Hampir semua partai politik mengecam dan meminta agar penegak hukum untuk segera menindak salah satu pendengung terdepan pemerintahan Joko Widodo, Permadi Arya alias Abu Janda. Hanya satu partai yang kadernya terang-terangan membela: Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Mereka semua—dari koalisi seperti Partai Nasdem, Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar hingga oposisi seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat—sepakat menilai bahwa tingkah Abu Janda merusak persatuan dan stabilitas Indonesia.
Setidaknya ada dua kasus hukum yang menjerat Abu Janda. Kasus pertama terkait dugaan tindakan rasis terhadap mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai. Kasus kedua, Abu Janda mengatakan Islam agama arogan.
Awalnya yang memberikan dukungan untuk Abu Janda adalah seorang kader PSI yang cukup rewel di media sosial, Dedek Prayudi. Lewat Twitter, ia mengaku memberikan dukungan moral kepada Abu Janda.
“Mungkin buat sebagian orang ini sesuatu yang tidak populer, hari ini saya sengaja bertemu menanyakan kehebohan terkait dirinya, memberikan masukan & dukungan moral kepada @permadiaktivis1 sebagai seorang kawan,” kata dia di akun twitternya, 30 Januari lalu.
Hal senada juga dikatakan oleh politikus PSI lain yang lebih senior, Guntur Romli. Menurut dia, seluruh ucapan Abu Janda penting agar menjadi penyeimbang narasi Tengku Zulkarnain dan Murnaman yang selama ini dituding rutin mengeluarkan hoaks.
Dalam dua ciutannya, Guntur Romli tak fokus dengan substansi Abu Janda, namun lebih menyerang oposisi. “Selama Tengku Zul bebas ngebacot, Munarman ngehoax, maka Abu Janda dibutuhkan sbg wacana penyeimbang,” kata dia. “Banyak orang waras gak suka gaya Abu Janda, tapi klau benar2 waras pasti lebih tidak suka gaya Tengku Zul dan Munarman.”
Salah Cara Membela
Menurut pengajar komunikasi politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin, cara dua kader PSI tersebut merespons segala kasus yang menimpa Abu Janda sangat bertolak belakang dengan jargon partai yang mengklaim setia terhadap kebebasan berpendapat, antirasisme, dan antidiskriminasi.
“Dalam kasus Abu Janda, sangat kentara warna dan baju aslinya PSI. Mana mungkin orang yang rasis dan dianggap merendahkan Islam didukung? Artinya ada udang di balik batu. Bukan kebenaran dan keadilan [yang diperjuangkan]. Tapi murni politik,” kata Ujang saat dihubungin wartawan Tirto, Senin (1/2/2021) sore.
Menurut Ujang, jika PSI membela Abu Janda atas dasar nilai-nilai kebebasan berpendapat, harusnya para kadernya sekaligus mendesak agar UU ITE—yang selama ini menjadi biang kerok kemunduran demokrasi di Indonesia—dihapus. “Kebebasan pendapat itu dijamin oleh konstitusi,” kata dia.
Jika PSI bisa lebih rasional dan mengedepankan penegakan hukum, seharusnya biarkanlah Abu Janda diproses sampai pengadilan. Pengadilanlah yang menentukan apakah dia bersalah atau tidak.
“Dari awal saya menilai PSI memang sama dengan partai-partai yang sudah-sudah. Berbasis kepentingan dan pragmatis saja. Belum apa-apa sudah kelihatan warna aslinya,” Ujang menyimpulkan.
(Sumber: tirto)