[PORTAL-ISLAM.ID] Pengamat Komunikasi Dodi Mawardi blak-blakan mengungkapkan manuver Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko setelah pemerintah menolak mengesahkan hasil KLB ilegal Partai Demokrat.
Dodi Mawardi menilai adanya pergeseran narasi yang berbahaya, karena bersifat adu domba dan mengandung fitnah.
"Menjelang pengumuman dari Menkumham pada 31 Maret lalu, kita melihat kubu Moeldoko mulai menggunakan narasi radikalisme dan mengaitkannya dengan Partai Demokrat yang sah," jelas Dodi Mawardi dalam keterangannya.
Dodi Mawardi membeberkan, bahwa narasi radikalisme ini tidak pernah muncul ketika awal isu gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat yang diungkapkan oleh Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tanggal 1 Februari.
Pasalnya, waktu itu, narasi yang dimunculkan adalah ketidakpuasan pada pimpinan dan konflik internal.
"Narasi radikal ini tiba-tiba muncul ketika kubu KLB ilegal terindikasi tidak bisa memenuhi syarat kelengkapan dokumen sebagaimana yang diminta Kemenkumham menjelang akhir Maret," ungkap Dodi Mawardi.
"Saya membaca tiba-tiba Moeldoko bicara soal radikalisme dalam suatu kesempatan, dan pada hari yang sama, narasi itu kemudian diamplifikasi secara masif di media-media sosial oleh akun-akun anonim dan langsung mengaitkannya dengan Partai Demokrat," lanjutnya.
Hal ini menurut Dodi Mawardi tidak masuk akal, bagaimana mungkin partai tengah seperti Demokrat, berasas nasionalis-religius bisa dilabeli radikal.
"Tapi ingat Menteri Propaganda Nazi Jerman Josseph Goebbels pernah mengatakan kebohongan yang diulang-ulang akan diterima sebagai kebenaran. Rupanya, taktik Nazi ini yang dipakai oleh kubu KLB ilegal Moeldoko untuk melekatkan label buruk terhadap Partai Demokrat," beber Dodi Mawardi.(Genpi)