Sandal Munarman
Oleh: Ady Amar*
Munarman, mantan pengurus eks FPI dituduh teroris? Memang ada yang percaya ya? Tentu ada. Setidaknya Densus 88 Mabes Polri, yang menangkapnya yang percaya bahwa Munarman itu teroris.
Selainnya tidak ada yang percaya, terutama kawan-kawan yang mengenalnya. Tuduhan mengada-ada, kata Fadli Zon, politisi Partai Gerindra yang berdiri paling kritis.
Kawan-kawan yang mengenalnya lalu ramai-ramai memberi testimoni, dan semua tentang ketidakpercayaan atas tuduhan, bahwa Munarman seorang teroris.
Munarman memang ditarget, harus dipenjarakan. Dan agar suaranya dalam membela Habib Rizieq Shihab tidak terdengar lagi. Bahkan lebih jauh dari itu, agar FPI yang dibubarkan itu bisa dicantolkan dengan ISIS, sebagai gerakan teroris. Atau upaya menteroriskan FPI.
Karenanya, apa yang disinyalir Munarman lewat video singkat yang viral, bahwa dengan demikian maka kasus 6 laskar eks FPI, yang terbunuh itu kasusnya tidak perlu diteruskan. Karena teroris memang “halal” ditembak. Bahkan Munarman menambahkan, bahkan dirinya bisa sewaktu-waktu ditembak di jalan, karena dianggap bagian dari teroris.
Menarget Munarman, itu setidaknya sudah disampaikan buzzer Denny Siregar (Densi), pada awal April lalu lewat twetnya.
Meski ia berprofesi sebagai buzzerRp, tapi tampaknya ia juga berprofesi sebagai peramal. Makanya Densi tahu, akan adanya penangkapan Munarman itu.
Maka Densi lulus sebagai peramal, bahwa Munarman memang ditarget. Dan Selasa (27 April 2021), Munarman diseret paksa dari rumahnya dalam suasana ia sedang berpuasa. Sampai memakai sandal pun ia tak diperkenankan.
Salah apa sandal Munarman itu, sampai dipakainya saja tidak diperkenankan. Tidak ada yang tahu. Apakah SOP penagkapan Densus 88 memang sandal tidak boleh dipakai? Rasanya tidak juga. Lalu kenapa ada diskriminasi pada sandal Munarman?
Coba siapa yang bisa menjawab. Pastilah mustahil ada yang bisa menjawab. Kalau menjawab sekenanya dan awur-awuran sih bisa. Misal, ditakutkan sandal itu bisa berbahaya. Bisa terbang kesana kemari. Tentu itu jawaban sekenanya.
Penangkapan Munarman dengan tuduhan serius, terlibat kegiatan terorisme. Dan itu kasus lawas, tahun 2015, ia dianggap menghadiri baiat ISIS di Makassar.
Ia sudah beberapa kali memberikan klarifikasi soal itu, bahwa ia diundang diskusi dan tidak tahu menahu dengan jika ada baiat segala. Lalu pertanyaannya, kenapa baru ditangkap 2021, enam tahun dari peristiwanya, jika itu dianggap sebuah peristiwa.
Tuduhan teroris itu tuduhan tidak main-main, sehingga menjemput terduga tidak perlu lagi pakai surat dinas. Geruduk pasukan Densus 88 dengan persenjataan lengkap. Tampang diseram-seramkan, akan bisa jadi terlanjur sadis beneran. Target lalu bisa ditarik-tarik seperti kambing mau dikurbankan.
Filosofi Sandal
Soal sandal Munarman tadi, intinya tidak ada yang tahu, kenapa sampai memakai sandal saja, agar tampak sebagai manusia sewajarnya tidak diperkenankan. Apa itu bagian dari seni mempermalukan yang bersangkutan, agar tidak serupa dengan manusia lazimnya. Juga tidak ada yang tahu.
Sandal atau sepatu itu punya filosofi yang sama, yang membedakan dengan binatang yang tanpa alas kaki. Bahkan dalam Islam, memakai sandal itu disunnahkan. Sayang hal-hal beginian tidak difahami.
Tahunya tangkap dan perlakukan seenaknya, dan bahkan tidak manusiawi. Hak-hak individu dilanggar semaunya atas nama kekuasaan. Dan itu terus dipertontonkan dengan skala yang lebih zalim. Seperti ada kepuasan jika yang dilakukan itu punya warna lain dan skala lebih dibanding sebelumnya.
Dan penangkapan Munarman dengan tanpa alas kaki, itu penghinaaan yang diluar batas, bukan saja diluar batas kepatutan, tapi juga diluar batas kemanusiaan.
Maka sandal Munarman itu pada saatnya bisa jadi saksi sejarah, bagaimana anak manusia diperlakukan seperti kambing yang akan dikurbankan, ditarik, diseret sambil menahan tarikan aparat, dengan mengatakan, “Saya pakai sandal dulu… saya pakai sandal dulu…” Tapi tetap tidak diindahkan.
Entah di dalam terali besi tahanan Polda Metro, apakah lalu diberi sandal agar jika berwudhu dan melakukan aktivitas lain, kaki menjadi suci. Tidak tahu pasti.
Sampai siang tadi para pengacara yang mendampinginya belum diberikan akses untuk menemuinya. Alasan yang dikemukakan, masih harus koordinasi dengan pihak Densus 88 Mabes Polri.
Padahal Munarman seharusnya wajib didampingi pengacaranya. Dan menurut Aziz Yanuar, salah satu pengacaranya, bahwa mereka ingin menemui kliennya untuk memberikan berkas-berkas yang harus ditandatangani, dan juga memberikan pakaian, makanan dan keperluan lainnya.
Melihat adegan Munarman ditarik-tarik dari rumahnya, itu hati rasa kemerenyut, lalu jantung berdegup keras, dan yang keluar dari lisan adalah ucapan istighfar, dan menyebut nama-Nya, Ya Allah… ya Rabb… ujian apa lagi ini? Sampai sekarang Allah Rabbul ‘Alaamiin belum menjawabnya. Entah besok, lusa, atau beberapa hari kedepan… tidak ada yang tahu. Atau bahkan Allah sama sekali tidak menjawabnya, karena ada persyaratan yang masih belum terpenuhi… Wallahu a’lam. (*)
*Kolumnis, tinggal di Surabaya
(Sumber: Hidayatullah)