Kader PDIP Samosir Melawan Megawati Soekarnoputri
Di tengah kisruh yang terjadi di tubuh Partai Demokrat, ternyata juga ada konflik di tubuh PDI-P. Hanya saja pemberitaannya tidak riuh seperti kudeta yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jend (Purn) TNI Moeldoko terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Seperti diberitakan Kompas tanggal10 Maret 2021, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri digugat oleh mantan kader partai banteng ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu dilayangkan oleh Rismawati Simarmata yang belum lama ini dipecat dari PDI-P. Namanya ada kemiripan dengan Tri Rismaharani, mantan Walikota Surabaya yang sekarang menjadi Menteri Sosial. Sama-sama bernama Risma, keduanya juga kader PDIP, tetapi berbeda peran dan posisi. Rismawati Simarmata ini berani menggugat Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri setelah dirinya dipecat dari Partai Banteng Moncong Putih itu.
Selain Megawati, gugatan tersebut juga ditujukan kepada Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, Ketua DPD PDI-P Sumatera Utara Djarot Saiful Hidayat, dan Ketua DPC PDI-P Samosir Sorta Ertaty Siahaan. Dalam petitum gugatannya, Rismawati meminta majelis hakim membatalkan pemecatannya, baik sebagai kader PDI-P maupun sebagai anggota DPRD Kabupaten Samosir. Ketua DPC PDI-P Samosir Sorta Siahaan menyebutkan, pemecatan itu karena Rismawati mendukung calon kepala daerah di luar PDI-P pada Pilkada 2020.
Pemecatan terhadap kader PDIP Rismawati menggambarkan aturan di organisasi partai tersebut bersifat feodal dan otoriter. Gugatan yang diajukan kader PDIP Samosir tersebut, menunjukkan bahwa penerapan aturan di internal PDI-P itu dilakukan secara sewenang-wenang. Sehingga wajar kalau kemudian Rismawati menggugat Megawati Soekarnoputri selaku pimpinan tertinggi di PDIP. Dia mengajukan gugatan ke pengadilan karena diyakini Rismawati memiliki argumentasi hukum yang kuat.
Saya mengapreasiasi keberanian Rismawati yang berani melayangkan gugatan kepada Megawati, sebagai pimpinan partai penguasa saat ini. Di atas kertas, memang kecil kemungkinan bagi kader PDI-P Samosir tersebut untuk bisa memenangkan gugatan di PN Jakarta Pusat. Namun, di tengah kultur feodal di tubuh PDI-P serta kuatnya kekuatan oligarki partai saat ini, keberanian Risma menggugat Megawati perlu diacungi jempol.
Bagi kader partai seperti Rismawati Simarmata pemecatan dirinya dari keanggotaan partai boleh jadi merupakan penghinaan terhadap harkat dan martabat dirinya. Oleh karena itu, gugatan yang diajukan Risma kepada para petinggi PDIP merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap perlakuan sewenang-wenang di tubuh partai tersebut. Jangankan kasus pemecatan kader partai, ada kasus penyalahgunaan organisasi parpol yang dilakukan pimpinan tertinggi partai bisa kok digugat ke pengadilan. Ini menunjukkan bahwa parpol bukan milik perseorangan atau miliki keturunan dari tokoh tertentu.
Dua tàhun lalu, salah seorang kader Partai NasDem, Kisman Latumakulita, menggugat keabsahan Surya Paloh sebagai Ketua Umum Nasdem . Kisman menyebut masa jabatan Surya Paloh seharusnya berakhir pada 6 Maret 2018.
“Mengguggat keabsahan Pak Surya Paloh sebagai ketum. Periodisasi jabatan ketum untuk 5 tahun,” kata Kisman setelah mendaftarkan gugatan perdata selisih internal parpol ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 6 Februari 2019.
Kisman berpatokan pada Surat Keputusan Kemenkum HAM tentang pengesahan kepengurusan Nasdem yang diteken MenkumHAM saat itu Amir Syamsuddin pada 6 Maret 2013. Sedangkan pada Pasal 21 Anggaran Dasar Nasdem, diatur periodisasi kepengurusan selama 5 tahun.
Kasus tersebut sempat disidangkan di PN Jakpus. Namun dalam sidang tersebut majelis hakim menolak gugatan yang diajukan kader Partai Nasdem, Kisman Latumakulita. Kemudian Kisman mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di MA pun gugatan yang diajukan Kisman ditolak. Meski gugatan tersebut ditolak lembaga peradilan, namun kader partai seperti Kisman Latumakulita telah menggunakan hak politiknya secara tepat dan proporsional.
Di alam demokrasi yang berlaku di Indonesia sekarang ini, sah-sah saja seorang kader partai menggugat pimpinan partai yang dianggap menyimpang dari ketentuan hukum dan aturan organisasi. Jangankan kasus pemecatan seperti yang dialami Rismawati Simarmata dari keanggotaan PDIP, pimpinan tertinggi partai yang melampaui masa jabatannya seperti pada kasus Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, bisa dipersoalkan dan digugat secara hukum oleh kader partainya.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kasus diatas, dalam sistem demokrasi pimpinan parpol tidak bisa bertindak seenaknya sendiri. Mereka harus taat dan patuh pada ketentuan internal organisasi (AD/ART Parpol) serta mematuhi aturan hukum yang ada. Semua warga negara Indonesia memang memiliki hak dan kedudukan yang sama didepan hukum, namun realita hukum menunjukkan pada kita bahwa putusan hukum kerap lebih berpihak pada kepentingan penguasa dan pemilik uang.
Apakah Rismawati Simarmata bisa memenangkan gugatannya di PN Jakarta Pusat? Kita lihat saja nanti.
Oleh: Tjahja Gunawan
(Penulis wartawan senior FNN)
*Sumber: FNN