Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial
Tak begitu sulit di negeri ini jika kita mau mencari berbagai jenis hewan terutama kambing yang berbulu putih. Tapi untuk mencari kambing yang berbulu hitam agak sulit bahkan boleh dibilang langka, kenapa? Karena di negeri ini tidak sedikit kambing hitamnya sudah banyak terbeli oleh para pejabat publik untuk ‘mengambinghitamkan’ suatu insiden yang baru terjadi.
Sungguh sangat disesalkan pernyataan para pejabat publik yang justru bukan meredam situasi malah tambah memanas-manasi kondisi pascaledakan bom di halaman Gereja Katedral Makasar, Ahad (28/3/2021)
Alih-alih meredam situasi, malah dengan secepat kilat membuat pernyataan-pernyataan yang secara tendensius langsung menunjuk kelompok tertentu. Dengan detail jaringan-jaringannya disampaikan. Jika selama ini jaringan-jaringan tersebut sudah teridentifikasi, kenapa ko masih juga terjadi insiden bom-boman? Pascaledakan, seperti biasa kalau insiden terjadi di sekitar gereja maka secepat kilat muncullah kambing hitamnya, gerakan Islam radikal, intoleran dan sebutan-sebutan lainnya.
Perlu diingat, pascainsiden ledakan bom yang katanya bom bunuh diri, tak urung berseliweranlah di media sosial meme-meme tebak-tebakan nitizen. Para nitizen tidak sedikit yang melontarkan tebakan-tebakannya bernada pertanyaan, mungkinkah ada klaim atau pernyataan bahwa pelaku bom bunuh diri itu orang gila atau orang yang terganggu jiwanya sebagaimana jika insiden tersebut terjadi di sekitar masjid?
Wajarlah jika publik bertanya-tanya, sudah sekian tahun berjalan operasi anti teror dan telah menggunakan dana yang tidak sedikit, tapi ko masih saja terjadi dar-dir-dor bom-boman di negeri ini?
Semoga saja, pernyataan-pernyataan pejabat publik tidak malah menambah runyam situasi. Hendaknya pejabat publik dapat memilah dan memilih narasi-narasi yang dapat mendinginkan situasi bukan malah sebaliknya membuat situasi runyam di tengah pandemi yang belum juga tuntas diatasi. Sungguh tragis dan ironis, kambing hitam muncul di tengah pandemi.