[CATATAN Siti Hairul Dayah -berkacamta- di akun fbnya, suaminya ditangkap Densus 88 pada Jumat 2 April 2021, pasca kejadian Bom Makassar dan teror Mabes Polri]
Pagi ini ada tetangga saya yang datang ke pekarangan rumah. Bukan untuk bertamu tetapi mengangkuti pot-pot bunga mawar saya yang sedang mengembang. Mungkin mereka mengira setelah densus 88 menggeladah rumah kami dan membawa sebagian barang, mereka juga merasa berhak membawa barang2 kami. Dan saya hanya melihat dari depan jendela. Dan tidak saya tegur kalau hanya kehilangan bunga mawar saja tidak akan meruntuhkan dunia saya.
Saya juga tidak merasa perlu malu karena suami saya ditangkap densus. Suami saya ditangkap saat hendak salat ke masjid, bahkan saat mendidik anaknya untuk taat terhadap perintah Allah yakni mengajarinya salat berjama'ah di Masjid (karena ternyata kata anak bungsu kami, ayahnya dicegat saat hendak pergi salat ke masjid).
Saya akan malu dan sangat bersedih luar biasa bahkan dunia akhirat jika suami tertangkap sedang bermaksiat. Saya akan sedih sekali jika suami tertangkap karena korupsi, atau sedang di tempat prostitusi, naudzubillah.
Kemarin siang ada petugas Humas Polda yang datang berkunjung ke rumah. Mereka hanya meminta saya bersabar karena mereka juga tidak tahu dimana suami saya sekarang, hidupkah matikah, mereka juga tidak tahu.
Saya hanya diminta lebih selektif bergaul dan membaca. Padahal selama ini saya sangat selektif bergaul, bahkan beberapa pekan lalu saat ada tetangga meninggal saya ikut memasak tetapi memilih hanya tersenyum saat para tetangga membicarakan tentang aib orang lain. Bahkan saya nyetatus di twitter pas hari itu. Mungkin tidak terlibat ghibah itu bagian dari ' tertutup'.
Saya juga baru punya keberanian membaca berita hari ini. Dan hampir semuanya ditambahi. Dibilang saya bercadar dan sangat tertutup. Saya tidak bercadar, dan terhitung memiliki pergaulan luas. Teman-teman saya beragam. Bahkan sehari setelah suami saya ditangkap banyak teman blogger ingin datang berkunjung. Di event baik bersama teman-teman media dan blogger bahkan teman-teman komunitas saya tidak pernah duduk terpisah menyendiri di pojokan.
Tentang buku-buku yang diangkut dari rumah kami itu memang koleksi di perpustakaan kami. Kami gemar membaca. Dan hampir semua jenis buku saya baca, kemarin yg diangkut polisi ada buku tentang jihad Afganistan tetapi polisi tidak mengangkut buku Jalan panjang untuk pulang milik Agustinus Wibowo yang saya juga baca ada bab catatan perjalanan Agustinus Wibowo saat berkumpul bersama pejuang Afghanistan saat perang Afghanistan berkecamuk.
Saya selalu membaca dari dua sisi. Bukankah seharusnya seperti itu saat kita bersikap terhadap suatu berita. Saya membaca sirah Rasulullah bahkan terhitung lengkap di rumah kami bahkan pernah saya review di blog. Semua cerita Rasulullah tidak ada yang saya lewatkan. Kan lucu jika saya membaca tentang romantisme pernikahan Rasulullah, tentang Rasulullah mendidik anak, tentang akhlak Rasulullah terhadap tamu dan tetangga tetapi melewatkan membaca bab tentang jihad Rasulullah. Apakah memiliki buku tentang jihad di rumah kami lalu menjadikan kami bagian dari terorisme?
