GAR-ITB: Gar Ger Gor bikin Geger lalu Gugur
Oleh: Khalid Zabidi
Pertama, saya mohon maaf kepada teman-teman sekalian atas kelakuan oknum alumni ITB yang berpikir, bertindak dan berpolitik ngawur recehan dengan menyerang pihak-pihak lain, secara serampangan dengan atas nama radikalisme, membawa isu ampas dari luar ke dalam lingkungan civitas academica ITB secara sembrono mengatasnamakan alumni ITB.
Kedua, pengalaman saya menjadi mahasiswa ITB dan kemudian alumni ITB belum pernah ada kejadian yang seperti ini, selain mengejutkan, mengecewakan dan memalukan bagi saya, kok bisa ya ada anak ITB kelakuannya seperti ini, membabi buta dengan argumen ampas tanpa diskursus yang prinsipil, saya saja bertanya-tanya sendiri, merasa aneh.
Ketiga, tapi saya tidak heran juga karena dari sekian ribu nama yang ada dalam daftar anggota GAR itu beberapa nama saya kenal betul sejak dari masa pergerakan mahasiswa dulu kelakuannya memang begitu, semangatnya sih tinggi, namun kurang diskusi, minim kreativitas, jauh dari imajinasi dan tuna etika, alhasil ngawur bin serampangan dalam manuver-manuver politiknya.
Keempat, ihwal awalnya memang soal dukung mendukung jagoan dalam pilpres yang lalu, mereka ini merasa diatas angin karena menganggap dirinya menguasai panggung politik nasional, instrumen organisasi dalam lingkungan ITB dan kealumnian. Mereka mulai bertindak ugal-ugalan dengan isu anti radikalismenya. Sejauh yang saya tahu, momentum pemilihan anggota MWA (Majelis Wali Amanat) rentetan berawal, Pak Dien Syamsyudin mendapat suara dukungan dari kalangan ITB untuk menjadi anggota MWA dari unsur masyarakat. Mestinya civitas academica ITB berbangga, namun ternyata sebagian alumni merasa sebaliknya, kecewa atas terpilihnya Bang Dien Syamsudin. Akhirnya, manuverlah macam-macam, mereka membalikkan keadaan saat pemilihan Rektor ITB, membabat calon-calon lainnya dengan isu anti radikalisme kecuali calon Rektor jagoannya, mereka menang.
Kelima, tidak cukup disitu, mereka kemudian berkampanye terus soal anti radikalisme, menyerang seorang anggota MWA lainnya, keluarga konglomerat baru, pemilik merk kosmetik ternama Indonesia, yang memberikan bantuan beasiswa kepada ITB dengan jumlah fantastis dengan menyalurkannya melalui pengelola Masjid ITB yang terkenal, Salman. Disnilah mereka "memukul sarang lebah". Anehnya, mereka juga menyerang posisi Rektor dukungannya sendiri, menyerang dosen-dosen ITB, mendeskriditkan Bang Dien dengan melaporkan beliau ke KASN, "kegilaan" mereka harus dihentikan.
Bagian akhir, dulu saya waktu menjadi aktivis mahasiswa tidaklah aneh ketika rapat-rapat mahasiswa di lantai 4 perpustakaan ITB, di meja sebelah sedang rapat kelompok N11, meja satunya lagi, temen-temen pikiran kiri, kelompok caca marica, kelompok penyuka bunga, kelompok independen dan kelompok-kelompok lainnya, tanpa berusaha memadamkan, tanpa menyerang, melawan rezim dengan riang gembira, suka cita bersimfoni penuh kreativtas dan imajinasi dalam ruang-ruang demokratis himpunan dan unit kegiatan maupun jalanan, kadang kalah, kadang menang, lebih sering remis, kini nampaknya alumni-alumni ITB yang tergabung dalam GAR itu melupakan gaya dan karakter ke ITBannya, tersedot gaya politik kekinian yang brutal, vulgar, kering tanpa filosofis dan etika.
Tapi jangan heran juga, jadi ingat sebuah perumpamaan yang mungkin cocok pada situasi yang terjadi di ITB, "Ibarat ayam, ada 2 yang keluar dari pantatnya, pertama telor dan yang kedua......."
Sekian, 15 Februari 2021
(Khalid Zabidi, Alumnus ITB)