Adakah yang Mau Mengkudeta Ketua Umum PDIP?
Akhir-akhir ini banyak politisi dan pengamat politik ramai membicarakan kudeta yang dilakukan Jenderal (Purn) TNI Moeldoko terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Di balik peristiwa tragis tersebut, adakah orang yang terinspirasi, berpikir atau merencanakan untuk mengkudeta Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri ?
Para kader muda Partai Banteng seperti Maruarar Sirait (Ara), Budiman Sujatmiko, Arif Budimanta, apakah Anda semua mempunyai rencana untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) seperti yang telah dilakukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko bersama kader Partai Demokrat yang kecewa dengan kepemimpinan AHY? Mosok nyali Anda kalah sama Moeldoko yang berumur lebih tua?
Pada tàhun 2014, Maruarar Sirait gagal menjadi Menkominfo karena tidak disetujui oleh Megawati. Menurut informasi di kalangan politisi PDIP waktu itu, Ara dituduh sebagai salah seorang kader muda di Partai Banteng yang hendak menggulirkan KLB PDIP. Oleh karena itu, meskipun Ara sudah berada di Istana Kepresidenan untuk dilantik Jokowi sebagai Menkominfo, terpaksa dibatalkan hanya gara-gara tidak disetujui pimpinan partainya.
Padahal waktu itu, Ara sudah lengkap mengenakan kemeja putih. Sebagai gantinya, diangkatlah Rudiantara, seorang profesional di dunia komunikasi yang juga pernah menjadi direksi di perusahaan BUMN yakni di PT Semen Gresik (sekarang PT Semen Indonesia) dan PT PLN. Tentu saja Ara merasa kecewa yang amat sangat,.
Waktu itu juga Ara segera meluncur dari Istana Presiden Kepresidenan menuju kediaman Ketua Umum PDI-P di Jl Teuku Umar Jakarta. Dia mau menemui Megawati Soekarnoputri. Sayangnya, Ketua Umum PDI-P tersebut tidak bisa ditemui Maruara Sirait. Meskipun Ara adalah juga putra tokoh senior PDI-P, Sabam Sirait, namun kalau Megawati sudah marah dengan kadernya, hal itu nampaknya tidak bisa diampuni.
Petugas Partai
Demikian juga Jokowi. Walaupun dia sebagai presiden, tetapi di mata Megawati Soekarnoputri dia tetap sebagai ‘Petugas Partai’. Oleh karena itu, kewenangan yang dimiliki Jokowi sebagai presiden, sesungguhnya bersifat semu. Dalam kenyataannya, Jokowi tidak berdaya manakala berhadapan dengan Megawati. Sejak Jokowi menjadi Presiden tàhun 2014, dalam berbagai kesempatan Megawati selalu menyatakan bahwa Jokowi adalah Petugas Partai. Atribut yang disandang inilah yang membatasi ruang gerak politik Jokowi sebagai presiden.
Kembali kepada peristiwa politik dramatis KLB Partai Demokrat yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Banyak spekulasi yang menyebutkan bahwa Moeldoko hanya berperan sebagai pelaksana kudeta terhadap Partai Demokrat. Sementara master mindnya adalah Jokowi. Apalagi, sampai sekarang Jokowi diam membisu atas perilaku bawahannya Moeldoko yang telah melakukan kudeta atas kepemimpinan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Diamnya Presiden ini seolah mengonfirmasi dugaan bahwa Jokowi lah yang berada dibalik KLB Partai Demokrat. KLB ini sesungguhnya tidak semata-mata untuk melengserkan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Tetapi juga bertujuan untuk mereduksi pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono di Partai Demokrat.
Spekulasi politik lain menyebutkan bahwa skenario KLB PD ini merupakan bagian dari strategi PDIP dalam rangka semakin mengokohkan sebagai partai berkuasa menjelang Pemilu 2024. Oleh karena itu, kemudian dilakukan langkah politik untuk mengkerdilkan atau membonsai partai oposisi. Sejumlah pengamat menyebutkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) diperkirakan juga tidak akan luput dari operasi politik kotor yang akan dilakukan partai penguasa.
Sebenarnya pada Pemilu 2019 lalu, jumlah perolehan suara dan perolehan kursi di DPR untuk Partai Demokrat menurun dari posisi keempat pada 2014, menjadi posisi ketujuh dari 9 partai di DPR, dengan perolehan suara sebanyak 7,77 % suara nasional (10.876.507). Namun, hingga kini pengaruh SBY di partai berlambang Mercy itu masih sangat kuat. Oleh karena itu, PDI-P berkepentingan untuk menghilangkan pengaruh mantan Presiden RI keenam itu. Pelaksanaan KLB Partai Demokrat yang digelar Jumat 5 Maret 2021 lalu, adalah untuk meruntuhkan kekuasaan SBY di Partai Demokrat.
Mereka yang telah melakukan kudeta terhadap AHY, bisa saja menyatakan bahwa langkah politik yang mereka lakukan itu untuk memutus dinasti politik. Padahal, sesungguhnya mereka ingin memutus pengaruh politik SBY di Partai Demokrat.
