[PORTAL-ISLAM.ID] GAZA - Rumah Sakit Persahabatan Palestina Turki di Jalur Gaza memainkan peran kunci dalam perang wilayah itu melawan pandemi COVID-19. Lebih dari 3.500 pasien virus corona telah dirawat di rumah sakit itu sejak tahun lalu.
Kepala dokter, Marwan al-Hams, mengatakan RS itu telah berperan penting dalam menyediakan akses masyarakat ke perawatan kesehatan di era baru ini.
Rumah sakit yang dibangun oleh Badan Kerjasama dan Koordinasi Turki (TIKA), dibuka pada 2017 di daerah yang telah menderita akibat blokade Israel – blokade darat, laut dan udara – sejak 2006.
Rumah sakit itu dipindahkan ke otoritas Palestina yang mengelola daerah kantong itu pada Maret 2020 demi digunakan sebagai “rumah sakit karantina sementara” untuk pandemi. Saat ini, hampir 100 pasien, termasuk sembilan di unit perawatan intensif dirawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan peralatan medis modern. Turki sudah mengirimkan sejumlah bantuan medis ke Jalur Gaza tahun lalu.
Al-Hams mengatakan kepada Anadolu Agency Kamis bahwa mereka telah merawat pasien virus corona sejak tahun lalu di rumah sakit dan berterima kasih kepada Turki karena memberikan “rumah sakit lengkap” ke Jalur Gaza yang memiliki populasi 2,1 juta jiwa.
“Itu sangat meringankan beban kami,” tambahnya. Dia mengatakan bahwa situasinya kritis di Gaza karena blokade dan pandemi menyebar dengan cepat.
“Kami sedang melalui saat-saat terburuk. Kami membutuhkan lebih banyak peralatan medis karena kasusnya meningkat,” katanya.
Rumah sakit itu merupakan yang paling modern dan terbesar di antara fasilitas medis lainnya di wilayah Palestina. Dibangun di atas lahan seluas 33.400 meter persegi, RS itu terdiri dari delapan bangsal, empat ruang operasi, unit perawatan intensif, laboratorium dan 180 ruang pasien.
Ashraf al-Qudra, juru bicara Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan, pandemi terus menjadi perhatian mereka dan peningkatan kasus lebih lanjut dapat menciptakan masalah dalam menemukan tempat tidur kosong untuk pasien di rumah sakit. Gaza saat ini sedang mengalami “gelombang kedua” dari wabah tersebut.
“Kami memiliki 24 pasien dalam kondisi kritis pada awal Maret dan sekarang jumlahnya menjadi 226. Kenaikan tajam jumlah kasus berasal dari varian Inggris,” katanya.
Al-Qudra mengatakan sejauh ini mereka telah berhasil dalam menanggapi pandemi dan mereka masih memiliki tempat tidur untuk pasien tetapi gelombang baru dapat membahayakan keberhasilan ini.
Dia mengatakan blokade yang sedang berlangsung membuat mereka kehilangan sarana untuk membantu pasien. “Kami kekurangan peralatan medis dan laboratorium,” tandasnya. Dia meminta penduduk setempat untuk mematuhi aturan untuk mengatasi pandemi dan mendesak warga yang berusia di atas 50 tahun untuk divaksinasi.
(Sumber: Daily Sabah, Anadolu Agency)