Kematian Model Apa Yang Kita Pilih. Semua Ditentukan Taubat Nasuha dan Konsistensi.
Ada dua tokoh kesohor yang lahir di tahun sama dan wafat di tahun yang sama. Dua tokoh yang berbeda kutub. Pertama, Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni seorang ulama mewakili kutub Sunni, haroki, dengan karya fenomenal. Kedua, seorang tokoh Liberal Sekuler Arab yang sangat membenci Islam, namun dipuja puji dunia Barat.
Pertama, pengarang Tafsir As-Shobuni. Kitab yang diajarkan di Pesantren PERSIS No 19 Bentar Garut, tempat saya menimba dasar-dasar ilmu keIslaman. Saya berkesempatan jumpa satu kali dengan beliau saat kunjungan ke Aleppo. Beliau lahir tahun 1930 di kota Aleppo Syiria. Lulus Al-Azhar tahun 1955.
Kedua, Penulis asal Mesir Nawal El Saadawi, pegiat emansipasi wanita yang sangat anti Islam. Buku yang paling populer adalah Woman at Point Zero, yang pertama kali diproduksi dalam bahasa Arab tahun 1975. Buku ini juga dialihbahasakan ke bahasa Indonesia dengan judul Perempuan di Titik Nol.
Usai revolusi Mesir Januari 2011 dan revolusi Syiria tak lama kemudian. Syaikh Ash-Shobuni memilih sikap kontra rezim diktator. Beliau menjuluki Basyar Assad dengan julukan Musailamah Al-Kadzab. Sementara El-Saadawi terus menjilat penguasa kudeta AsSisi. Merasa diberi panggung, karena AsSisi sangat antipati dengan Islam dan memerlukan El-Saadawi untuk memoles dirinya di hadapan penguasa Barat.
Allah menakdirkan, keduanya meninggal dunia hampir bersamaan. Syaikh Ash-Shobuni belum melihat Bashar Assad lengser usai 10 tahun revolusi. Demikian As-Saadawi, dia harus melihat pahit: jilbab yang ia nistakan, kini digunakan ibu negara Turki, anggota Kongres AS, dan para Muslimah Barat.
Syaikh Ath-Thuraifi mengatakan,
مَن عجز عن نُصرة المظلوم فلا يمدح الظالم، فإنّه لا يَظلم إلا من اعتاد على المدح بلا نُصح، فالمدح يُنسيه ويُطغيه .
"Barangsiapa yang tidak mampu membela pihak-pihak yang dizhalimi, maka hendaklah tidak memuji-muji pelaku zhalim. Sebab tidaklah ia terbiasa melakukan kezhaliman, melainkan karena ia biasa dipuji tanpa nasihat. Pujian membuatnya lalai dan bersikap melampaui batas."
(Oleh: Dr. Nandang Burhanudin)