Data Bicara, Penanggulangan Banjir Jakarta Memang Membaik
By Tatak Ujiyati
(Anggota TGUPP Jakarta)
Kemarin ketika Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan infografis banjir besar dari tahun ke tahun, ada yang bertanya mengapa tahun yang diambil acak. Lalu ada yang mencurigai Pemprov DKI Jakarta sembunyikan data. Tuduhan yang aneh. Sebab sepanjang Pemerintahannya di Jakarta, Anies Baswedan selalu mengedepankan transparansi.
Data banjir DKI Jakarta dari tahun ke tahun itu ada. Transparansi dijunjung tinggi di Pemerintah Jakarta kini. Tak ada yg ditutupi. Sila cek data lengkapnya di portal Pantau Banjir Jakarta berikut ini. https://pantaubanjir.jakarta.go.id/data-banjir-lintas-tahun
Portal data Pantau Banjir Jakarta dibuat pada periode pemerintahan Anies. Diluncurkan pada bulan Desember 2020 lalu. Portal ini sangat keren. Sebagai upaya serius Pemprov DKI Jakarta mewujudkan sebuah kota yang terbuka dan transparan.
Melalui portal Pantau Banjir Jakarta, semua warga Jakarta ~ bahkan seluruh Indonesia ~ bisa memantau genangan real time. Kita akan tahu wilayah mana saja di Jakarta yg tergenang sampai tingkat RT.
Tahun ini Pemprov DKI JKT bisa memetakan genangan hingga level RT ~ karena punya sistem JAKARTA SATU yang bisa memetakan wilayah lebih detail ~ dengan begitu kita bisa tahu seberapa luas dampak banjir dengan lebih presisi.
Sebagai perbandingan, dari berita media, diketahui Bekasi memetakan dengan unit Kecamatan. Jika membaca ada 19 dari 23 Kecamatan di Bekasi tergenang Banjir, orang pasti ngeri membayangkannya. Padahal realitasnya mungkin tak seluruh dr 19 kecamatan itu tergenang.
Nah untuk Jakarta, estimasi wilayah terdampak banjir tahun ini ~ yaitu 4 km2 ~ sudah jauh lebih presisi dibanding tahun-tahun sebelumnya karena menggunakan peta dasar JAKARTA SATU yang lebih detail.
Di situlah kehebatan JAKARTA SATU dalam membantu Pemprov DKI Jakarta mengambil kebijakan berdasarkan data obyektif. Dengan demikian JAKARTA SATU dan Pantau Banjir Jakarta sangat membantu kita dalam menghindari disinformasi.
Sama dengan Portal Pantau Banjir Jakarta, Sistem JAKARTA SATU juga dibuat di jaman Anies. Saya sampai ingat sekali tanggal peluncurannya - 17 Januari 2018 - karena kami TGUPP Bidang Hukum & Pencegahan Korupsi menjadi salah satu inisiatornya bersama dengan Bapenda dan Dinas Cipta Karya.
Kembali ke Pantau Banjir, jika teman-teman membuka portalnya maka akan terlihat data banjir dari tahun ke tahun. Mulai dari tahun 2014 hingga 2020. Tahun 2021 belum dimasukkan, nampaknya masih menunggu musim hujan selesai sehingga datanya sudah stabil.
Di Pantai Banjir Jakarta, semua data terpampang nyata. Jadi kalau ada yg menuduh DKI JKT sembunyikan data itu sebenarnya absurd.
Kalau yang dipermasalahkan infografis, sebenarnya yang dimaksudkan adalah infografis banjir-banjir besar dari tahun ke tahun. Itu kan awalnya adalah infografis untuk tahun lalu ketika hujan ekstrim mencapai 377 mm/hr.
Untuk infografis tahun ini, infografis tahun lalu itu kemudian ditambahkan data tahun ini. Simpel saja alasannya. Sebab tahun ini hujannya kan juga ekstrim mencapai curah hujan tertinggi 226 mm/hari. Tak ada niat menutupi karena publik juga akan selalu bisa melihat datanya di Pantau Banjir secara langsung dan bisa membandingkannya sendiri.
