[PORTAL-ISLAM.ID] Eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyebut terdapat unsur sistematis dalam peristiwa 7 Desember 2020 yang menewaskan enam laskar FPI.
Munarman pun tidak menerima begitu saja rekomendasi Komnas HAM yang menyebut peristiwa 7 Desember sebagai peristiwa pidana biasa.
Itu disampaikannya menanggapi diserahkannya hasil laporan Komnas HAM atas peristiwa 7 Desember 2020 dari pemerintah kepada polisi.
“Kalau Komnas HAM ngotot peristiwa ini adalah peristiwa pidana biasa, enggak perlu ada Komnas HAM, dong,” kata Munarman dalam pesan singkatnya kepada jpnn, Selasa (2/2/2021).
Menurut Munarman, peristiwa 7 Desember 2020 berkategori pelanggaran HAM berat. Pasalnya, dalam peristiwa itu terdapat prinsip pertanggungjawaban komando.
“Ada command responsibility berupa by ommission maupun by commission dalam pembunuhan enam laskar tersebut,” kata Munarman.
Sebelumnya, Komnas HAM telah mengirimkan hasil laporan tentang tragedi 7 Desember 2020 ke pemerintah pada 14 Januari 2021.
Adapun laporan tragedi 7 Desember 2020 memuat tentang kejadian bentrok enam laskar Front Pembela Islam dengan kepolisian di Tol Jakarta-Cikampek.
Dalam laporan yang sama, Komnas HAM juga menyampaikan beberapa rekomendasi atas kejadian tersebut.
Komnas HAM menyebut terdapat dua konteks dalam bentrok enam laskar dengan polisi di Tol Jakarta-Cikampek.
Konteks pertama yakni kejadian sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat sampai diduga mencapai KM49 Tol Jakarta-Cikampek yang menewaskan dua orang Laskar FPI.
Dalam kejadian ini terdapat aksi saling tembak antara laskar dengan polisi.
Konteks berikutnya yakni kejadian di KM50 Tol Jakarta-Cikampek yang menewaskan empat laskar FPI.
Dalam laporan Komnas JAM, empat laskar tewas ketika berada dalam penguasaan petugas negara.
Dalam rekomendasinya, Komnas HAM menyebut terjadi dugaan pelanggaran HAM atas kejadian tewasnya empat dari enam laskar.
Dari situ, Komnas HAM meminta proses hukum dilaksanakan di pengadilan pidana.
Kemudian Komnas HAM juga merekomendasikan pengusutan lebih lanjut atas kepemilikan senjata api oleh sipil saat kejadian bentrok laskar dengan polisi.