Penangkapan Munarman
Oleh: EDITORIAL FNN*
Munarman bukan orang bodoh. Apalagi mau disebut seorang pengacara bodoh. Jauh dari itu.
Munarman ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 dengan ‘dugaan’ terkait dengan terorisme. Penangkapan yang ‘high profile’ alias ‘berkelas’. Yang dijadikan dasar penangkapan adalah pengakuan seorang tersangka teroris di Makassar. Dia, kata pihak kepolisian, menyebut nama Munarman.
Entah siapa gerangan teroris Makassar itu, tidak jelas. Dalam kaitan apa, juga semakin tak jelas. Yang jelas adalah Munarman harus ditangkap. Dan ditangkap dengan tuduhan terorisme. Supaya kelihatan seram dan semua orang akan bungkam.
Publik sebenarnya sudah paham tentang apa yang mau dilakukan oleh para penguasa. Munarman adalah satu kisi-kisi dari tujuan para penguasa yang sekarang semakin otoriter.
Munarman adalah salah seorang yang berperan penting di lingkaran Habib Rizieq Syihab (HRS). Habib adalah tokoh sentral oposisi yang tak pernah mau berkompromi melihat kesewenangan yang dilakukan elit penguasa (termasuk di dalamnya para ketua parpol-parpol bejat) dan elit bisnis yang pekerjaan utamanya adalah merampok Indonesia.
HRS mula-mula berteriak sendirian melawan kedua elit itu. Tetapi, beliau bisa meyakinkan rakyat bahwa kesewenangan penguasa dan elit bisnis (yang biasa disebut taipan jahat) itu akan menghancurkan masa depan bangsa dan negara. Publik percaya karena memang dari hari ke hari kesemena-menaan kedua elit itu semakin blak-blakan.
HRS tidak punya modal apa-apa dalam misinya melawan kezaliman. Namun, rakyat memberikan dukungan kuat. Dan dukungan itu kemudian terbukti semakin besar dan semakin solid. Habib dalam ‘short notice’ (pemberitahuan mendadak) bisa mengumpulkan massa rakyat dalam jumlah besar. Bisa berjuta-juta orang sekali kumpul. Lintas ormas, lintas mazhab.
Para elit penguasa dan bisnis mulai gelisah. HRS menjadi sangat kuat. Mereka semua merasa terancam. Karena itu, Habib dan mesin komunikasinya harus distop. Celakanya, mereka harus mencarikan cara ‘legal procedures’ (prosedur hukum) untuk meruntuhkan pengaruh Imam Besar itu.
Tidak ada cara lain yang ampuh kecuali membawa HRS dan rombongannya digiring ke ranah terorisme. FPI harus dilabelisasi sebagai organisasi berbahaya yang akan melancarkan aksi teror meskipun publik menertawakannya. Dengan begini, para penguasa bisa dengan mudah menghabisi para aktivis FPI dengan alasan terlibat teroris.
HRS dan Munarman adalah dua fIgur yang berpotensi sebagai penggerak opini publik untuk menghancurkan kezaliman dan perampokan yang dilakukan para taipan. Itulah sebabnya mereka sejak lama sudah masuk daftar target untuk dilumpuhkan dengan tuduhan terorisme.
HRS untuk saat ini tak bisa mereka seret ke isu terorisme karena memang tidak mudah untuk membuktikannya. Kecuali dengan cara-cara busuk yang ditempuh oleh penguasa. Dan inilah yang sedang tayang.
Markas FPI di Petamburan digeledah. Entah bagaimana, para petugas bisa dengan mudah menemukan barang bukti berbahaya berupa serbuk putih. Serbuk putih tentunya bisa dibawa ke mana-mana. Bisa disebut ramuan dasar pembuatan bahan peledak, atau bisa juga disebut sebagai zat (obat-obatan) terlarang seperti sabu-sabu, dlsb.
Mau disebut apa pun di antara dua bahan itu, pastilah para mantan aktivis FPI, termasuk Munarman, akan tercitra jahat. Pembuat bom atau pengedar maupun pemakai narkoba.
Jadi, begitulah para penguasa yang semakin brutal. Siapa saja yang berpotensi menjadi ancaman politik bagi mereka, bisa dipastikan akan digiring ke isu terorisme atau narkoba. Perkara tak masuk akal publik, mereka tidak peduli. Yang penting musuh bisa dilumpuhkan.
Tapi, mereka lupa bahwa publik mencermati sepak terjang para penguasa zalim. Rakyat akan membiarkan mereka terjebak ke dalam perangkap yang mereka buat sendiri. Baru kemudian ‘tikus-tikus’ yang terjebak itu akan mengalami nasib yang tragis akibat kejahatan mereka sendiri.
*Sumber: FNN