TERUNGKAP! Gerilya ke Kampus-Kampus, Demi Amandemen Konstitusi
Sejumlah ahli hukum tata negara khawatir amendemen UUD 1945 menjadi kuda troya yang ditunggangi banyak kepentingan politik.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terus menggulirkan rencana amendemen Undang-Undang Dasar 1945 meski ditentang banyak kalangan. Dengan janji amendemen terbatas, hanya untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), belakangan ini MPR giat menggalang dukungan ke sejumlah universitas.
Dikutip dari liputan KORAN TEMPO (18/3/2021), Wakil Ketua Bidang Pengkajian Ketatanegaraan MPR, Sjarifuddin Hasan, mengatakan kampus memiliki peran strategis dalam inisiatif pengaktifan kembali GBHN, yang dimodifikasi namanya oleh MPR menjadi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Secara kelembagaan, MPR pun aktif menjaring masukan dari para akademikus di perguruan tinggi berkaitan dengan upaya menghidupkan kembali GBHN.
Menurut Sjarifuddin, masukan dari kampus diperlukan untuk mempertajam alternatif bentuk hukum yang akan dipilih MPR dalam menyusun GBHN. "Kami perlu mensosialisasi rencana menghidupkan GBHN ini ke para akademikus secara menyeluruh,” kata dia kepada Tempo, kemarin (17/3/2021).
Salah satu perguruan tinggi yang menjadi mitra MPR adalah Universitas Airlangga. Sejak 2016, MPR menggelar focus group discussion (FGD) bersama sejumlah guru besar Unair yang membahas wacana GBHN sebagai salah satu panduan dalam perencanaan pembangunan.
Selasa lalu, melalui Pusat Studi Konstitusi dan Ketatapemerintahan (PSKK), Unair menggaet Universitas Islam Negeri Sunan Ampel menggelar seminar dengan topik senada. Seminar turut mengundang Kepala Biro Pengkajian MPR, Yana Indrawan.
Bulan lalu, MPR juga menyambangi Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan tujuan serupa. Wakil Ketua MPR, Fadel Muhammad, menemui Rektor UGM, Panut Mulyono, dan menyerahkan berkas sebanyak sepuluh halaman yang berisi poin-poin tentang PPHN.
Kampus lainnya yang didatangi MPR adalah Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung.
Universitas Padjadjaran juga diminta melakukan riset tentang rencana pemberlakuan kembali GBHN ini.
Tak hanya menyelenggarakan seminar di kampus-kampus, MPR juga menggandeng Forum Rektor Indonesia untuk menggaungkan rencana pengaktifan lagi haluan negara.
Di luar gedung parlemen, PDIP telah menggaungkan ide untuk menghidupkan kembali GBHN sejak kongres partai itu di Bali, Agustus 2019. PDIP ingin pengembalian GBHN diwujudkan lewat amendemen Undang-Undang Dasar 1945.
Anggota Badan Pengkajian MPR dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, mengatakan pembentukan PPHN menjadi salah satu prioritas kerja MPR. "Setelah MPR periode lalu membuat kajian, MPR periode sekarang lebih berfokus pada PPHN,” katanya.
Kecemasan Ahli Hukum Tata Negara
Berbeda dengan sikap para pemimpin universitas, sejumlah ahli hukum tata negara justru cemas rencana amendemen konstitusi ini akan melebar.
Mereka khawatir pembahasan PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara/GBHN) akan menjadi semacam kuda troya yang akan ditunggangi banyak kepentingan politik.
Misalnya, yang paling dicemaskan para ahli hukum adalah menggunakan pembahasan PPHN untuk memasukkan agenda memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Peluang untuk mengembalikan pemilihan presiden oleh MPR juga terbuka lebar.
"Sekali dibuka (amandemen UUD), agenda pembahasan bisa menjadi liar,” kata ahli hukum tata negara Universitas Airlangga, R. Herlambang Perdana Wiratraman, kemarin, Rabu (17/3/2021).
👉SELENGKAPNYA baca KORAN TEMPO, Kamis, 18 Maret 2021