Bahkan mereka membongkar buku-buku kuliah saya di Ma'had Ali UMY karena semua buku tersebut Berbahasa Arab. Semua catatan kecil berupa kertas yang ditemukan di dalamnya diambil. Mungkin kalau dosen saya di Ma'had Ali bin Abi Thalib UMY ngerti pasti pada ketawa. La wong itu catatan buat contekan kalau saya ditanya atau diminta bikin kalimat dalam bahasa Arab. Tetapi kemarin saya tidak menegur hitung-hitung sekalian dibuangin sampahnya.
Polisi juga menggeladah novel-novel berbahasa Inggris dan karya penulis asing. Membuka semua novel Paulo Coelho yang mereka temukan. Membuka novel-novel romance dan novel suspen. Bahkan seorang polisi sangat khusyuk saat dia membuka sebuah novel-novel bersampul dengan gambar pisau lipat. Tadinya saya mau biarin tapi akhirnya saya bilang "Pak, JD Robb itu nama lain dari novelis Nora Roberts tapi khusus untuk buku-buku suspense dan detektif", polisinya akhirnya meletakkan kembali buku tersebut.
Tak hanya itu mereka mengangkut CD-CD yang dianggap berafiliasi ke jihad. Ada satu CD dengan cover bahasa Arab yang diambil petugas saat mereka menggeledah lemari pakaian saya. CD tersebut adalah paketan dari kitab Bayna Yadaik, buku belajar bahasa Arab isinya percakapan sederhana dalam bahasa Arab, tapi ga papa sih sesekali biar mereka tahu kalimat "Masmuka? Min aina? Syukron", dan bahasa Arab itu biasa aja ga seperti yang mereka bayangkan kalau orang ngomong bahasa Arab berarti ngajak berantem. Saya simpan diantara tumpukan pakaian dalam yang lembut karena plastiknya rusak dan saya merasa sayang jika CD tersebut rusak karena saya belum mendengarkan isi CD tersebut karena kami tidak punya pemutar CD.
Mereka juga mengambil semua buku catatan yang ada tulisan 'Osama' di sampulnya. Saya ingin bilang itu punya anak saya, namanya Usamah tapi sering dipanggil Osama. Tapi kalau bapak takut sama anak saya ya ga papa Pak. La wong anak itu tiap hari bikin saya pengen berantem kok pak marahin aja sesekali.
Mereka juga mengumpulkan semua perlengkapan bela diri di rumah. Dan bertanya siapa yang punya tongkat kayu di rumah kami. Saya jujur, anak saya sebelum masuk boarding school sempat beberapa tahun masuk pembinaan atlet DIY untuk cabang pencak silat dan anak saya aktif di Tapak Suci dan bersabuk biru dan toya itu adalah senjata yang dipelajari di sabuk biru Pak. Tetapi kalau mau diangkut ya ga papa daripada untuk mainan adek-adeknya dan mecahin benda-benda di rumah. Bahkan si bapak terkesan curiga ketika bertanya "Anaknya suka beladiri ya?", Iya benar pak saya malah mendukung anak saya beladiri daripada anak saya suka tiktok pak, anak saya lelaki pak sedih saya kalau dia malah joget bukan beladiri.
Saya juga ditanya apakah Anak-anak saya hafal Qur'an saya jawab bahkan ada anak saya alhamdulillah hafidz. Tak cuma hafidz pak bahkan hafal beberapa kitab berbahasa Arab. Ga cuma hafal Qur'an, anaknya good looking juga. Sempurna sudah framing anak hafidz dan good looking itu identik dengan radikalisme.
Udahlah pak saya nyerah ga mau membela diri. Setiap saya ngomong bapaknya memojokkan ke arah radikalisme melulu. Saya cerita tentang pekerjaan, tentang buku tentang anak semuanya dipojokkan ke radikalisme. Serah deh pak. Lo gue end pokoknya.
4 April 2021
(Siti Hairul Dayah)
*fb penulis
Pagi ini ada tetangga saya yang datang ke pekarangan rumah. Bukan untuk bertamu tetapi mengangkuti pot-pot bunga mawar...
Dikirim oleh Siti Hairul Dayah pada Sabtu, 03 April 2021