Mengabdi Dalam Sunyi
On Eternal Patrol, istilah yang mulai dipakai sejak perang dunia ke-2. Sebuah kalimat yang disematkan untuk kapal selam yang tak berhasil pulang dalam tugasnya.
Mata ini merebak, berharap ada keajaiban saat engkau dinyatakan hilang kontak. Namun, harapan itu menciut saat status submiss (hilang) berubah menjadi subsunk (tenggelam), lalu seketika sirna ketika kabar terbaru menyatakan badanmu terbelah menjadi tiga bagian dalam kedalaman 838 meter di bawah permukaan laut.
Inalillahi wa ina ilaihi rojiun.
Allaahumaghfir lahum warham hum wa'afi him wa'fu anhum.
Terima kasih, Perwira!
Kata yang mungkin tak pernah terucap dari bibir kami, pemengang komando tertinggi atasmu, rakyat Indonesia.
Telah jauh engkau arungi samudera. Bekerja dalam senyap, bergerak dalam gelap, sendirian. Berbakti tanpa sanjung dan puji demi kedaulatan setiap jengkal perairan NKRI.
Apakah kami mengenalmu? Iya, kami terlambat mengenalmu setelah Allah membuka tabir senyapnya pengabdianmu. Engkau hanya memiliki kata ‘siap’ dalam setiap tugas, menyerahkan jiwa raga dalam pengabdian bergelar perintah rakyat Indonesia.
Berpuluh tahun engkau bekerja dalam diam, mengintai dan menjaga, bersembuyi dalam palung-palung samudera, di bawah layer-layer laut yang tak tertangkap sonar.
Berpuluh prestasimu, engkau juga pasang badan saat konflik sengketa Blok Masela. Apakah kami tahu dan berterima kasih karena itu? Tidak. Sekali-kali tidak. Namun, engkau tetap diam tanpa menuntut, tetap mengabdi dalam senyap di kedalaman laut.
Namun, Allah itu adil, bukan? Ia buka tabir saat tugasmu berakhir. Peristiwa yang membuat mata kami terbuka, bahwa para kusuma negara menjaga kedaulatan bangsa dengan jiwa dan raganya.
Engkau pergi tanpa sedikit pun melepas genggam setiamu pada negeri. Jasadmu dipeluk laut yang engkau lindungi, tetapi ruhmu insyaallah dicabut dengan lembut, diletakkan dalam bejana-bejana berbau harum kesturi, lalu diangkat menjadi syahid sebagai jihad untuk negeri, sebagai jihad mencari nafkah untuk anak dan istri, dan sebagai syahid dalam kecelakaan yang terjadi.
Korp Hiu Kencana pasti bangga memiliki kalian, putra-putra pilihan dalam pasukan khusus yang bukan orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang yang mampu bekerja dalam tekanan, dalam lambung sempit kapal selam.
Mata kami merebak wahai, Perwira. Ada sisi hati yang kosong karena kehilangan meski belum pernah berjumpa.
Sedikit terselip rasa cemburu, apakah kami, rakyat yang memberimu komando ini, akan diwafatkan dengan cara terhormat seperti itu, beriring ribuan bahkan jutaan doa yang dilangitkan oleh anak negeri yang tiba-tiba kehilanganmu.
Maka, Allah punya rahasia siapa yang diwafatkan dengan cara sebaik-baiknya, engkau pelayan negara atau kami sang raja.
Meski terlambat dan engkau tidak akan pernah tahu, kami ucapkan TERIMA KASIH ATAS SEMUA JASA DAN PENGORBANANMU, PAHLAWAN!
Selamat jalan, Kusuma Bangsa. Tunai sudah tugas dan kewajibanmu mengarungi samudera. Kami ridha, kami ikhlas. Insyaallah husnul khotimah dan Surga menantimu.
Wira ananto rudhiro, tabah sampai akhir.
Teruslah mengabdi RI Alugoro, RI Bramasta dan rekan-rekan. Doa kami rakyat Indonesia mengiringi pengabdianmu.
Doa dan terima kasih kami untuk keluarga, semoga tabah dan ikhlas menerima setiap ketetapanNya.
Wahai jiwa yang tenang
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati ridha dan diridhaiNya
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu
Dan masuklah ke dalam SurgaKu
Selamat jalan KRI Nanggala 402. Kami rakyat Indonesia bangga memilikimu.
MPV, 26 April 2021
[Airin Ahmad]