa hukum asal cerai adalah mubah alias halal. Sebagaimana hukum asal pernikahan pun demikian. Tak ada satupun pendapat yang mengatakan bahwa hukum perceraian itu haram, kecuali dalam keyakinan agama tertentu.
Tapi kan ada hadist yang berbunyi;
أبغض الحلال إلى الله الطلاق
Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq (cerai). HR Abu Dawud
Ok, sebelum mengajukan dalil, sebaiknya kita cek and ricek dulu kedudukan dalil tersebut agar tidak blunder.
Hadist ini tercantum di dalam kitab Bulughul Marom karya AlHafidz Ibnu Hajar Al Asqolani dengan nomor 1069. Al-Hakim menyatakan shahih, namun Abu Hatim menyatakan Mursal.
Selain status dan kedudukannya yang diperselisihkan, secara makna pun bertentangan dengan hadits-hadits lain yang lebih shahih.
Rasulullah Saw sendiri pernah menceraikan istrinya, Hafshah lalu beliau merujuknya kembali. Beliau juga pernah menceraikan sebagian istrinya dan tidak merujuknya kembali.
Selain Rasulullah Saw, sebagian sahabat juga pernah melakukan hal yang sama. Sahabat Ibnu Umar pernah menceraikan istrinya. Zubair dan Asma, sepasang suami istri yang pernah menjadi tim sukses hijrahnya Nabi Saw juga bercerai.
Jika thalaq ini adalah perkara yang begitu dibenci oleh Allah swt maka sangat mustahil Nabi Saw dan para sahabat melakukannya. Selain itu, ada semacam kontradiksi: bagaimana bisa perkara yang halal tapi diwaktu yang sama dibenci oleh Allah swt?
Bukankah kata lain dari halal itu boleh (mubah)? Dan bukankah perkara yang mubah itu sama saja antara dikerjakan maupun ditinggalkan, sama-sama tidak boleh dicela dan tidak berhak mendapatkan pujian? Sama-sama tidak mendatangkan pahala dan tidak menyebabkan dosa.
Justru dalam pandangan ulama Islam, perceraian itu bisa menjadi jalan keluar alias solusi.
Jika suami istri sama-sama sudah tidak bisa menegakkan hukum-hukum Allah swt dalam rumah tangga, maka cerai itu lebih baik agar keduanya tidak saling menyakiti atau saling mendzalimi. Inilah perbedaan Islam dengan agama yang lain.
Sekarang soal UAS menikah dengan gadis yang jauh lebih muda daripada beliau, tentu saja itu hak beliau yang tidak perlu digugat.
Banyak sekali tokoh melakukan hal yang sama. Prof Dien Syamsudin dan KH Makruf Amin adalah contoh lainnya. Dan yang jelas, Rasulullah Saw sendiri menikahi Sayidah Aisyah saat masih belia.
Menikah atau dinikahi oleh ulama adalah sebuah kehormatan dan kemuliaan karena ketinggian derajat mereka disisi Allah SWT. Selain itu, bagi sang istri ada kesempatan untuk mendapatkan keturunan bernasab ulama.
Hal seperti ini adalah perkara privat yang tidak layak dikomentari, apalagi menjadi bahan bullying. Termasuk ketika ada diantara tokoh yang menikah lagi (poligami). Itu urusan pribadi, tidak perlu digugat atau dipersoalkan.
Dan yang lebih penting dari itu semua adalah bahwa perkara yang halal itu jangan sampai dipandang negatif. Mencela perkara yang halal adalah perbuatan yang tercela.
Orang nikah baik-baik dicela habis-habisan, giliran ada orang jualan apem 80juta malah dibela mati-matian. Itu tanda sakit jiwa!
(Ustadz Suhairi Abu Fatih)