Di Jakarta pada setiap tahun ada 2 bulan musim hujan, data detailnya bisa dilihat di portal Pantau Banjir Jakarta. Data yang saya rekap di bawah ini hanya mengambil data tertinggi dari masing-masing bulan yaitu curah hujan tertinggi, RW terdampak tertinggi dan jumlah pengungsi terbanyak. Sengaja saya rekap agar kita bisa melihat perbandingan dampak banjir dari tahun ke tahun.
Melihat data kita bisa tahu ada perbaikan dalam penanggulangan banjir saat ini. Tahun 2020 lalu kita di Jakarta mengalami hujan paling ekstrim dengan curah hujan tertinggi 377 mm/hari. Namun demikian, dampak banjir paling parah justru terjadi di tahun 2014. Tahun di mana banjir menggenang hingga 20 hari baru surut, tahun lalu 4 hari sudah surut. Ada 615 RW tergenang, bandingkan tahun lalu hl581 RW. Jumlah pengungsi mencapai 122.417 orang, tahun lalu hanya 3.311 orang. Padahal tahun 2014 itu curah hujan tertinggi hanya mencapai 284 mm/hari.
Tahun 2021 ini curah hujan juga cukup ekstrim dengan curah hujan tertinggi mencapai 226 mm/ hari. Bandingkan dengan tahun 2017 yang mana curah hujan tertinggi hanya mencapai 179.7 mm/hari. Tetap saja tahun 2021 jauh lebih terkendali. Wilayah tergenang lebih kecil (113 vs 216), jumlah pengungsi lebih kecil (5.858 vs 3131), banjir surut jauh lebih cepat (1 hari vs 5 hari). Ada perbaikan signifikan.
Pasti nanti ada yang bertanya, memangnya apa yang dilakukan Anies? Saya pernah menuliskannya di twitter dan FB soal ini. Tidak ada yang luar biasa, Anies hanya memaksimalkan struktur dan infrastruktur yang ada. Plus dengan beberapa program tambahan. Pekerjaan telah dilakukan sejak awal tahun lalu. Sebanyak 23 waduk dikeruk, 93 lokasi sungai dikeruk, 390 saluran dikeruk dan dibersihkan. Sepanjang 12.6 km tanggul pantai dibangun dsb.
Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta juga telah menyiapkan 487 pompa stationer di 178 lokasi, 175 pompa mobile di lima wilayah, 257 alat berat, 465 dump truck, 36 pintu air, dan 8.101 personel (Pasukan Biru).
Dinas Lingkungan Hidup DKI JKT memasang saringan sampah otomatis di sungai-sungai Truk, ekskavator, dan 4.000 personel satgas penanganan sampah disiagakan 24 jam untuk menjaga agar sungai2 dan saluran-saluran tak tersumbat sampah.
Dinas SDA mencatat telah membuat hampir 3.000 sumur resapan. Angka sebenarnya jauh lebih besar karena sumur resamapan juga dibangun oleh setiap kelurahan-kelurahan di Jakarta. Hanya memang perlu waktu untuk mendatanya.
Yg menanyakan naturalisasi, ada juga perkembangannya. Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, saat ini sudah ada lima titik sungai yang dilakukan natualisasi, yakni di Pondok Ranggon, dua titik di Kampung Rambutan, Cimanggis, dan Sunter.
Semua program itu disiapkan sejak awal tahun 2020 demi menghadapi musim hujan 2021.
Alhamdulillah usaha tak menghianati hasil. Atas ijin Allah banjir di Jakarta tahun-tahun sekarang ini lebih terkendali.
Yang terpenting lagi, data banjir ini tersajikan semuanya di portal Pantau Banjir Jakarta. Anies memahami pentingnya transparansi data dalam pemerinthan sebuah kota. Hanya dengan keterbukaan, warga bisa mengetahui keadaan sesungguhnya banjir di Jakarta. Lalu mereka akan bisa merespon cepat, termasuk dengan merencanakan mitigasi atas risiko yang mungkin dihadapi diri dan keluarganya. Lebih jauh lagi, kolaborasi pembangunan kota bersama warga juga hanya akan bisa terjadi jika ada transparansi.
Siapa coba yang tak mau punya pemerintah kota yang bersikap begini?
(23/02/2021)