[PORTAL-ISLAM.ID] Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengaku curiga dan heran kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kecurigaan itu terkait dengan lambatnya lembaga antirusuah itu memanggil dan memeriksa Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry.
Pemeriksaan tersebut perihal dengan kasus korupsi bantuan bansos Covid-19 yang menyeret eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara.
Sementara itu dalam kasus korupsi benur lobster yang dilakukan eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, KPK langsung sigap dan cepat.
“Kasus impor benur, KPK begitu cepat dan sigap memanggil jenderal polisi, yakni Komjen (Purn) Antam Novambar sebagai saksi, tapi KPK lembek memanggil kasus korupsi Bansos Covid-19 ini jadi pertanyaan,” jelasnya kepada Pojoksatu.id, Kamis (18/3/2021).
Kerena itu, Neta berharap lembaga di bawah pimpinan Firli Bahuri itu secepatnya memeriksa politisi berlatar belakang Partai PDIP tersebut.
Menurutnya, takutnya lembaga di bawah pimpinan Firli Bahuri itu seolah takut dan terkesan anak buah Megawati Soekarnoputri itu dibeking oleh penguasa.
“Jangan takut periksa Herman Heri dan Achsanul seolah mereka dibackup oleh orang orang kuat di negeri ini,” tuturnya.
Tak hanya itu, Neta juga meminta KPK memeriksa Ihsan Yunus yang juga kader partai berlambang kepala banteng itu.
Kemudian, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi yang juga diduga terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
“Mereka telah disebut dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan diperjelas dalam persidangan di pengadilan tipikor Jakarta,” lanjut Neta.
Pengamat yang terkenal mengkritik lembaga TNI-Polri itu mengatakan bahwa keterlibatan kader partai berlambang kepala banteng itu sudah terbukti.
“Keterlibatan Herman Heri misalnya, terkuak melalui Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial, Adi Wahyono,”
“Itu mengenai pembagian jatah kuota 1,9 juta paket sembako covid-19 dalam sidang dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja di Jakarta, beberapa hari lalu,” sambungnya.
Bahkan, ungkap Neta, Jaksa mempertegas BAP nomor 53 milik Adi Wahyono menyebut 1 juta paket diberikan untuk grup Herman Hery, Ivo Wongkaren, Stefano dan kawan-kawan.
Kemudian, 400 ribu paket kepada Ihsan Yunus, Irman Ikram, Yogas dkk. Sedangkan, 300 ribu oleh Matheus Joko dikelola untuk kepentingan bina lingkungan dan 200 ribu untuk teman kerabat kolega Juliari Peter Batubara.
Sementara itu keterlibatan Achsanul Qosasi, anggota BPK diperjelas oleh Jaksa penuntut umum dalam kesaksian Matheus Joko Santoso.
Itu Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos yang membacakan rincian penggunaan Rp14,7 miliar uang yang berasal dari fee perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19.
“Saksi Matheus Joko Santoso menerangkan dalam persidangan sama dengan terdakwa pihak swasta Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja di pengadilan tipikor Jakarta,” ucap Neta.
JPU membacakan BAP nomor 78 milik Matheus Joko Santoso tentang penggunaan uang tersebut adalah untuk operasional BPK 1 miliar yang diberikan melalui Adi Wahyono. Di BAP menurut JPU menyebut nama Achsanul Qosasi.
Dengan adanya petunjuk tersebut, tambah Neta, dalam persidangan dan BAP itu, penegakan hukum harus dituntaskan KPK.
“Lembaga anti rasuah itu harus segera memeriksa Herman Heri dan Achsanul. Sekali lagi para polisi penyidik di KPK jangan takut pada Herman Heri dan Achsanul,” tandas Neta.(muf/pojoksatu)