Kalau benar politisi muda Indonesia saat ini risau dengan dinasti politik, maka PDI-P juga merupakan parpol yang masih memberlakukan dinasti politik. Sejak akhir Orde Baru sampai sekarang, PDIP masih dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri. Dia sudah lebih dari 20 tàhun menjadi Ketua Umum PDI-P. Apakah para politisi muda di PDIP tidak bosan dipimpin Megawati ?
Saya yakin masih banyak para kader muda dan politisi energik di PDIP yang masih memiliki idealisme dan integritas serta loyalitas kepada partai. Saya yakin para politisi muda di PDIP sudah paham implikasi dari adanya dinasti di tubuh parpol.
Dinasti politik di tubuh Parpol bisa menghambat regenerasi dan kaderisasi partai. Apalagi sekarang usia Megawati sudah tidak muda lagi seperti dulu. Dia sudah berumur 74 tàhun, lahir 23 Januari 1947. Sementara SBY berumur 71 tàhun, lahir 9 September 1949.
SBY sebenarnya sudah mengalihkan tongkat kepemimpinan partai kepada kader muda yakni AHY kendati Ketua Umum PD ini adalah putranya sendiri. Sementara PDI-P, sampai sekarang masih dipimpin Ketua Umum yang sudah lanjut usia. Sangat boleh jadi Megawati sedang galau atau dilanda kebingungan, apakah estafet politik akan diserahkan kepada Puan Maharani atau Prananda. Keduanya adalah putra putri Megawati Soekarnoputri dari suami yang berbeda.
Muhammad Prananda Prabowo, biasa dipanggil Prananda. Saat ini Prananda Prabowo dipercaya sebagai Ketua DPP PDI-P Bidang Ekonomi Kreatif periode 2019-2024. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Ruang Pengendali dan Analisis Situasi PDIP. Sosok yang satu ini tidak pernah muncul ke permukaan apalagi tampil di media massa.
Sebaliknya, Puan Maharani, lebih banyak dikenal publik karena begitu Jokowi berkuasa tàhun 2014, dia langsung diangkat sebagai menteri meskipun banyak kalangan yang meragukan kemampuan dan kapasitasnya. Nah pada periode kedua Jokowi sebagai Presiden ini, Puan Maharani sengaja ditempatkan sebagai Ketua DPR-RI.
Meski Prananda tidak pernah muncul ke permukaan, namun di internal PDI-P sendiri dia memiliki faksi sendiri yang berbeda dengan kelompok Puan Maharani. Menurut seorang politisi, kepentingan politik Prananda dan Puan Maharani berbeda. Misalnya, dalam kasus dugaan korupsi Bansos yang melibatkan Wakil Bendahara PDIP Juliari Batubara, lebih banyak terkait dengan kepentingan Puan Maharani dan kroninya.
Sementara itu, Prananda dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, lebih banyak mengurus proses rekrutmen dan seleksi kader partai yang akan ditempatkan di lembaga legislatif. Termasuk proses seleksi untuk para calon kepala daerah dari PDIP. Meski demikian, proses rekrutmen dan seleksi calon kepala daerah PDIP, juga tidak sepi dari praktek suap dan korupsi.
Menurut catatan Setara Institute, kader PDIP menjadi penyumbang terbanyak dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK sepanjang tahun 2018. Delapan kepala daerah dari partai berlambang banteng moncong putih itu terjerat kasus korupsi. Kedelapan orang tersebut antara lain mantan Bupati Ngada Marianus Sae, mantan Bupati Bandung Barat Abubakar, mantan Bupati Purbalingga Tasdi, dan mantan Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar.
Kemudian yang lebih tragis adalah OTT KPK pada pekan terakhir November 2020 hingga pekan pertama Desember 2020. Hanya Dalam waktu sepuluh hari, KPK sukses menjaring tiga kader PDIP.
Ketiga kader PDIP yang terjaring KPK itu adalah Wali Kota Cimahi yang juga Ketua DPC PDIP Kota Cimahi Ajay Priatna (27 November 2020), Bupati Banggai Laut yang juga Ketua DPC PDIP Banggai Laut Wenny Bukamo (3 Desember), dan Menteri Sosial yang juga Wakil Bendahara Umum PDIP Juliari Batubara (6 Desember).
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, PDIP menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung.
“Hukum adalah jalan peradaban untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Siapapun wajib bekerja sama dengan upaya yang dilakukan oleh KPK tersebut,” ujar Hasto sebagaimana dikutip dari laman resmi PDIP, Minggu (6/12/2020).
Nah, dengan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan kader PDIP, apakah ada diantara kader muda Partai Banteng ini yang berkeinginan menggelar KLB seperti yang dilakukan di tubuh Partai Demokrat? Kita tunggu saja keberanian dan nyali dari para politisi muda kader PDIP untuk bisa menggulingkan Megawati Soekarnoputri dari kursi Ketua Umum PDIP.
(Sumber: FNN)