[PORTAL-ISLAM.ID] Ada kelompok masyarakat memolisikan Presiden Jokowi lantara kasus kerumunan di Nusa Tenggara Timur. Namun polisi tak memproses laporan tersebut. Kok begini ya, masyarakat mengaitkan kerumunan Jokowi dengan Habib Rizieq gitu. Harusnya adil dong, apalagi Kapolri kan perna janji hukum mesti tajam ke atas dan juga ke bawah.
Nah pantes dan wajar kok polisi menolak untuk memproses kasus kerumunan heboh ini, ada beberapa hal yang mesti tahu kenapa polisi pasti menolak laporan tersebut.
Pantes polisi emoh proses kerumunan Jokowi
Sangat wajar jika sekelompok masyarakat melaporkan dan meminta polisi segera menangkap Presiden Jokowi. Dan sangat wajar juga jika Polri tidak menggubris laporan tersebut.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai, pelaporan Presiden Jokowi ke Bareskrim oleh Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan pada Kamis 25 Februari 2021 pekan lalu adalah hal yang wajar. Sebab Jokowi sudah menimbulkan kerumunan massa dalam kunjungan kerjanya ke Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Laporan ini dikarenakan saat Habib Rizieq melakukan kerumunan massa, tokoh FPI itu ditangkap polisi dan hingga kini masih ditahan. Bahkan dua Kapolda saat itu, Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat dicopot dari jabatannya oleh Kapolri.
Lalu bagaimana dengan kerumunan massa yang dilakukan Jokowi, apakah Kapolda NTT akan segera dicopot dari jabatannya oleh Kapolri?
“IPW berkeyakinan Kapolri tidak akan berani mencopot Kapolda NTT. IPW juga berkeyakinan Polri tidak akan berani memeriksa dan menangkap Jokowi, seperti Polri memperlakukan Habib Rizieq,” jelas Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam keterangannya kepada Hops.ID, Senin 1 Maret 2021.
Ada Geng Solo
Kapolri Sigit di saat uji kepatutan di Komisi III boleh saja mengatakan di eranya “hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas”. Kasus kerumunan massa yang dilakukan Jokowi akan membuktikan janji kapolri tersebut.
IPW menilai sangat wajar jika Polri tidak akan memproses laporan soal kerumunan massa di NTT. Ada dua penyebabnya. Pertama, saat ini yang berada di elit Polri adalah “Geng Solo” yang sangat dekat dengan Jokowi.
Kedua, memproses Jokowi tentu dapat membahayakan keselamatan Presiden.
Seharusnya Jokowi tahu diri kerumunan massa yang dilakukannya akan merepotkan orang orang dekatnya, terutama di Polri, sehingga seharusnya Jokowi bisa menahan diri. Sebab apa yang dilakukannya, tidak hanya menuai polemik, tapi juga menunjukkan adanya diskriminasi hukum di masyarakat serta membuat rasa keadilan publik dicederai oleh presiden.
Jokowi sebagai presiden dan sebagai pejabat publik harusnya bisa menjadi contoh kepada masyarakat luas untuk menaati dan menerapkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 dan bukannya bebas bereforia membuat kerumunan massa mentang mentang polisi tidak berani menangkapnya.
Presiden harus kasih contoh buat rakyatnya
Pada cuitannya, politikus PKS Mardani Ali Sera kemudian menyinggung seharusnya Presiden Jokowi menjadi contoh bagi masyarakat dalam hal penerapan protokol kesehatan, seperti halnya saat kunjungan di NTT.
“Masyarakat membutuhkan keteladanan dan komitmen pemimpinnya. Ini masalah kita bersama, tiap pemimpin mesti menjadi contoh penerapan protokol kesehatan,” ujarnya.
Dalam video yang beredar, Jokowi tampak menggunakan mobil kepresidenan yang dihadang oleh ratusan masyarakat. Dikutip Suara, dia terlihat menyapa masyarakat melalui kap mobil yang terbuka sambil sesekali melambaikan tangan dan memberi isyarat untuk mengenakan masker.
Ratusan masyarakat tersebut terlihat saling berdempetan karena ingin lebih dekat melihat sosok Jokowi. Protokol kesehatan Covid-19 yakni menjaga jarak pun diabaikan dalam peristiwa tersebut.
Bukannya meminta masyarakat untuk bubar, Jokowi malah membagi-bagikan beberapa cinderamata yang dilemparkannya ke arah masyarakat.
Maksud kedatangan Presiden Jokowi ke daerah tersebut ialah untuk meresmikan Bendungan Napun Gete yang terletak di Desa Ilinmedo, Kecamatan Waiblama, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).[hops]