[PORTAL-ISLAM.ID] Sebuah jasa penyelenggara pernikahan bernama Aisha Weddings membuat geger publik awal Februari ini. Kemunculannya menuai kontroversi sebab mempromosikan pernikahan usia 12 tahun, nikah siri, sampai poligami.
Selain memiliki situs resmi, alat promosi fisik--berupa baliho, selebaran, hingga spanduk--dilaporkan ditemukan di tiga wilayah berbeda: Jakarta (DKI Jakarta), Lombok (NTB), dan Kendari (Sulawesi Tenggara).
"Aisha Weddings akan merencanakan pertama, kedua, ketiga, keempat pernikahan impian anda," demikian tulisan sebuah baliho Aisha Weddings yang ditemukan di Kendari.
Di situs daringnya sendiri, Aisha Weddings menulis: 'Semua wanita muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami, Anda harus menikah pada usia 12-21 tahun dan tidak lebih'.
Situs tersebut masih aktif saat dikunjungi CNNIndonesia.com, pada Rabu (10/2/2021). Namun, pada hari tersebut, beberapa jam usai viral Aisha Weddings di jagat maya dan santer pemberitaan, situs tersebut tidak bisa diakses.
Pengumuman 'Sedang dalam perbaikan' akan tampil jika membuka situs Aisha Weddings tersebut.
Sejak kemunculannya yang viral tersebut, kejanggalan mulai terendus dari berbagai sisi.
Salah satunya, kejanggalan yang diamati Pendiri Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi. Berdasarkan analisis pengamat internet dan media sosial yang disebar lewat utas di akun media sosial Twitter miliknya, situs Aisha Weddings baru berusia sehari saat viral.
Selain itu, Ismail menyatakan kemunculannya pun dianggap tidak jelas secara daring maupun luring.
CNNIndonesia.com turut menelusuri kejanggalan keberadaan situs promosi pernikahan bertema Islami tersebut.
Hasil pelacakan CNNIndonesia.com pada 10 Februari 2021 pukul 10.41 WIB dari Whois.com menunjukkan situs Aishaweddings.com telah ada sejak 25 Juni 2020. Situs tersebut teregistrasi di Panama. Negara itu sendiri selama ini dikenal sebagai surga bagi para penghindar pajak di seluruh dunia alias tax haven.
Namun jika kembali melacaknya melalui Whois.com, domain tersebut telah menjadi domain free (tidak ada yang memakai) atau siap digunakan.
Tidak Direspon
Kejanggalan lainnya adalah ketika tim CNNIndonesia.com mencoba mengontak Aisha Weddings melalui fasilitas direct message pada akun media sosial, Facebook.
Pesan yang dikirim dibalas bot, alias program komputer. Balasannya pun mengarahkan kembali pada halaman situs Aisha Weddings untuk melakukan pendaftaran. Tak ada respons dari admin yang bisa menimbal balik setiap pertanyaan yang dilayangkan.
CNNIndonesia.com juga mencoba mendaftarkan pernikahan menggunakan jasa Aisha Weddings melalui situs tersebut. Informasi yang dituliskan adalah nama lengkap, jenis kelamin, nomor telepon yang bisa dihubungi, domisili, keterangan punya anak atau tidak, dan keterangan telah memiliki istri atau belum.
Setelah form registrasi diisi, sama sekali tidak ada respons ke email atau nomor telepon yang diisikan ke formulir tersebut hingga artikel ini ditulis. Terhitung sudah sepekan dari waktu pengisian formulir tersebut.
Secara umum, hal tersebut aneh, karena Aisha Weddings sebagai wedding organizer seharusnya tanggap dalam merespons klien yang merekrut jasanya. Pada umumnya, situs-situs WO juga akan mencantumkan akun sosial media, atau nomor kontak untuk memudahkan klien.
Ataukah, respons yang tak berbalas itu sebab Aisha Weddings sedang menjadi perhatian nasional?
Bahkan, sampai dilaporkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ke kepolisian terkait dugaan mempromosikan pernikahan di bawah umur. Selain itu juga ada pelaporan polisi yang dilakukan masyarakat sipil mengatasnamakan diri mereka: Sahabat Milenial Indonesia (Samindo).
Setidaknya sudah lebih dari sepekan, hingga saat ini belum ada kejelasan dari polisi apakah sudah menemukan pembuat atau pengelola Aisha Weddings.
Fotografer Sewaan yang Dibayar Pakai Paypal
CNNIndonesia.com bertemu dengan Aditya (bukan nama sebenarnya) yang pernah bekerja sama dengan Aisha Weddings sebagai fotografer. Aditya juga mungkin jadi satu-satunya orang yang pernah berkomunikasi langsung dengan pengelola Aisha Weddings.
