Saya memahami kekhawatiran sebagian besar kawan-kawan yang masih waspada dengan "izin" Invenstasi Miras. Karena di Pidatonya, Pak Jokowi menyatakan mencabut Lampiran Perpres 10/2021, bukan mencabut Perpresnya langsung.
Saya kemarin mendownload Perpres tersebut. Sudah saya baca dan coba pelajari. Tapi Lampirannya sampai sekarang belum bisa terdownload. Maklum sinyal di Rumah naik-turun-turun-turun.
Saya akhirnya menyerah. Nanti akan saya download ulang dan coba pelajari lagi.
Dari Perpres yang saya baca, kemungkinan ijin investasi yang menyebutkan Miras secara eksplisit ada di Lampiran Perpres tersebut.
Jadi karena yang bermasalah dan ditolak masyarakat adalah Izin Investasi Miras yang sebelumnya masuk ke Bidang Usaha Tertutup menjadi Bidang Usaha Terbuka, maka yang dicabut adalah Lampiran Perpresnya.
Kalau menurut saya, berarti Izin Miras kembali jadi Bidang Usaha Tertutup sesuai Perpres 44/2016.
Masalahnya dengan terbitnya Perpres 10/2021, berarti Perpres 44/2016 tidak berlaku lagi.
Jadi yang terbaik adalah mendorong disahkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol jadi Undang-undang. Karena secara Konstitusi hirarki peraturan menjadikan Undang-Undang lebih tinggi dari Perpres.
Jadi sekali ini saya kurang sepakat dengan pendapat Prof. Yusril yang cuma menyarankan Pak Jokowi mengeluarkan Perpres baru setelah Perpres 10/2021 dikeluarkan dan Lampirannya dicabut.
Sekalian lebih bagus aturan Larangan Miras dijadikan sebagai hukum positif dalam bentuk Undang-Undang.
Aman, tenang, dan tidak mudah diotak-atik seperti Perpres yang kapan saja bisa diganti atau direvisi Presiden sendiri.
Sampai sekarang sepertinya baru Fraksi PKS yang paling bersemangat untuk menggolkan RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Mungkin saja karena cuma di Fraksi PKS di DPR RI yang tidak ada penikmat minuman kerasnya, ha..ha..ha...
(By Azwar Siregar)