Ia seorang freelance atau pekerja lepas yang diminta membuat sampel foto pernikahan untuk sebuah WO bertema Islami. Aditya mengaku tak pernah tahu nama WO tersebut, juga tak tahu penampakan dari kliennya karena hanya berkomunikasi melalui email.
Aditya mengaku kerja sama dengan Aisha Weddings berlangsung singkat. Permintaan untuk kerja sama itu, kata dia, datang sekitar akhir September 2020 dan berakhir sebulan setelahnya: Oktober.
Dia membuatkan foto-foto model pasangan pengantin yang belakangan dipajang di situs Aisha Weddings tersebut.
Aditya memaparkan pembayaran yang dilakukan pengelola Aisha Weddings itu terbilang kilat. Setelah sepakat dengan draf milik Aditya, pihak Aisha Weddings langsung membayarkan uang muka (DP). Namun anehnya, pembayaran DP tersebut bukan melalui rekening bank di Indonesia, melainkan paypal.
"Mereka bilang tahu kontak saya dari situs freelance, komunikasi kita hanya via email, saya kirim draf dan mereka langsung transfer uang muka [DP] via paypal, atas nama Robin Lucman," ujar Aditya.
Menurut Aditya, pembayaran melalui Paypal biasanya dilakukan jika kliennya adalah orang luar negeri atau orang yang berada di luar Indonesia.
"Beberapa klien saya memang orang luar makanya pembayaran menggunakan Paypal," katanya.
Dugaan Tujuan Aisha Weddings sebagai Pengalih Isu
Pendiri Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi lewat utas di akun Twitter-nya pekan lalu membeberkan perihal data teknis situs aishaweddings.com yang didapati pihaknya. Ia mengatakan situs itu telah muncul sejak 2018. Situs itu sebelumnya bernama aishaevents.com.
Situs tersebut kemudian mengunggah konten baru pada tanggal 9 dan 10 Februari 2021, setelah absen sejak tahun 2018.
Ismail menilai konten yang ada di aishaweddings.com belum lengkap dan cenderung provokatif. Dia melihat baru beberapa halaman situs yang terisi, seperti tentang keyakinan poligami untuk anak muda.
"Sepertinya web ini baru dibuat, tapi keburu ketahuan," kata dia.
Ia juga berpendapat bahwa disinformasi yang meresahkan itu serius dibuat. Hal itu terlihat dari spanduk yang disebar di beberapa titik.
"Jika tujuannya untuk membangun keresahan, misi ini cukup berhasil, karena narasinya berhasil menarik komentar dari berbagai organisasi besar, dan juga diliput media mainstream dan TV," ujarnya.
Menurut Ismail masyarakat sebaiknya tidak melanjutkan perbincangan mengenai Aisha Weddings, karena tidak jelas siapa pembuatnya dan tujuannya dinilai bukan sungguh-sungguh sebagai WO profesional.
"Kita serahkan pada kepolisian untuk mengungkap pelakunya biar tidak terulang," tuturnya.
Sementara itu, salah satu pelapor Aisha Weddings ke polisi yakni Samindo ingin polisi tetap mengusutnya karena anjurannya soal menikah usia muda dianggap tidak sesuai norma dan aturan.
"Terkait itu pengalihan isu yang di situ disebutkan bahwa ini bukan WO [wedding organizer] murni, tapi ada unsur telik yang lain. Nah itu yang akan kami buktikan lebih jauh," kata Disna Riantina dari Samindo sebagai pelapor saat menyerahkan bukti tambahan ke Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (17/2).
Pengamat Media Sosial Enda Nasution mengatakan, kemunculan satu hal yang viral di sosial media atau dunia virtual, memang bisa memecah pandangan publik terhadap satu isu.
Menurutnya, warganet umumnya sudah punya pandangan dan kepercayaan masing-masing. Kemunculan isu di media sosial akan berdampak pada memperkuat atau merenggangkan kepercayaan tersebut.
"Banyak hal sekarang memecah pandangan publik, hampir selalu ada pro kontra, tapi secara umum netizen sudah punya pandangan dan kepercayaan sendiri-sendiri, isu di media sosial hanya memperkuat kepercayaannya itu," ujar Enda kepada CNNIndonesia.com, Kamis (18/2/2021).
Namun Enda tak bisa merinci sasaran isu yang hendak ditarget dalam kasus Aisha Weddings.
Sementara saat viral Aisha Weddings di dunia maya, publik sedang ramai membicarakan sejumlah isu besar, seperti korupsi bansos yang menyeret elit partai politik penguasa, penanganan Covid-19, serta berbagai bencana di Indonesia yang diduga akibat masifnya pembangunan tak berkelanjutan.
(Sumber: CNNIndonesia)